Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kecil Disuka, Muda Terkenal, Tua Kaya-Raya, Mati Masuk Surga!

10 Desember 2016   01:56 Diperbarui: 10 Desember 2016   02:14 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Album (Dokumentasi Pribadi)

Inspirasi dari suara kaum "Minoritas" ( Slank, 1996)

Bagi para Slankers generasi awal di era 90-an, kalimat judul diatas tentu tidak asing lagi! Kalimat "provokatif" yang menurut saya sangat visioner tersebut sengaja saya kutip dari lirik salah satu lagu dari grup musik fenomenal yang bermarkas di Gang Potlot tersebut. Lagu berjudul "entah jadi apa?" ini termuat dalam album "Minoritas" yang rilis tahun 1996 yang menurut saya merupakan salah satu album studio masterpiece Slank pada formasi awal yang saat itu diperkuat Kaka (Vokal), Bimbim (Drum) Bongky (Bass) Pay (Gitar) dan Indra Q (Keyboard).  

Di album yang menelurkan hits bang bang tut dan kalau kau ingin jadi pacarku ini, sebenarnya mempunyai materi lagu yang semuanya layak menjadi hits. Semua lagu dalam album ini benar-benar berasa "roh" slank-nya, baik dari sisi musikalitasnya maupun kecerdasan pemilihan diksi dalam lirik-liriknya. Album yang saat itu diedarkan dalam format pita kaset tersebut, di side A selain berisi hits bang bang tut, berikutnya ada komposisi tut wuri handayani, Jinna! belasan dalam pelarian, gemerlap kota, bidadari penyelamat. Sedangkan pada side B, tersusun komposisi-komposisi eksentrik semacam suku benalu, h.a.m. burger, pak tani, entah jadi apa? dan hits kalau kau ingin jadi pacarku.  

Edisi kaset album (Dokumentasi Pribadi)
Edisi kaset album (Dokumentasi Pribadi)
Sayang, album ekspresif yang sarat dengan ungkapan kritik sosial kaum "minoritas" seperti judul albumnya ini merupakan album studio terakhir dari kebersamaan format awal sekaligus format terbaik Slank (menurut saya...!), karena setelah album ini Bongky (Bass) Pay (Gitar) dan Indra Q (Keyboard) menyatakan mundur dari Slank dan beberapa saat kemudian mendirikan grup baru bernama BIP yang ditengarai merupakan akronim dari nama ketiganya, Bongki Indra Pay.

Mengkaji Kalimat Provokatif Visioner!

Apa sih yang menarik dari kalimat "Kecil Disuka, Muda Terkenal, Tua Kaya-Raya, Mati Masuk Surga!" yang saya kutip dari lirik lagu Slank Entah Jadi Apa? tersebut? 

Seperti saya sebutkan diatas, kalimat tersebut menurut saya punya potensi provokasi yang multi intrepretasi dan multi tafsir!  Tentu hanya Tuhan dan Slank yang tahu maksud yang sebenarnya. Hanya saja, merujuk pada pada komentar teman-teman saya yang kebetulan ikut menjadi saksi dari terbitnya album Slank yang memuat lirik lagu tersebut, setidaknya ada 2 poros pemahaman. Bagi yang apatis dan cenderung pesimis (rata-rata mahasiswa yang saat itu resah dengan keadaan sosial ekonomi dan budaya yang kebetulan berada di awal jurang krisis ekonomi multidimensi menjelang kejatuhan orde baru yang entah kebetulan atau tidak bertepatan dengan time release atau setting lahirnya album ini) pasti akan langsung mencibir kalimat diatas sekaligus berkomentar dengan kalimat-kalimat sumbang seperti ini, "Emang surga punyak engkong lo....!" atau "Kalau anak konglomerat mah ya mungkin saja.... tapi kalo kong lo melarat ya mustahil bin mustajab!"  Kalimat-kalimat sumbang ini benar-benar muncul dalam berbagai obrolan di berbagai forum kala itu (terutama obrolan kami anak-anak kuliahan yang saat itu syarat dengan keterbatasan... he...he...curhat jadinya!) 

Tapi itu dulu! Ketika euforia ketertindasan di berbagai bidang terasa semakin menyesakkan dada dari hari ke hari. Sekarang setelah pikiran lebih dewasa dan terbuka, saya justeru melihat sebuah visi yang luar biasa dari kalimat  "Kecil Disuka, Muda Terkenal, Tua Kaya-Raya, Mati Masuk Surga!" tersebut. Seandainya saya dan rekan-rekan saat itu (1996) lebih mempunyai positive thingking, kalimat ini bisa menjadi kalimat motivasi yang luar biasa dahsyatnya! Coba perhatikan dan kalau perlu renungkan dalam-dalam kalimat diatas dengan cara melepas rangkaian kalimatnya menjadi per- frasa, mulai dari "kecil disuka"  sampai "mati masuk surga!" Bukankah semuanya merupakan sebuah visi dan atau  doa mulia seorang anak manusia untuk menjadi manusia dengan "stempel" yang baik bahkan mungkin mulia! Dan yang menarik, semua  frasa  dalam kalimat tersebut sepertinya saling terkait satu sama lain dari awal sampai akhir, seperti layaknya sebuah fragmentasi tutorial perjalanan hidup ideal seorang anak manusia. 

Ketika waktu kecil disuka oleh banyak orang dilingkungan sekitar, selain karena bawaan fisik bisa juga karena kebaikan akhlak yang sudah ditanamkan sejak dini oleh orangtua dan lingkungan. Untuk bisa terkenal disaat muda (makna denotatif) tentu bukan perkara mudah untuk mendapatkannya, perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk mewujudkannya. Alhamdulillah jika bisa mewujudkannya! Ketika disaat muda sudah terkenal, tentu bisa dimanfaatkan untuk menjalin dan membangun relasi, komunikasi bahkan eksistensi seluas-luasnya untuk membangun masa depan yang lebih menjanjikan. Dari titik ini, dengan dibarengi ikhtiar dan doa secara kontinyu, Insha Allah untuk menjadi orang kaya di masa tua sepertinya tinggal menuggu takdir saja. Saat hidup dimasa tua dianugerahi fasilitas serba kecukupan, tentu semakin mudah untuk mendapatkan surga-Nya, karena tidak ada lagi yang perlu di risaukan, fasilitas dari Tuhan berupa kekayaan yang tersedia tinggal dimanfaatkan semaksimal mungkin untuh mendekatkan diri kepada-Nya melebihi yang lainnya, Sehingga kemungkinan "mati masuk surga" semakin terbuka lebar! Insha Allah. Untuk detailnya, mari kita kupas tahapan kehidupannya satu per-satu...     

Dimulai dari frasa  "kecil disuka", menurut saya yang dimaksud disini adalah siklus manusia ketika masih kecil atau usia kanak-kanak. Pada siklus ini memang si anak masih sebatas berposisi sebagai obyek saja. Artinya dia bisa disuka oleh semua (orang) lebih karena posisinya sebagai makhluk yang masih suci dan belum tersentuh oleh dosa. Kalaupun karena ada kelebihan fisik, seperti montok, putih, bersih, ganteng, lucu dan atribut lain yang membuatnya di sukai oleh semua (orang), semua bukan karena usahanya sendiri tapi lebih karena anugerah dari Yang Maha Kuasa melalui kedua orang tua. Jadi untuk bisa menjadi kecil disuka, tentu membutuhkan suport dari orang-orang di sekitar, terutama orang tua.

Nah, disinilah "pelajaran" visionernya dimulai! Posisi kita yang telah bergeser menjadi orang tua, tentunya mempunyai keinginan anak-anak kita nantinya adalah "individu-individu" generasi unggul dengan berbagai atribut yang (ter) baik bukan?  Untuk mewujudkan keinginan tersebut tentu kita sebagai orang tua harus mempunyai perencanaan "visi" mendidik berikut metode aplikasinya secara tepat. Coba bayangkan, seandainya kita tidak mempunyai perencanaan yang tepat dan aplikatif, apa jadinya output yang dihasilkan? Lha ... kalau masih kecil saja semua atribut yang menempel pada si anak sudah tidak disukai (orang) bagaimana besarnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun