Seperti pertanyaan diatas “upacara ngaben terkesan boros” itu tidak benar karena dalam menjalankan upacara yadnya terdapat kwantitasnya dan dibagi menjadi tiga yaitu
1.Nista
2.Madya
3.Utama
Menurut kuantitas kita dapat memilih tingkat yang Nista pada bagian nistaning nista dan bukan berarti rendahan, murahan, serta hina namun yang dimaksud adalah nista sane mautama, kecil tapi tidak mengurangi makna dari upacara tersebut. Kita ambil contoh "Ibu Luh Gede akan melaksanakan upacara pengabenan Ayahnya, sedang Ibu Luh Gede adalah orang yang tidak mampu, namun karena omongan tetangga yang melebih-lebihkan tentang pengabenan, "jika upacaranya kecil maka roh bapaknya tidak akan terima di sisi Tuhan dan akan mendapat Neraka" lalu Ibu Luh Gede pun tersugesti dan akhirnya meminjam uang di LPD sebesar 50jt untuk membiayai upacara pengabenan Ayahnya, namun setelah itu Ibu Luh Gede terlilit tagihan LPD, niat ingin membayar Rna atau hutang anak kepada orang tua, malah berujung membuat hutang baru." Maka dari itu perlu adanya pemahaman tentang ajaran Agama agar kedepannya umat tidak tersesat dan menganggap bahwa beryadnya itu harus, besar dan megah yang ujung-ujungnya membuat Sang Yajaman (pelaksanaan Yadnya) menderita dari sinilah orang-orang menganggap bahwa pengabenan itu sangat boros, selain kurangnya pemahaman banyak juga dari Sulinggih (pendeta) yang habis muput upacara Yadnya sehabis dapat sesari langsung budal (pulang) dan tidak memberikan pencerahan setidaknya sedikit Dharma wacana makna dari upacara yang beliau pimpin. Selain itu ada saja cemo'oh dari umat kepada sang Sadaka (Sulinggih) sebab itu pula yang menyebabkan beliau jarang Berdharma wacana namun yang namanya Sulinggih adalah orang yang sudah diberikan tempat terbaik "su" artinya baik "linggih" artinya tempat atau kedudukan, sudah barang pasti untuk menjadi seorang Sulinggih sangat sulit dan harus melewati beberapa tahapan dari Brahmacari (belajar) Grahasta (berumahtangga) lalu Bhiksuka (Penyucian diri) sudah pasti apa yang beliau sampaikan kepada umat berdasarkan sumber sastra yang kebenarannya diakui.
Kembali ke Ngaben. Apakah ngaben itu perlu dilakukan ? Jawabnya adalah Perlu dan Harus sebab kita selaku umat Hindu Bali sendiri mempercayai bahwa upacara pengabenan adalah upacara yang tepat untuk menghantarkan roh orang yang telah meninggal ke alam sunia, dan upacara pengabenan juga bertujuan untuk menyatukan stula sarira (badan kasar) orang yang telah meninggal ke unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi dari tanah kembali ke tanah, Apah dari air kembali ke air, Teja dari api kembali ke api, Bayu dari udara kembali ke udara dan Akasa yaitu dari angkasa kembali ke angkasa. Selain itu upacara pengabenan juga bermakna sebagai upacara membayar hutang atau rna. Dari semenjak manusia lahir ia sudah di bekali dengan yang namanya Tri Rna yaitu tiga hutang yang wajib dibayar dan menjadi cikal-bakal terciptanya Panca Yadnya yang meliputi :
1. Dewa Rna melahirkan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
2. Rsi Rna melahirkan Rsi Yadnya.
3. Manusa Rna melahirkan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya.
Maka dari itu pengabenan itu wajib dilakukan bagi umat Hindu Bali guna membayar hutang kepada Ida Sanghyang Widhi dan Leluhur selain itu upacara ini adalah wujud sradha bhati kita kepada-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H