Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money

Sektor Pertanian dan Janji Politik

24 Maret 2014   18:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:33 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di masa kampanye ini, seorang Angel Lelga pun rela turun ke sawah berkubang lumpur untuk menjadi "petani". Maklum, hasil ST2013 mencatat ada 26,13 juta rumah tangga tani di negeri ini. Bisa dibayangkan, bila pada setiap rumah tangga tani ada 3 orang yang memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilih, berarti ada 78 juta potensi suara yang bisa didulang. Angka ini sekitar 42 persen dari total 187 juta potensi suara yang diperebutkan di dalam pileg dan pilpres. Sayang, selama ini, pertanian dan nasib petani hanya menjadi komoditas politik. Begitu kekuasaan berhasil direngkuh, nasib pertanian dan petani dilupakan.

Di masa kampanye ini, nyaris semua partai politik (parpol) kembali mengumbar janji untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Hal ini setidaknya didasari oleh dua alasan utama. Pertama, sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting dan menentukan, baik dalam soal pangan maupun ekonomi. Komitmen untuk mamajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani merupakan bukti bahwa parpol punya keberpihakan terhadap rakyat kecil.

Kedua, potensi dukungan politik yang bisa diraup dari mereka yang secara struktural menggantungkan hidup pada sektor pertanian sangat besar. Hasil Sensus Pertanian 2013 mencatat, jumlah rumah tangga yang menggantungkan hidup pada kegiatan usaha tani (rumah tangga tani) mencapai 26,13 juta rumah tangga.

Bisa dibayangkan, bila pada setiap rumah tangga tani terdapat 3 orang yang memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilih, ada sekitar 79 juta potensi suara yang bisa didulang oleh parpol. Angka ini sekitar 40 persen dari 186 juta potensi suara yang diperebutkan di dalam pileg maupun pilpres.

Soal peran penting sektor pertanian bagi perekonomian tak bisa disangkal lagi. Terlalu banyak indikator statistik yang bisa disajikan untuk menguatkan proposisi ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah angkatan kerja nasional pada tahun 2013 mencapai 118,2 juta orang. Dari jumlah ini, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sepanjang tahun 2013 berfluktuasi pada kisaran 40 juta orang.

Peran penting sektor pertanian juga ditunjukkan oleh kontribusinya yang masih cukup besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2013, kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional mencapai 14,43 persen, menempati posisi kedua setelah industri manufaktur.

Sayangnya, dewasa ini, beban sektor pertanian kian berat. Sektor ini tak hanya menanggung surplus tenaga kerja, tapi juga kemiskinan. Secara faktual, kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian. Dari total penduduk miskin 28,55 juta orang pada September 2013, mayoritas ada di desa dan itu ada di sektor pertanian.

Karena itu, jika pemerintah ingin meningkatkan bobot pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, sektor pertanian adalah kuncinya. Pendapatan dan daya beli pekerja di sektor pertanian harus ditingkatkan.

Bisa dibayangkan, bila pendapatan pekerja di sektor pertanian naik rata-rata Rp500.000 per orang, akan ada tambahan perputaran uang di masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, sebesar Rp20 triliun per bulan atau 240 triliun per tahun. Tambahan perputaran uang sebanyak ini tentu akan menggerakkan perekonomian nasional karena sektor pertanian memiliki keterkaitan (linkages) yang kuat dengan sektor lainnya.

Celakanya, selama ini janji politik untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani yang diumbar saat kampanye hanya sekedar janji untuk meraih dukungan dan simpati politik. Realisasinya jauh panggang dari api. Petani acapkali hanya menjadi komoditas politik. Setelah kursi kekuasaan berhasil direngkuh, nasibnya dilupakan.

Tak sulit untuk memberi konfirmasi mengenai hal ini. Apa yang terjadi sepanjang satu dasawarsa terakhir sudah cukup memberi bukti. Kita tahu, rezim berkuasa saat ini telah mengumbar seabrek janji untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Namun apa hasilnya? Bukankah petani tetap miskin, dan kinerja sektor pertanian jauh dari mengesankan?

Janji swasembada sejumlah komoditas pangan strategis, seperti beras, jagung, kedelai, daging, dan gula tak terbukti. Impor pangan pun terus melambung. Statistik menunjukkan, impor tujuh komoditas pangan utama (gula, kedelai, jagung, beras, bawang merah, daging sapi, dan cabai) mengalami peningkatan rata-rata 58 persen dalam 10 tahun terakhir.

Tak ada yang salah bila parpol mengumbar janji untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Tapi yang perlu dicamkan, rakyat butuh bukti, bukan pepesan kosong! (*)

Kadir

Penulis bekerja di BPS.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun