Rencana Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menyatukan dua BUMN besar Indonesia, PT PLN (Persero) dengan PT Pertamina (Persero) lewat akuisisi 50% saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) adalah sebuah rencana yang tidak realistis.
Menteri BUMN memberikan instruksi bagi PLN untuk membeli 50% saham anak perusahaan Pertamina yang bergerak dibidang pengelolaan energi atau uap panas Bumi. Hal ini dilakukan karena selama ini kedua BUMN tersebut sering terlibat perdebatan harga uap panas Bumi yang dijual oleh Pertamina. Idealnya, akuisisi PGE akan membuat perusahan ini berubah nama menjadi PLN Pertamina Geothermal. Kedua BUMN akan berbagi tugas dalam pengadaan uap panas Bumi. Pertamina akan melakukan pengeboran dan PLN menjual listrik yang dihasilkan oleh uap panas Bumi hasil pengeboran.
Namun pada kenyataannya, visi besar Menteri Rini Soemarno tidak mudah untuk direalisasikan.
PLN saat ini masih memiliki banyak tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, antara lain adalah tugas dari pemerintah untuk membangun pembangkit serta jaringan transmisi listrik. Proyek listrik 35 ribu megawatt yang diresmikan Juli 2016 lalu berisikan amanat dari pemerintah pusat bagi PLN untuk menciptakan kedaulatan energi dan menjawab kebutuhan energi rakyat Indonesia.Â
Per-10 Agustus lalu, PLN mengaku baru dapat mewujudkan 0.55% dari target 35 ribu megawatt, yaitu sebesar 195 megawatt. Padahal proyek ini ditergetkan rampung dalam tiga tahun, yaitu pada tahun 2019. Tugas sebesar ini tidak seharusnya diganggu gugat dengan rencana bisnis lain seperti akuisisi PGE yang belum terlalu mendesak.
Mega proyek listrik sebesar 35 ribu mega watt yang saat ini ditangani PLN juga sudah memakan biaya sebesar US$72,94 miliar sendiri. Untuk mewujudkan proyek ini, PLN harus meminta pinjaman dari berbagai bank dalam dan luar negeri. Inilah yang membuat akuisisi PGE seharusnya tidak menjadi prioritas mengingat besarnya tanggung jawab dan hutang PLN saat ini. Penambahan tanggung jawab dari akuisisi PGE hanya akan menghamburkan dana dan justru membuat PLN tidak fokus dengan tanggung jawab utama mereka.
Kondisi ini membuat rencana Rini untuk mengawinkan kedua BUMN ini menjadi sebuah rencana yang utopis. Memang ada baiknya apabila Pertamina dan PLN dapat bekerja sama untuk melayani masyarakat namun apa daya apabila kondisi pihak-pihak terkait belum siap. Apabila dipaksakan, justru akan menambah masalah karena membuat PLN kewalahan dan Pertamina tidak dapat berfungsi secara maksimal karena harus melakukan penyesuaian dengan pihak baru.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H