Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menunggu JAGADIRI, Mau "Menjaga Diri" Penyandang Buta Warna di Indonesia

12 Desember 2016   12:40 Diperbarui: 12 Desember 2016   12:56 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Test ishihara (gambar : aladokter.com)

Kenapa harus sejak dini? Begini diskripsi logikanya, sebut saja si Bintang yang sejak kecil bercita-cita menjadi seorang dokter.  Demi meraih cita-cita besarnya, si Bintang sejak dini sudah mempersiapkan diri sepenuh hati dengan belajar sungguh-sungguh dan selalu berusaha menjaga semangatnya. Tapi sayang, ketika mimpi sudah semakin dekat Bintang harus rela menerima takdirnya gagal menjadi dokter, karena buta warna dan yang paling menyakitkan adalah ketika Bintang baru mengetahui dan menyadari kalau dirinya menyandang kelainan buta warna.

Coba bayangkan! Bagaimana perasaan Bintang dan keluarganya! Bukan hanya masalah perasaan dan materi yang telah terbuang sia-sia, tapi juga waktu! Waktu tidak mungkin untuk diputar kembali untuk "merevisi" passion dan cita-cita sesuai dengan kondisinya sebagai penyandang buta warna! Sementara untuk berpindah  passion dan cita-cita tentu bukan perkara mudah dan juga bukan tanpa risiko.

Instrumen pemetaan yang saya maksudkan, salah satu fungsinya adalah untuk mengantisipasi munculnya fenomena salah memilih cita-cita karena terlambat mengetahui sebagai penyandang buta warna! Saya yakin fenomena ini di masyarakat layaknya "gunung es" alias hanya nampak bagian puncaknya saja, sedang bagian tengah dan kaki gunung yang lebih tambun tertutup oleh indahnya biru samudra! 

Tidak adanya instrumen pemetaan, tentu akan berbanding lurus dengan keberadaan aktivitas sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini tentu akan menyebabkan masyarakat Indonesia relatif tidak familiar, bahkan bisa jadi tidak mengenal sama sekali seluk beluk kelainan buta warna berikut konsekuensi bagi penyandangnya. 

Padahal, seandainya pemerintah secara formal menjadikan aplikasi tes buta warna sejak dini kepada semua anak-anak Indonesia, maka hasil test bisa dijadikan sebagai dasar bagi pemetaan potensi (blueprint) anak-anak Indonesia di masa yang akan datang dan ini akan membantu orang tua dan pemerintah sendiri dalam upaya merencanakan sekaligus mengarahkan pilihan jalur pendidikan yang tepat dan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu anak-anak Indonesia, secara lebih spesifik.  

 Coba bayangkan, Seandainya tiap tahun di Indonesia ada 1.000 saja generasi emas bangsa ini dari seluruh penjuru tanah air yang bernasib sama seperti Bintang yang salah memilih cita-cita karena buta warna, tentu bangsa Indonesia telah rugi besar! Kehilangan banyak generasi emas yang semestinya potensi dan kemampuannya bisa diarahkan dari awal sehingga kedepan bisa diberdayakan untuk pembangunan sumber daya manusia Indonesia dengan akurasi maksimal, sesuai dengan potensi dan bidang kemampuannya masing-masing.

Terobosan Ide Untuk JAGADIRI

Karena Pemerintah sepertinya belum tertarik untuk menangani permasalahan bagi penyandang buta warna ini, menurut saya ini menjadi peluang bagi pihak lain (swasta) entah lembaga pendidikan, asuransi atau yang lainnya. 

Mungkin ide saya ini bisa menjadi inspirasi. JAGADIRI sebagai salah satu perusahaan  yang sarat inovasi bisa juga turut serta membangun negeri dengan kreasi digital dengan cara membangun  start up khusus untuk penyandang buta warna, untuk melengkapi fitur start up JAGADIRI yang sudah ada. 

Tujuannya jelas, selain membantu masyarakat untuk merencanakan sekaligus merancang masa depan tidak hanya dari sisi pengelolaan keuangannya saja, tapi juga kesesuaian dan ketepatan memilih jalur pendidikan, proyeksi terhadap peluang usaha/dunia kerja yang sesuai dengan potensi masing-masing-masing-masing individu, selain itu fenomena gunung es penyandang buta warna di Indonesia yang sampai sekarang belum teridentifikasi secara akurat bisa jadi merupakan potensi pasar yang menjanjikan, karena belum ada yang menggarap.

Konten start up, nantinya berisi mulai dari artikel, berita, informasi medis, konsultasi medis seputar mata dan buta warna, fitur tes buta warna (tes Ishihara) digital yang bisa digunakan secara individu maupun masal yang bisa menjadi dokter pribadi untuk menganalisa kondisi kelainan mata pengakses, buta warna atau tidak. Bahkan bagi yang divonis menyandang buta warna kalau perlu bisa di-breakdown lagi jenis buta warnanya, total atau parsial secara akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun