Mohon tunggu...
Mas_Choose_One
Mas_Choose_One Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Kualifikasi Profesional: seorang Statistisi.. Bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. \r\nKualifikasi Non-Profesional: seorang ayah, suami, anak dan sahabat. \r\n Seseorang yang terlanjur menjadi Gadamala... \r\n\r\nSeorang pekerja akal dan jiwa, Seseorang yang selalu berusaha menaklukkan jiwa, dan akal pikirannya sendiri. \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Asean China Free Trade Area: Sebuah Sudut Pandang

9 Februari 2011   05:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:46 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kita pergi ke Malaysia atau Singapura, kita akan menemui tukang jamu gendong atau tukang bakso Solo berkeliaran di jalanan di Malaysia ataupun Singapura. Sebaliknya kita juga bisa melihat dagangan aneka serangga goreng dijajakan oleh mereka yang berwarga negara Thailand dijalanan Sipin atau Telanaipura. Itu lah bayangan saya waktu mendengar kalau Asean China Free Trade Area akan segera dijalankan.

Dengan pasar bebas antara negara-negara anggota ASEAN dan China, maka tidak ada lagi halangan untuk melakukan kegiatan ekonomi dinegara-negara lain yang merupakan anggota ASEAN dan China. Hal ini berarti dibukanya pintu lebar-lebar terhadap semua hal (terutama ekonomi) dari luar negeri.

Kebijakan-kebijakan yang selama ini diterapkan untuk melindungi industri kita ataupun untuk menangkis serangan produk luar negeri akan hilang sama sekali. Kebijakan pelarangan impor, kuota perdagangan, kebijakan tarif dan lain-lain akan segera musnah. Diganti dengan kebijakan-kebijakan yang menguatkan produk dalam negeri.

Untuk kedepannya bukan hanya ketakutan yang harus kita kedepankan dalam menghadapi Asean China Free Trade Area ini. Kita harus melihat hal ini dengan hati yang tenang, tetapi mata dan pikiran kita harus jeli melihat setiap peluang yang ada. Asean China Free Trade Area tidak harus menjadi momok, tetapi harusnya sebagai lampu pijar yang bisa memberikan ide-ide kreatif kita untuk memajukan produk dalam negeri.

Kita harus mampu menjual semua potensi yang ada di Indonesia. Kita harus bisa jual Bali dengan pulau dewata nya dimana keindahan Pulau Bali tidak bisa tergantikan oleh negara lain. Begitu juga kehidupan bawah laut di Bunaken, harusnya mampu kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai objek wisata kita justru warga negara lain yang memanfaatkannya. Kita harus mengelola semuanya dengan lebih efisien supaya kita mampu bersaing dengan negara lain.

Dengan terbukanya Asean China Free Trade Area maka terbuka juga negara lain bagi kita. Bukan melulu kita melihat diri kita, tapi kita juga harus melihat peluang di negara lain. Bagaimana kondisi dan potensi yang ada dinegara lain. Bila kita bisa melihat dengan jeli maka kita akan menemukan pangsa pasar yang berkali lipat dari sebelumnya.

Bagaimana rakyat Vietnam, Brunei, Filiphina, Thailand dll menyukai sinetron yang kita tayangkan atau menyukai tekstil batik dari solo, atau dari pekalongan. Hal-hal seperti itulah yang harus kita pikirkan.

Memang, pada awalnya, aktivitas perdagangan akan disibukkan dengan persaingan-persaingan. Tapi setelah proses waktu berjalan, maka akan tercipta spesialisasi-spesialiasi produk. Masing-masing negara akan tahu dimana posisinya, tahu produk apa yang mempunyai comparative advantage yang tinggi dinegaranya. Dengan efisiensi dan spesialisasi maka lama-kelamaan meningkatkan skala usaha dari produk tersebut. Dengan skala usaha yang lebih besar maka keuntungan akan lebih besar dan pada akhirnya akan dimanfaatkan untuk investasi.

Intinya, bukan sikap pesimistis yang harus kita pertahankan, tetapi sikap optimistis yang selalu dikedepankan. Banyak negara lain yang mempunyai kekhawatiran yang sama dengan kita. Jadi tergantung siapa yang lebih siap dan berkomitmen dengan produk-produk dalam negeri yang akan memperoleh keuntungan dengan Asean China Free Trade Area ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun