Mohon tunggu...
Kadek Wiwin Dwi Wismayanti
Kadek Wiwin Dwi Wismayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dosen

Saya menyukai hal - hal baru dalam hidup. Saya memiliki hobi membaca dan menulis . Saat ini saya sedang mengenyam pendidikan S3 ilmu administrasi di universitas negeri Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pariwisata Bali dalam Kubangan Kapitalisme

2 Juni 2024   19:29 Diperbarui: 2 Juni 2024   19:31 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pulau Bali adalah sentra pariwisata terbesar di Indonesia dan juga dikenal di mata dunia internasional sebagai the last paradise. Daya tarik utama pariwisata di Pulau Bali adalah pariwisata alam dan budaya. Pariwistaa bali meninggalkan perdebatan panjang para pakar pariwisata dan pelaku bisnis berkaitan dengan tujuan pelestarian dan pemberdayaan ekonomi pariwisata budaya dengan manifestasinya. Disisi lain seperti yang diungkapkan peneliti pusat unggulam pariwisata Universita Udayana I Made Sarjana. Ia mengatakan salah satu penyebab pembangunan berlebihan fasilitas pariwisata karena tidak adanya parameter penilaian terkait kebutuhan Bali. Hal ini dapat menjadi peluang dan boomerang bagi daerah.

Sektor pariwisata bali telah  menjadi leading sector pembangunan ekonomi Bali saat ini, ini semata-mata karena keunikan budaya bali itu sendiri yang dijadikan icon oleh para pelaku bisnis pariwisata Bali. Nilai-nilai budaya serta kearifan lokal Bali yang menjadi fondasi penting mulai dilupakan bahkan diabaikan. Konsep pariwisata Pembangunan berkelanjutan hanya sebagai pemanis. Pariwisata bali mulai berorientasi pada hasil ekonomi dan mengesampingkan dampak budaya dan sosial Masyarakat. Pertumbuhan pariwisata yang terlalu berorientasi pada hasil ekonomi semata dapat mengancam kelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Pariwisata bali saat ini hanya melihat berapa jumlah data wisatawan dan berapa uang yang dikeluarkan wisatawan. Ibu Megawati (5/24) membeberkan pariwisata di Bali yang dianggap tidak terkontrol menimbulkan masalah bagi masyarakat lokal. Megawati mendorong perlunya alokasi kuota untuk mengatasi turisme di Bali. Pariwisata bali saat ini terlalu kapitalistik. Jika kita melihat cara pandang konservatisme beranggapan bahwa masalah pariwisata di Bali merupakan dampak yang tak terelakkan dari globalisasi dan modernisasi, yang menggerus nilai-nilai kebudayaan asli orang Bali. Spiritualisme Hindu orang Bali misalnya telah digantikan oleh nilai-nilai dari luar seperti individualisme, hedonisme atau konsumerisme.

Contoh lainnya yaitu masifnya tindakan peralihan lahan-lahan pertanian (subak) menjadi kawasan investasi pariwisata melalui pembangunan infrastruktur seperti hotel, restoran atau vila telah mengancam ketahanan pangan dan budaya pertanian bali yang sudah berlangsung turun-temurun. Selain itu, kasus Reklamasi Teluk Benoa yang diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta yaitu perusahaan Tirta Wahana Bali International [TWBI] milik pengusaha Tomy Winata justru memperlihatkan kenyataan bencana ekologi dan sosial yang disebabkan oleh model kebijakan yang hanya menguntungkan kepentingan para elite dari pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain itu munculnya New Moscow di canggu dan kampung rusia di ubud menunjukan bahwa pariwisata bali mulai kehilangan nilai-nilai lokalnya dan cenderung mengejar pasar wisatawan dengan mengorbankan kearifan lokal. Melihat fenomena pariwisata di bali, bapak mentreri hanya melihat komunitas ini bisa menjadi daya Tarik wisatawan  dan hasil ekonomi tanpa melihat dampat berkelanjutannya. Ini adalah tantangan besar bagi Bali untuk mempertahankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dari sektor pariwisata dan pelestarian budaya serta lingkungan.

Pariwisata bali perlu diremajakan, namun tidak menambah fasilitas pariwisata. Tetapi mengubah mindset bali menjadi pariwisata berkelanjutan. Dimana hasil pariwisata dipergunakan untuk memperbaiki pariwisatan agar berkelanjutan. Pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata harus benar-benar berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian budaya serta lingkungan. Keterlibatan masyarakat lokal dan komunitas adat dalam pengambilan keputusan juga sangat penting untuk memastikan bahwa mereka ikut menikmati manfaat dari pariwisata dan menjaga kearifan lokalnya. Pembangunan infrastruktur dan investasi pariwisata harus dikendalikan dengan ketat agar tidak mengorbankan aset-aset budaya dan lingkungan hidup Bali yang merupakan modal utama pariwisata itu sendiri.

Kadek Wiwin Dwi Wismayanti

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi

FISIP Universitas Jember

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun