Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Politisasi BLT!

14 Maret 2012   05:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:04 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat orang yang tengah berdiri di tengah samudera, dengan air sampai ke leher. Sedikit saja gelombang tinggi datang menerjang, orang itu pasti tenggelam, megap-megap tak berdaya. Seperti itulah penggambaran orang miskin di Tiongkok, di masa lampau.

Bagi penduduk miskin negeri ini, yang jumlahnya mencapai 29,89 juta orang pada September 2011 lalu, gelombang itu dipastikan akan datang menerjang pada 1 April nanti. Disusul gelombang inflasi yang bakal memukul telak daya beli mereka. Gelombang lonjakan biaya hidup akibat naiknya harga-harga bahan kebutuhan pokok yang bakal membuat mereka megap-megap tak berdaya dan tenggelam. Karenanya, mereka harus segera diselamatkan. Dan, program unconditional cash transfer (UCT) seperti Bantuan Langsung Tunia (BLT) adalah salah satu caranya.

Karenanya, terlepas benar tidaknya alasan pemerintah di balik kebijakan menaikkan harga BBM dan siapa yang bakal menjadi pahlawan secara politis di mata rakyat jika BLT yang kini berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) itu digulirkan, program UCT semisal BLT, BLSM, atau apapun namanya sejatinya sebuah jalan mulia untuk membantu penduduk miskin yang tengah terpuruk akibat kesulitan hidup yang dengan tiba-tiba datang menerpa. Sebuah jalan emergensi untuk menyelamatkan mereka agar tidak megap-megap oleh sapuan gelombang ekses kenaikan harga BBM.

Saat ini, lupakan dulu bicara soal memberi pancing atau kail, soal memberi modal usaha, atau soal-soal pemberdayaan (empowerement) lainnya. Untuk saat ini, yang dibutuhkan penduduk miskin negeri ini adalah cash transfer agar bisa bertahan hidup dalam beberapa bulan ke depan.

Karenanya, program BLT harus didukung. Kita tentu kecewa dengan sikap sejumlah elite politik belakangan ini yang mencoba menggiring BLT menjadi komoditas politik. Dengan mempersoalkan siapa yang bakal diuntungkan secara politis─terkait pemilihan umum di 2014 nanti─jika BLT digulirkan.

Soal siapa yang bakal menjadi pahlawan di mata ”wong cilik”, saya kira bukan sesuatu yang harus dipersoalkan jika memang yang dikedepankan adalah nasib dan kepentingan rakyat, bukan nasib dan kepentingan partai politik tertentu di 2014 nanti. Saya yakin, rakyat kita tidak bodoh-bodoh amat untuk mengidentifikasi siapa sejatinya yang betul-betul layak disebut pahlawan. Karenanya, jangan politisasi BLT! Gunakanlah nurani ketika berbicara kepentingan orang miskin, jangan semata-semata logika politik yang sayarat kepentingan!

Uji publik data RTS

Salah satu yang harus dihindari dalam penyaluran BLT nantinya adalah kebocoran. Pengalaman lalu-lalu menunjukkan, banyak dana BLT yang salah sasaran. Ditengaria, salah satu penyebabnya adalah data rumah tangga sasaran (RTS) yang kurang akurat. Sebetulnya, terkait hal ini, bisa diatasi jika ada kerjasama yang padu antara aparat desa dan pihak Badan Pusat Statistik (BPS).

Kabarnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida S Alisjahbana, jumlah rumah tangga penerima BLT pada tahun ini mencapai 18,5 juta rumah tangga, yang merupakan 30 persen rumah tangga kelompok ekonomi terbawah hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang dilaksanakan BPS pada 2011 lalu. Rumah tangga penerima BLT nantinya mencakup rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin (Kompas.com, 13/03/2012).

Kabarnya pula, besaran BLT yang akan diterima setiap rumah tangga sebesar Rp.150.000,- per bulan selama sembilan bulan. Penyalurannya melalui kantor pos dan akan dirapel setiap tiga bulan. Dengan demikian, dana BLT yang diterima setiap rumah tangga sebesar Rp450.000,- untuk setiap tiga bulan (Kompas.com, 13/03/2012).

Terkait data RTS, saya kira perlu dilakukan semacam uji publik oleh BPS bersama aparat desa/kecamatan terhadap keakuratan data tersebut. BPS harus terbuka perihal data daftar RTS. Data tersebut sudah harus segera dirilis dan dikoordinasikan dengan aparat desa/kecamatan sebelum BLT disalurkan.

Hal ini dimaksudkan agar rumah tangga yang sebetulnya tidak layak menerima BLT dapat dikeluarkan dari daftar RTS, dan membuka kesempatan bagi rumah tangga yang sebetulnya layak menerima bantuan tapi gagal terjaring saat pendataan sehingga dapat dimasukkan ke dalam daftar RTS. Dengan demikian, terjadinya kebocoran atau salah sasaran seperti yang lalu-lalu dapat diminimalisir. (*)

Data-data dari BPS.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun