Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Konsistensi Menulis yang Berbuah Manis

15 Maret 2015   13:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:38 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_402950" align="aligncenter" width="420" caption="Ilustrasi-Buku Kompasiana, Etalase Warga Biasa karya Pepih Nugraha/Kompasiana"][/caption]

Siang itu, saya tiba-tiba dikejutkan oleh panggilan telepon yang tidak disangka-disangka. Betapa tidak, panggilan itu berasal dari seorang kolonel yang mengaku dari institusi yang sangat bergengsi di negeri ini: Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia.

Ia hendak memastikan apakah saya benar Saudara Kadir Ruslan, seorang pemerhati masalah sosial-ekonomi, yang profilenya ia temukan di sebuah situs di internet. “Halo, selamat siang Bapak. Apakah benar saya sedang berbicara dengan Bapak Kadir Ruslan, pemerhati masalah sosial-ekonomi?”, kurang lebih seperti itu pertanyaannya yang saya tangkap dari ujung telepon ketika membuka percakapan siang itu.

Pada awalnya, saya sempat bertanya-tanya, dari mana ia tahu kalau saya seorang pemerhati masalah sosial-ekonomi (amatiran), dari mana pula ia tahu nomor kontak saya. Namun, frasa “pemerhati masalah sosial-ekonomi” seketika langsung mengingatkan saya pada Kompasiana. Pasalnya, frasa itulah yang saya tuliskan sebagai deskripsi  profil saya di Kompasiana bersama informasi lain, seperti alamat e-mail dan nomor kontak yang bisa dihubungi.

Setelah yakin bahwa saya adalah orang yang dituju, ia kemudian mengutarakan maksudnya. Dalam beberapa hari mendatang (10 Maret 2015), Lemhannas bakal menyelenggarakan focus group discussion (FGD) dengan tema “Pengelolaan Bonus Demografi  Guna Meningkatkan Daya Saing Bangsa Dalam Rangka Ketahanan Nasional”, ia meminta kesediaan saya untuk menjadi penanggap utama dalam FGD tersebut.

Tentu saja, saya bersedia. Dan, beberapa waktu kemudian, undangan resmi yang ditandatangani  oleh Sekretaris Utama Lemhannas RI, Drs. Suhardi Alius, MH, saya terima melalui e-mail, faksimili, dan surat resmi yang diantar langsung ke kantor saya.

[caption id="attachment_402935" align="aligncenter" width="361" caption="Undangan dari Lemhannas RI (dok.pri)"]

14263993751462754728
14263993751462754728
[/caption]

Singkat cerita, hari pelaksanaan FGD pun tiba. Pagi itu, saya hadir di Lemhannas RI, di Jalan Medan Merdeka Selatan, untuk memberikan tanggapan terhadap paparan para penyaji, yang boleh dibilang kelas berat. Mereka adalah Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.Sudibyo Alimoeso, MA; Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak-Bappenas Ir. Suharti, MA, Ph.D; dosen Pasca Sarja Universitas Indonesia Diahhadi Setyonaluri, Ph.D, dan nara sumber Lemhannas dr. Tjepy, M.Sc.

Setelah para penyaji menyampaikan paparannya, kami para penanggap utama diberi waktu selama sepuluh menit untuk menanggapi apa yang telah disampaikan oleh para penyaji. Hari itu, selain saya, juga ada tiga penanggap utama lain, yang juga kelas berat dan ahli di bidangnya masing-masing. Mereka adalah Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan-Kemendikbud RI Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd; Dr. Makmuri Sukarno, MA (Peneliti Madya Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia); dan Prof.Dr.Ir. Dadan Umar Daihani, DEA (Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI).

Hari itu, tentu merupakan pengalaman berharga bagi penulis. Sekedar diketahui, Lemhannas RI sejatinya merupakan lembaga think tank negara yang diberi tugas melakukan telaah dan kajian terhadap isu-isu strategis kebangsaan yang bertalian erat dengan ketahanan nasional, termasuk salah satunya aspek demografi atau kependudukan.

FGD hari itu merupakan salah satu tahapan dari pengkajian pengelolaan bonus demografi guna meningkatkan daya saing bangsa dalam ketahanan nasional. Output kajian nantinya berupa rumusan kebijakan terkait pengelolaan bonus demografi dalam bentuk laporan yang bakal diserahkan kepada presiden. Itu artinya, penulis telah berpartisipasi, urun rembuk, dan berkontribusi dalam perumusan kebijakan di negeri ini. Sekali lagi, sungguh pengalaman yang berharga.

Dan, tak bisa dimungkiri, hal itu merupakan buah dari konsistensi (keistiqomahan) dalam menulis tema sosial-ekonomi di Kompasiana. Saat mengantarkan saya menuju ruang Gatot Kaca, tempat FGD dilaksanakan, sang kolonel yang menelpon saya tempo hari mengatakan bahwa ia telah membaca beberapa tulisan saya, yang tayang di Kompasiana. Dari tulisan-tulisan itulah, ia tergerak untuk menghubungi dan meminta kesediaan saya menjadi penanggap utama.

Saya bergabung di Kompasiana sejak tahun 2011. Sejak saat itu, saya konsisten menulis dan menayangkan artikel dengan tema sosial-ekonomi hingga jumlahnya mencapai ratusan artikel. Beberapa di antara artikel tersebut memang mengulas isu-isu aktual ihwal masalah kependudukan dan daya saing bangsa. Tak dinyana, konsistensi tersebut ternyata berbuah manis.

Konsistensi dalam menulis di Kompasiana juga telah mengasah kemampuan saya dalam menulis artikel opini. Hasilnya, penulis berhasil menembus kolom opini Kompas pada tahun 2013, yang kata banyak orang bukan sesuatu yang mudah bagi penulis yang belum punya nama dan jabatan. Selain itu, sejak tahun 2013, puluhan artikel opini  penulis juga telah dimuat di Koran tempo.

[caption id="attachment_402936" align="aligncenter" width="346" caption="Artikel penulis di harian Kompas"]

142639953261783129
142639953261783129
[/caption]

Karena itu, teruslah berbagi lewat tulisan bagi Anda yang senang menulis. Konsistenlah dalam menulis tema-tema tertentu, karena hal itu bakal mengasah kemampuan Anda dalam mengolah kata, dan tentu saja mengembangkan diri Anda menjadi ahli dan dikenal orang.

Abaikanlah jumlah pembaca yang sedikit. Konsistenlah menyajikan tulisan-tulisan bermutu, yang dipersiapkan dengan baik dan serius. Percayalah, tak ada tulisan yang sia-sia jika dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, karena setiap tulisan sejatinya punya segmennya sendiri.

Teruslah menulis, karena hal itu merupakan bukti kalau kita ada (exist) dan berkontribusi bagi masyarakat dan sejarah, seperti kata Pramoedya Ananta Toer (Pram) dalam novelnya, “Rumah Kaca”, yang fenomenal itu: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” (*)

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun