Setelah gagal “membujuk” Presiden SBY untuk menaikkan harga BBM dalam pertemuan di Nusa Dua tempo hari, Jokowi harus siap untuk tidak populer di masa awal periode pemerintahannya dengan menaikkan harga BBM.
Seperti diketahui, dampak yang tak bisa dielakkan dari kebijakan menaikkan harga BBM adalah lonjakan inflasi, yang biasanya bakal berujung pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Karena itu, penentuan besaran kenaikan harga BBM harus memperhatikan dampaknya terhadap inflasi, begitupula dengan kompensasi yang bakal diterima masyarakat yang terkena dampak.
Ihwal harga BBM, pemerintahan Jokowi-JK sebetulnya punya momentum untuk menaikkannya—dengan dampak inflasi yang tidak signifikan—pada tahun ini. Dengan catatan, kenaikan tersebut tidak lebih dari 10 persen. Hasil perhitungan memperlihatkan, jika BBM naik sebesar Rp1.000 per liter, dampak inflasi yang terjadi hanya sebesar 0,38 persen. Jadi, kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000-3.000 per liter hanya akan menyumbang tambahan inflasi sebesar 0,76-1,14 persen pada 2014. Dengan demikian, inflasi tahunan masihdi bawah 6 persen.
Namun patut diperhatikan, angka-angka tersebut hanya menggambarkan dampak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Faktanya, dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi juga bekerja secara tidak langsung melalui kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan harga-harga komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Jika dampak tidak langsung ini tidak direspon dengan baik, tambahan inflasi yang terjadi bisa lebih besar.
Bila harga BBM naik sebesar 10 persen pada November tahun ini, akan ada penghematan sekitar Rp10 triliun pada APBN-P 2014. Kenaikan ini juga bakal memberi ruang fiskal bagi pemerintahan Jokowi-JK pada 2015. Dengan demikian, sejumlah program unggulan yang telah dijanjikan saat kampanye bisa langsung direalisasi pada tahun depan. Diketahui, kuota BBM pada 2015 direncanakan sebesar 48 juta kiloliter. Itu artinya, jika harga BBM dinaikkan sebesar Rp2.000-3.000 per liter, bakal ada penghematan sebesar Rp96-138 triliun pada APBN 2015.
Soal kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintahan Jokowi-JK juga tak perlu risau. Pasalnya, selain ada penghematan sebesar Rp10 triliun, dana cadangan resiko sosial yang sebesar Rp5 triliun dalam APBN-P 2014 juga dapat digunakan sebagai dana kompensasi.
Sekedar perbandingan, tahun lalu, pemerintah mengucurkan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar 9,3 triliun kepada 15,5 juta rumah tangga yang terkena dampak kenaikan BBM. Setiap rumah tangga menerima dana kompensasi sebesar Rp150 ribu per bulan, yang diberikan selama empat bulan.
Sayangnya, BLSM ternyata kurang optimal dalam menekan peningkatan kemiskinan pasca naiknya BBM pada Juni 2013. Hal ini tercermin dari lonjakan jumlah penduduk miskin sepanjang Maret-September 2013 yang mencapai 0,48 juta orang. Tampaknya, besaran BLSM yang hanya Rp600 ribu tidak cukup untuk menjaga daya beli penduduk hampir miskin dari gempuran inflasi.Selan itu, kebocoran (leakages) dalam penyaluran BLSM ditengarai juga memberi andil. Karena itu, bila BBM dinaikkan pada tahun ini, besaran kompensasi juga harus dinaikkan dan penyalurannya harus lebih tepat sasaran.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H