Kejadian berikutnya adalah ketika saya duduk di kelas 3 SMP. Kejadian konyol ini terjadi ketika kami melakukan study tour ke JOGJA. Dalam daftar pembagian bis, lagi-lagi saya masuk dalam daftar grup perempuan.
Mungkin bagi sebagian sekolah masalah pembagian bis ini bukanlah masalah besar. Tapi tidak bagi sekolah kami, karena sekolah kami tidak menghalalkan siswa laki-laki dan perempuan untuk berbaur menjadi satu dalam kegiatan apapun, termasuk dalam belajar mengajar. Apalagi dalam satu bis saat perjalanan pulang pergi study tour ke JOGJA.
Karena hitungan siswa dengan jumlah bis sudah pas dan tidak mungkin untuk diutak-atik lagi, panitia yang terdiri dari para Bapak/Ibu guru sempat kalang kabut mencari solusinya.
Sebenarnya bisa saja saya dipaksa untuk bergabung dengan teman-teman sesama siswa laki-laki, tapi konsekuensinya nggak dapat jatah kursi atau paling tidak duduk di atas mesin, sama om kernet di samping sopir!? . Waduuuuuh, kebayang deh gimana rasanya perjalanan 5 jam dari Madiun ke Jogja nggak dapat kursi empuk seperti yang lain…..!
Syukurnya, tanpa diduga-duga solusi yang kami tunggu-tunggu datang tepat waktu. Bapak kepala sekolah yang pada awalnya tidak ada rencana ikut ke Jogja, tiba-tiba memberi kabar via telepon kalau beliau ikut ke Jogja, tapi dengan membawa mobil sendiri bersama keluarga, sekalian pulang kampung katanya dan saya di ajak untuk ikut bersama beliau saja.
Tanpa pikir panjang, saya langsung mengiyakan ajakan beliau. Alhamdulilah….akhirnya saya mendapatkan tumpangan juga ke Jogja, malah dengan fasilitas yang lumayan mewah……Tuhan memang adil, ini namanya sengsara membawa nikmat! Kartika …oh Kartika!
Sebenarnya masih banyak kejadian di masa SMP yang membuat saya menjadi semakin terkenal di seantero sekolah, tapi menurut saya yang paling menghebohkan ya ...dua kejadian diatas.
Memasuki masa SMA, kejadian demi kejadian yang berhubungan dengan keganjilan nama saya terus berlangsung, bahkan lebih seru dan semakin sering. Kejadian pertama sekaligus awal dari perjalanan saya dengan nama unik saya dimulai ketika memasuki masa pra sekolah atau mungkin sekarang dikenal dengan MOS. Kejadian ini saya sebut sebagai “tragedi papan nama”, karena papan nama dari kardus yang dibagi oleh para senior untuk saya bertuliskan nama saya dalam genre lain dan benar-benar fresh “tieka”! Alamaaaaak...
Entahlah! Mimpi apa saya tadi malam?! Petualangan bersama nama unik saya harus sudah dimulai sebelum saya benar-benar masuk dan belajar di sekolah yang baru (SMA). Sejak masa pra sekolah itulah, nama “tieka” sudah jauh lebih popular dari pemiliknya sendiri dan celakanya nama “tieka” yang lebih identik dengan perempuan akhirnya menjadi nickname saya (seorang laki-laki tulen!) selama sekolah 3 tahun di Bangku SMA.
Kejadian unik semasa SMA yang paling membekas dalam ingatan saya adalah saat Ujian akhir sekolah yang saat itu disebut EBTA/EBTANAS. Saat itu, ujian akhir untuk kelas 3 tersebut lokasinya tidak di ruang kelas sekolah kami sendiri, melainkan disebar ke beberapa sekolahan di lingkungan kecamatan daerah kami dengan pengawas dari berbagai sekolah yang sudah ditunjuk.
Ketika tengah berkonsentrasi tingkat tinggi untuk mengerjakan soal-soal yang diujikan, tiba-tiba saya di dekati oleh seorang pengawas yang sedari tadi memang terus mengawasi saya. Sepertinya ada yang tidak biasa deh dengan diri saya saat itu!? Karena merasa risih diperhatikan terus, saya malah jadi salah tingkah.