Isu akuisisi Pertamina Geothermal Energy (PGE) oleh PT PLN adalah sebuah perbincangan hangat di dunia BUMN. Anak perusahaan pertamina yang bergerak di bidang eksplorasi energi geothermal atau panas bumi di Indonesia ini rencananya akan diakuisisi setengahnya oleh PLN demi menjadi pembangkit listrik alternatif di Indonesia.
Dalam sebuah artikel yang saya temukan, salah seorang karyawan Pertamina, Edwin Hidayat Abdullah, menyatakan dukungannya terhadap rencana akuisisi PGE oleh PLN. Selaku Wakil Komisaris Utama Pertamina yang merangkap menjadi Deputi Bidang Usaha Negeri, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin menyatakan bahwa proses akuisisi ini sudah mulai memasuki tahap kajian. Ia merasa akuisisi PGE oleh PLN akan menjadi sebuah perwujudan sinergi antara dua BUMN besar di Indonesia. Mantan karyawan PT Bumi Serpong Damai Tbk dan PT Sinarmas Tbk ini memproyeksikan akuisisi PGE oleh PLN dapat membantu pencapaian target nasional Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebesar 7.000 megawatt (MW) di tahun 2025 mendatang.
Namun kemudian muncul pertanyaan di benak saya, benarkan ini sebuah langkah yang tepat? Setahu saya, PLN sedang dalam posisi 'sakit' karena banyaknya hutan yang dimilikinya. Pengelolaan energi baru tentunya memerlukan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Apakah benar PLN sudah siap menerima tanggung jawab ini?
Sekretaris Perusahaan Pertamina, Wisnuntoro, menyuarakan keraguannya akan rencana akuisisi PGE oleh PLN. Ia menyatakan bahwa pengelolaan PGE dan energi panas bumi tak bisa dilakukan dengan main-main dan perlu dikaji efeknya bagi kemajuan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Sedangkan rekan sejawat Wisnuntoro dan Edwin, Wianda Pusponegoto selaku VP Corporate Communication Pertamina, malah meminta PLN untuk membuktikan kemampuan, profesionalisme, pendanaan dan komitmen mereka terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh dengan rencana akuisisi PGE.
Lalu bagaimana dengan kata ahli?
Jika kita lihat, penolakan serupa terhadap ide akuisisi PGE juga dilontarkan oleh beberapa pakar dari berbagai bidang. Dalam artikel yang mengutip ahli panas bumi dari Universitas Indonesia, Yunus Daud, ia berpendapat bahwa PLN seharusnya berfokus saja pada sektor hilir yang lebih berhubungan dengan pembangkitan, transmisi, serta distribusi daripada di sektor hulu panas bumi yang berhubungan banyak dengan kegiatan eksplorasi.
Saya juga sudah melihat beberapa anggota DPR mulai berbicara. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra, Hari Purnomo, menyatakan bahwa rencana akuisisi PGE ini harus benar-benar dikaji ulang mengingat pengalaman kegagalan PT Geo Dipa, anak perusahana PLN yang mengurusi sektor panas bumi.
Mengapa terburu-buru?
Dukungan dari Edwin dapat dibilang cukup mengejutkan, melihat pendapat ahli dan rekannya sendiri di Pertamina yang masih meragukan rencana akuisisi PGE. Setahu saya, selain Edwin, belum ada lagi bagian dari Pertamina yang menyatakan dukungan mereka kepada rencana ini, Melihat rekam jejak yang ada, bukankah Pertamina, perusahaan Edwin sendiri memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengelola energi panas bumi di negeri ini?
Pengembangan sektor panas bumi sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan itu tidak mudah dan tak bisa dilakukan dengan main-main. Semua rencana berhubungan dengan proyek panas bumi, termasuk rencana akuisisi PGE oleh PLN saya kira terus dikaji ulang lebih dalam.
Sumber: 1| 2| 3| 4| 5|Â 6|Â 7|