Mohon tunggu...
Suksma Kadek
Suksma Kadek Mohon Tunggu... -

Just ordinary girl, penyuka kehijauan, Bali lover

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demo di LN, Jangan Permalukan Negara Sendiri

19 Februari 2016   10:31 Diperbarui: 19 Februari 2016   11:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Demo di AS Sambut Jokowi"][/caption]Beberapa hari yang lalu, Presiden Jokowi ke Amerika Serikat untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-AS (ASEAN-US Summit) di Sunnylands, California, AS. Dalam kunjungan itu, Presiden Jokowi bukan hanya dihadapkan pada agenda utama untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang perdamaian dan kesejahteraan di kawasan ASEAN dan AS saja, tapi juga untuk menyampaikan pidato kunci dalam acara US-ASEAN Business Council (US-ABC) di San Fransisco.

Akan tetapi, bukan hanya disambut oleh para petinggi negara lain dan tuan rumah, Presiden dan rombongan juga disambut segelintir orang yang membawa poster ‘menyuarakan’ beberapa isu yang selalu saja dituduhkan kepada Indonesia. Isu yang diangkat oleh orang-orang itu antara lain isu penghentian pelanggaran HAM di Papua, keadilan bagi korban 1965, isu reklamasi Teluk Benoa, pembantaian kaum Syiah, Ahmadiyah, dan Kristen, isu diskriminasi terhadap kaum LGBT, dan isu Papua Merdeka.

Ada kesamaan yang nampak dalam demo kecil itu. Pertama, secara sepintas bisa terlihat dari model poster yang seragam, dibawa oleh –tampaknya—orang-orang Indonesia yang tinggal di AS (atau jangan-jangan sudah bukan warga negara Indonesia lagi atau bukan orang Indonesia sama sekali). Dari poster-poster yang dibawa itu, hanya poster tolak reklamasi dengan tulisan “Stop Destroying Paradise: Californians Against Reclamation in Benoa Bay- Bali) yang terlihat berbeda karena lebih ‘berwarna’ dan nampak akrab dengan model poster gerakan tolak reklamasi yang ada di tanah air selama ini.

Dari sisi isu sebetulnya, apa yang ‘dituntut’ bukanlah hal yang baru. Isu-isu itu sendiri sudah ditangani oleh pemerintah Indonesia, baik itu di masa Presiden Jokowi maupun presiden-presiden Indonesia sebelumnya. Isu pelanggaran HAM di Papua sudah ditangani dengan serius, tak ada lagi pelanggaran HAM berat di sana dan bahkan pembangunan yang terus digenjot di kawasan paling timur negeri ini. Kekerasan terhadap penganut Syiah, Ahmadiyah, dan Kristen sangat tendensius. Tuduhan diskriminasi terhadap komunitas LGBT terlihat berlebihan karena perlindungan terhadap kaum minoritas jelas tertulis dalam undang-undang. Isu Teluk Benoa yang disebut sebagai ‘penghancuran’ juga berlebihan (seolah Bali akan dihancurkan), dan kelihatan malah tidak paham persoalan. Dan sebagainya.

Masing-masing isu memang masih bisa diperdebatkan. Saya tak ingin masuk dalam perdebatan masing-masing isu itu. Tapi kita bisa melihat bagaimana demo-demo seperti itu selalu saja muncul saat kunjungan presiden (siapapun) ke luar negeri, terutama AS. Isu yang diangkat selalu sama dan selalu memiliki keterkaitan dengan kepentingan negara dimana demo itu dilakukan.

Saat tinggal di AS (meski nggak lama), saya juga pernah diajak untuk ikut demo (lupa demo apa dulu, juga pas ada kunjungan presiden). Saya tanya pada yang ngajak, buat apa demonya, dia bilang, supaya lebih didengar dan dilihat dunia. Setelah saya pelajari, isunya ternyata isu lama yang sebetulnya sudah ditangani dengan baik. Ada kecenderungan teman-teman di luar sana mudah terpengaruh dengan isu yang dimunculkan pemberitaan lokal (sana) yang kadang tak sesuai dengan kondisi sesungguhnya di tanah air. Kadang, ajakan demo itu juga berasal dari kelompok-kelompok yang seringkali tak diketahui tujuan sesungguhnya.

Kadang, ketika tinggal di luar, jauh dari kampung halaman, kita (saya sih) sering merasa kangen kampung dan mendadak jadi penuh perhatian. Ajakan demo kadang menarik, apalagi yang isunya juga sesuai dengan hati nurani kita. Tapi, mempelajari isu itu terlebih dulu menjadi penting, jangan-jangan apa yang terdengar tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Jangan-jangan isu yang akan diangkat sudah ditunggangi kepentingan kelompok atau pihak tertentu, sehingga pada akhirnya kita hanya diperalat atau dimanfaatkan. Dan seterusnya.

Pada akhirnya, saya sendiri selalu menimbang, apakah ketika isu itu diangkat dalam demo di depan pemimpin negara yang sedang berkunjung akan membuahkan hasil? Jangan-jangan, demo yang kita lakukan hanyalah makin mempersulit penanganan (karena muncul tekanan dari pihak asing dengan agendanya masing-masing). Atau, jangan-jangan, aksi itu hanya bertujuan untuk mempermalukan pemimpin negara, atau yang lebih parah mempermalukan negara kita sendiri, seolah kita adalah negara yang penuh dengan masalah atau negara yang tak bisa menyelesaikan masalah….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun