Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hitung Cepat dan Rekapitulasi KPU

20 Juli 2014   21:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:47 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Silang sengkurat hasil hitung cepat (quick count) pemilihan presiden (pilpres) sempat  memanas. Pasalnya, sejumlah kalangan berani mengumbar pernyataan provokatif: bila hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertolak belakang dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, hasil rekapitulasi tersebut patut dipertanyakan (baca: salah). Mana sebetulnya yang harus dijadikan acuan, hasil hitung cepat lembaga survei atau hasil rekapitulasi KPU?

Dalam kegiatan pengumpulan data, ada tiga jenis angka. Pertama, nilai sebenarnya (true value) atau parameter populasi yang terbebas dari unsur kesalahan (galat). Dalam prakteknya, nilai ini seringkali tidak diketahui secara pasti. Hal ini lazim terjadi ketika ukuran populasi sangat besar, sehingga peluang terjadinya kesalahan dalam proses enumerasi (pencacahan) juga semakin besar (Survei Sampling, 1965).

Kedua, nilai populasi (population value) yang diperoleh dari pencacahan lengkap atau sensus. Pencacahan lengkap artinya semua elemen populasi diamati atau dilibatkan dalam proses pencacahan. Kenyataannya, selama proses enumerasi, cacat hampir pasti terjadi. Walhasil, angka populasi—meski sangat mendekati—seringkali berbeda dengan nilai sebenarnya.

Ketiga, nilai estimasi (statistic) atau taksiran. Angka ini diperoleh dari hasil survei yang hanya mengamati sebagian elemen populasi atau sampel. Dengan kata lain, nilai estimasi sejatinya hanyalah taksiran dari nilai sebenarnya, yang dihitung berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel terpilih.

Pada pilpres 9 Juli lalu, bila populasinya adalah tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia, yang jumlahnya mencapai 478.339 TPS, dan data yang hendak dikumpulkan adalah perolehan suara kedua pasangan calon presiden-wakil presiden di setiap TPS, hasil hitung cepat lembaga survei pada dasarnya hanyalah angka estimasi perolehan suara sebenarnya. Angka ini dihitung berdasarkan informasi dari sampel TPS terpilih. Sementara itu, hasil rekapitulasi KPU merupakan angka populasi yang diperoleh dari seluruh TPS.

Secara statistik, angka populasi bakal lebih akurat dibanding angka estimasi. Mengapa? Angka estimasi mengandung dua unsur galat. Pertama, galat pemilihan sampel (sampling error). Besar kecilnya galat ini ditentukan oleh jumlah sampel yang diamati dan metodologi pemilihan sampel yang digunakan. Kedua, galat selain pemilihan sampel (non-sampling error). Galat ini lazimnya terjadi saat proses pengumpulan dan/atau pengolahan data. Sementara itu, angka populasi hanya mengundang satu unsur galat, yakni non-sampling error.

Dengan demikian, hasil rekapitulasi KPU sudah semestinya dijadikan acuan meskipun nantinya bakal bertolak belakang dengan hasil sigi sejumlah lembaga survei. Namun patut dicatat, peluang angka populasi tidak lebih presisi dibanding angka estimasi tetap ada. Dalam konteks pilpres, hasil hitung cepat boleh jadi lebih mendekati nilai sebenarnya ketimbang hasil rekapitulasi KPU, jika selama proses rekapitulasi terjadi kesalahan atau kecurangan yang cukup masif.

Karena itu, proses rekapitulasi suara yang kini tengah berlangsung mesti terus dikawal, agar hasilnya terbebas dari segala bentuk kesalahan dan kecurangan. Pasalnya, angka perolahan suara yang dihasilkan merupakan angka final, yang bakal dijadikan acuan untuk memutuskan siapa pemenang pilpres. (*)

Kadir, bekerja di Badan Pusat Statistik

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun