“Jangan harap kita bermartabat dari rasa kasihan orang lain. Dan jangan harap kita bermartabat dengan memakan beras dari orang lain” (Muhammad Jusuf Kalla, Malang 22 juni 2011).
Potongan kalimat di atas merupakan kutipan dari pidato yang disampaikan oleh mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) dalam dalam acara Dialog Kebangsasaan bertemakan "Refleksi untuk Indonesia yang mandiri dan bermartabat" yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang di Gedung Widyaloka beberapa watu yang lalu.
Bagi mereka yang hanya memuja kesempurnaan bertutur kata, kutipan di atas mungkin biasa-biasa saja. Tapi bagi saya dan Anda, yang sangat mengidamkan agar bangsa ini maju dan berdiri di atas kaki sendiri, kutipan di atas tentu memiliki makna yang cukup kuat.
Semakin kuat setelah akhir-kahir ini Indonesia harus menggelontorkan sebanyak 45 trilliun untuk mengimpor berbagai produk pangan. Bukan hanya beras dan jagung yang diimpor, ubi kayu alias singkong pun diimpor.
Bahkan, garam pun harus kita impor, padahal garis pantai negera ini adalah salah satu yang terpanjang di dunia.
Lewat potongan kalimat di atas, JK ingin menyampaikan kepada kita bahwa bengsa ini punya kemampuan untuk maju dengan kemandirian dan berdiri di atas kaki sendiri. Kita bisa, tanpa harus bergantung pada orang lain (asing), karena kita kaya akan sumberdaya lokal yang seringkali terabaikan.
Kalau dulu saja, kita bisa membangun candi-candi yang megah seperti Borobudur dan membuat perahu layar Phinisi yang begitu gagah mengarungi samudera hingga ke Madagaskar tanpa harus mendatangkan ahli pembuat candi dan kapal layar dari luar negeri, kenapa sekarang kita tidak bisa menjadi bangsa yang mandiri? Mungkin kira-kira seperti itulah salah satu pesan yang ingin disampaikan oleh JK dalam potongan kalimat di atas.
Di ITB untuk kemandirian bangsa
Hari ini, sabtu (20/08/2011), JK disembut gemuruh tepuk tangan sekitar 200 mahasiswa saat tiba di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB). JK hadir untuk memberikan kuliah umum dalam acara yang bertajuk Presidential Lecture di Aula Barat Institut Teknologi Bandung. Beliau menyampaikan ceramahnya yang berjudul "Indonesia 2045, Sudahkan Kita Berdiri Sendiri?".
Diundangnya JK sebagai nara sumber di acara tersebut merupakan bukti pengakuan dari kalangan akademisi kalau JK memang punya kompetensi, khususnya dalam hal isu kemandirian bangsa.
Dan kompetensi JK dalam hal kemandirian bangsa tidak hanya sebatas pada pidato-pidato semata, tetapi telah ditunjukkannya melalui berbagai karya nyata.
JK memang adalah sosok pemimpin efektif seperti yang digambarkan oleh pakar managemen Peter Drucker, yakni beliau bukan pemimpin yang hanya sibuk membangun citra dengan pidato-pidato yang memukau agar disukai, tetapi pemimpin yang dapat menghasilkan hasil kerja nyata.
Pembangunan Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar dan Kuala Namu Medan, yang seratus persen menggunakan tenaga anak bangsa, merupakan sedikit bukti akan hal itu.
Bahkan saat ini, JK sedang menggagas pembangunan proyek monorel di sejumlah kota besar di Inodonesia seperti Makassar dan Bandung, yang dalam pengerjaannya sepenuhnya juga akan menggunakan tenaga anak bangsa.
Anda tentu juga masih ingat dengan kalimat “JK Collection”. Saat sedang berkampanye di sebuah stasiun TV swasta pada pilpres 2009 lalu, di depan para anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia JK dengan spontan membuka sepatunya, kemudian berucap lantang “lihat sepatu saya, JK Collection” yang sekita itu disambut dengan gemuruh tepuk tangan oleh para audient.
Apa yang dilakukan JK saat itu, sangat kontras dengan Menteri Perdagangan Mari Eka Pangestu. Bu Menteri yang saat ini dianggap bertanggung jawab atas masuknnya garam impor yang begitu deras ke Indonesia belakangan ini, beberapa waktu yang lalu menolak untuk mengenakan sepatu buatan lokal dengan alasan takut kakinya lecet.
Pesan yang ingin disampaikan JK, lewat “JK Collection”, sebenarnya sangat jelas, yakni sebagai bangsa kita harus cinta dan bangga terhadap produk dalam negeri. Karena hanya dengan kecintaan terhadap produk dalam negeri, industri kita akan kuat dan maju, serta menjadi tuan di negeri sendiri, bahkan menjadi raja di kancah internasional.
Kita selalu terheran-heran dengan kemajuan Jepang dan Korea Selatan saat ini. Mungkin kita selalu bertanya kenapa Indonesia hingga kini belum mempunyai produk atau brand nasional yang bisa eksis dan kompetitif di pasar internasional (go international).
Semisal Jepang yang begitu digdaya dalam industri otomotif dunia lewat sederet merek seperti Toyota, Honda, Suzuki dan Yamaha atau Korea Selatan yang berjaya dengan Samsung, Nissan dan Hyundai-nya?
Mengapa di pasar internasional, kita hanya dikenal sebagai negera pengekspor bahan mentah (raw material) dan TKI yang seringkali direndahkan dan menjadi objek penyiksaan?
Jawaban dari pertanyaan tersebut sebenarnya sederhana, yakni kebanggaan kita terhadap produk dalam negeri sangat rendah. Padahal, kecintaan dan kebanggaan terhadap produk dalam negeri merupakan salah satu bukti wujud rasa nasionalisme kita−jika memang ada.
Kenyataannya, saat ini, sebagian besar dari kita lebih doyan terhadap segala sesuatu yang berbau impor, karena dalam mindset kita semua yang berbau impor itu selalu lebih bagus.
Menurut Rhenald Kasali, suatu produk/brand akan eksis di pasar internasional─luar negeri─ jika di dalam negeri produk/brand tersebut juga eksis─minimal dihargai.
Itulah yang terjadi pada Jepang dan Korea, semangat nasionalisme yang diwujudkan melalui kecintaan dan kebanggaan mereka terhadap produk dalam negeri begitu kuat.
Konon kabarnya, walaupun bermukim di Amerika, dalam urusan membeli mobil, orang Korea akan berusaha mati-matian untuk mendapatkan mobil buatan Korea meskipun dengan harga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan mobil-mobil produksi Amerika. Sesuatu yang amat kontras jika dibandingkan dengan kebiasaan orang kita.
Tidak usah di luar negeri, di dalam negeri saja orang kita begitu doyan memburu barang impor. Padahal buatan anak bangsa untuk produk yang sama juga ada.
Sebagai bangsa komunal, kita butuh sosok-sosok seperti JK sebagai panutan unutk mewujudkan kemandirian bangsa. Kita berharap semoga dari diskusi yang dilaksanakan di ITB tersebut akan menginspirasi lahirnya JK-JK muda.
Semoga JK dapat menularkan spirit dan pegalamannya dalam hal membangun kemandirian bangsa kepada para generasi muda, sehingga kedepannya bangsa ini bisa berdiri di atas kaki sendiri.
***
Sumber tulisan KOMPAS.Com dan MetroNews
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H