Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenegarawanan JK

17 April 2014   16:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mantan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla (JK) memang tak ada matinya. Usianya memang semakin tua, tapi kiprahnya di kancah politik negeri ini belum juga redup. Ungkapan "Tua-tua keladi, makin tua semakin berisi" barangkali sangat pas untuk menggambarkan sosok JK.

Ihwal pemilihan presiden yang bakal dihelat Juli nanti, nama JK kembali mencuat sebagai calon wakil presiden (cawapres). Ia digadang-gadang bakal mendampingi Jokowi, capres PDI-P yang elektabilitasnya paling moncer menurut sejumlah lembaga survei.

Bak gayung bersambut, JK berulangkali menyatakan kesediaannya bila diminta sebagai cawapres untuk mendampingi Jokowi. "Kalau untuk kepentingan bangsa dan negara, apapun kita harus siap", kata JK bila ditanya tentang kesediaannya maju sebagai cawapres.

Hasrat (baca: barangkali ambisi) JK untuk merasakan kembali manisnya kekuasaan seperti yang ia rasakan pada 2004-2009 memang kasat mata. Hal ini tercermin dari sejumlah manuver politik yang dilakukannya akhir-akhir ini. JK memang piawai menggalang dukungan politik. Kenegarawanan JK pun kembali disoal oleh sejumlah kalangan.

Menurut mereka, sikap JK ini menunjukkan, ia yang telah berumur 72 tahun ini masih haus akan kekuasaan.JK yang sudah sepuh mestinya tak usah lagi ngotot  mengejar kekuasaan, dan sudah sepatutnya memberi kesempatan kepada yang lebih muda.

Orang bilang, setiap era ada pemimpinnya, dan setiap pemimpin ada eranya. Untuk saat ini, banyak yang menganggap era JK sudah lewat. Ia sebaiknya menikmati masa tua sembari menimang cucu, mengurus masjid dan persoalan kemanusiaan. JK yang baik rekam jejaknya, dan sarat pengalaman sebaiknya menempatkan diri pada porsinya yang pas: sebagai negarawan, sebagai guru bangsa.

Memang sulit untuk membaca motif di balik kesediaan JK untuk diusung sebagai cawapres. Boleh jadi, ini memang memberi konfirmasi bahwa JK masih haus akan kekuasaan, sifat yang tak pantas dipunyai oleh seorang negarawan. Atau boleh jadi sebaliknya, ia tulus ingin mendarmabaktikan diri kepada negeri ini dengan berbekal kemampuan dan segudang pengalamannya, yang tentu tak usah diragukan lagi.

Barangkali, motif JK bukan sekedar ingin berkuasa, tapi juga membawa perubahan dan kemajuan bagi negeri ini lewat kekuasaan. Berulangkali ia mengatakan, negara ini punya segala hal untuk maju, sayang belum dimanfaatkan secara optimal.

Barangkali, JK jengah melihat negeri ini yang salah urus. Dan, ia ingin meluruskannya lewat kekuasaan. Dalam soal subsidi BBM, misalnya, JK sangat geregetan dan berulangkali mengkritisi pemerintah yang tidak tegas dalam menaikkan harga BBM. Padahal, anggaran untuk subsidi kian membengkak, menjadikan ruang fiskal semakin terbatas, sehingga pembangunan infrastruktur dan hal-hal penting lainnya terkendala oleh keterbatasan anggaran.

Apapun akhir drama pemilihan presiden di tahun politik ini. Bagi saya, JK tetaplah negarawan dan pantas menjadi guru bangsa. Di tengah krisis kepimimpinan yang melanda negeri ini, kita patut bersyukur masih ada tokoh seperti dia. Tokoh yang telah memberikan banyak hal untuk negeri ini. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun