Mohon tunggu...
Kadek RianSaputra
Kadek RianSaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Hai! saya adalah salah satu mahahsiswa dari Universitas Pendidikan Ganesha, memiliki hobi menggambar dan menonton anime.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjelajah Tradisi dan Kehangatan Desa Ngadas: Wisata Budaya di Tengah Keindahan Bromo dan Semeru Gunung

3 Juni 2024   10:52 Diperbarui: 3 Juni 2024   11:06 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Tim Modnus GAJAYANA

Desa Ngadas adalah permata wisata yang terletak di antara Gunung Bromo dan Gunung Semeru, dihuni oleh masyarakat Suku Tengger yang memegang teguh tradisi leluhur. Pada 21 April 2024, Desa Ngadas akan menjadi tuan rumah bagi acara talkshow inspiratif yang diadakan oleh Kelompok Modul Nusantara Gajayana PMM 4 UM. Acara ini menghadirkan dua tokoh penting: Pak Mujianto Mugiraharjo, Kepala Desa sekaligus Kepala Adat, dan Pak Sutomo, yang dikenal sebagai Mbah Dukun Desa Ngadas.
Nama Desa Ngadas berasal dari banyaknya tumbuhan adas yang dahulu tumbuh subur sebelum daerah ini menjadi permukiman. Tumbuhan adas ini digunakan sebagai jamu dan bumbu masakan oleh penduduk setempat.

Desa ini memiliki tiga tempat ibadah utama: vihara, pura, dan masjid. Mayoritas penduduknya beragama Buddha, dengan satu keluarga beragama Kristen. Pendidikan formal di Ngadas hanya tersedia hingga tingkat SMP, sehingga siswa yang ingin melanjutkan ke SMA harus pergi ke Tumpang.

Desa Ngadas dikenal dengan berbagai upacara adatnya. Upacara Karo merayakan tahun baru masyarakat Tengger, sedangkan upacara Unan-Unan yang diadakan setiap lima tahun bertujuan untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan. Ada juga budaya pete'an, kontrol tiga bulanan pada wanita untuk mencegah kehamilan di luar nikah, yang dipercaya jika dilanggar dapat membawa wabah penyakit di desa.

Penduduk Desa Ngadas memakai pakaian adat yang khas, terutama kain tenun goyor. Sarung memiliki makna filosofis yang mendalam, digunakan sebagai panduan hidup agar tidak tersesat. Cara mengenakan sarung juga unik; diselempangkan di bahu. Bagi wanita, posisi ujung sarung menandakan status pernikahan mereka---di bahu kanan untuk yang belum menikah dan di depan untuk yang sudah menikah.

Pak Muji, Kepala Desa, mengatakan, "Masyarakat Tengger biasanya selalu mengenakan sarung ke mana pun mereka pergi, dan jika tidak memakainya rasanya ada yang kurang." Selain sebagai identitas, sarung berfungsi untuk menghangatkan tubuh dan dikenakan sebagai selendang di acara pernikahan.

Pakaian adat Desa Ngadas juga dilengkapi dengan udeng, atau ikat kepala, sebagai simbol pengendalian diri. Segitiga pada udeng melambangkan kejujuran, sementara tali angsul berbentuk tunas kelapa melambangkan harapan bahwa adat istiadat di Desa Ngadas akan terus dilestarikan oleh generasi muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun