Mohon tunggu...
I Gusti Agung Ayu Kade Galuh
I Gusti Agung Ayu Kade Galuh Mohon Tunggu... -

belajar menulis.. berusaha menuangkan ide dalam sebuah tulisan kritis, logis, dan bersolusi. \r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jurnalisme Warga Mampu Bertahan

28 April 2011   00:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13039581691762389564

[caption id="attachment_105606" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Di era media baru ini, wacana : kita semua adalah reporter sekarang, sudah terwujud. Terlebih lagi komunikasi sedemikian mudahnya dilakukan secara instant. Telepon genggam tidak lagi sebatas digunakan sebagai alat komunikasi, namun bisa berubah menjadi kamera foto sekaligus kamera video. Pada akhirnya, transfer kekuatan informasi dari organisasi berita kepada warga sudah seharusnya dikonsolidasikan. Pemberitaan online menjadi suatu kolaborasi atara jurnalis suatu institusi pers dengan jurnalis warga. Konsekuensinya, batas diantara komunitas lokal dan virtual menjadi buram.

Jurnalisme warga seringkali diragukan kredibilitasnya karena kebiasaan penulis melakukan ‘web-online stories’. Artinya, penulis biasa menceritakan suatu peristiwa berdasarkan pengalaman dan dibumbui sisi emosial yang berlebihan. Gaya penulisan seperti ini seringkali dijumpai pada blog pribadi. Belum lagi, etika jurnalistik terkadang diabaikan karena lebih mengedepankan sisi emosional dan human interest. Misalnya, pengambilan video amatir ketika terjadi kerusuhan atau bencana alam. Seringkali gambar ceceran darah atau potongan mayat disorot secara vulgar padahal gambar itu tidak layak dipertontonkan secara luas. Kedua hal ini menjadi isu utama yang membiaskan sisi jurnalistik yang diusung oleh jurnalisme warga. Lantas, mampukah jurnalisme warga tetap bertahan sekaligus meningkatkan kualitasnya?

Belajar dari pengalaman BBC (Allan, 2006:148), jurnalis warga justru berperan penting sebagai informan langsung kepada para wartawan. Wartawan biasanya mengetahui adanya suatu peristiwa pertama kali justru dari masyarakat di sekitar tempat peristiwa. “Warga saat itu mengirimi kami banyak foto di setiap detik sebelum kami mengetahui adanya ledakan bom,” ujar Helen Boaden, direktur pemberitaan BBC. Beberapa jam berikutnya, BBC menerima lebih dari 1000 gambar, 20 buah video amatir, 4000 teks pesan dan sekitar 20.000 email. Meskipun beberapa diantaranya hanya sekedar komentar umum, tetapi sebagian lainnya adalah para warga yang selalu memberikan informasi kepada BBC jika ada suatu peristiwa. Bagi orang-orang tersebut, programmer akan selalu menjaga hubungan dengan mereka dan mengandalkannya sebagai kontributor.

Oleh karena itu, diperlukan peran situs berita online untuk terus memancing partisipasi warga melakukan reportase sebagai salah satu upaya menjaga eksistensi jurnalisme warga. Pertama, menyediakan halaman khusus dan mebiarkan pengguna secara bebas mengirimkannya. Kedua, meminta respon dari warga mengenai suatu peristiwa tertentu berupa tulisan pengalaman pribadi disertai foto bila ada, lantas mengirimkannya sesuai syarat yang diminta administrator. Apakah tulisan akan di-publishatau tidak akan sangat bergantung pada keputusan administrator.

Peningkatan kualitas jurnalisme warga

Warga yang gemar menuliskan suatu isu atau topik yang sedang hangat diperbincangkan dapat bergabung di redaksi-online seperti kompasiana.com supaya artikel yang di upload dapat dibaca masyarakat dan dikritik. Tentu saja, kritikan yang membangun demi tercipta jurnalisme warga yang berkualitas. Hal ini juga mencegah jurnalisme warga yang 'Bigos' (Biang Gosip), artinya hanya menyimpulkan sebuah berita berdasarkan pemikiran sendiri dan pembaca ikut terpengaruh dengan berita yang kebenarannya belum terbuktikan. Secara tidak langsung, warga yang bergabung redaksi-online ikut belajar untuk mengumpulkan kebenaran-kebenaran layaknya seorang detektif sebelum mengambil kesimpulan sepihak.

Perlunya adanya pendidikan dan pelatihan bagi jurnalisme warga untuk memfungsikan media dengan baik sebagai tempat mengungkapkan ide, pikiran, atau kreativitas mereka. Dengan adanya kesempatan pendidikan dan pelatihan tersebut bisa memberikan motivasi yang mendorong untuk menghasilkan karya yang baik dan keikutsertaan peran aktif mereka. Jurnalisme warga di Indonesia terkadang masih ada saja yang “nakal” melakukan sistem copy-paste. Oleh karena itu diperlukannya kesadaran diri dan hati nurani yang baik bagi seorang jurnalisme warga untuk tidak melakukan plagiarisme, dimana memposisikan diri apabila bila produk beritanya di plagiat oleh orang lain. Hal ini akan lebih efektif jika ditunjang dengan pendidikan dan pelatihan yang sebelumnya sudah didapatkan.

Disamping itu, perlu adanya proses editing yang dilakukan pihak media tersebut jika ingin menampilkan suatu hasil karya jurnalistik warga sehingga menghasilkan produk yang objektif dan layak untuk dibaca. Faktanya, meskipun terdapat editor, berita yang dibuat oleh jurnalisme warga kadang tetap ditayangkan meskipun itu tidak etis. Misalnya saja dalam bencana tsunami Aceh. Kebanyakan jurnalis warga mengambil gambar berupa banyknya mayat yang terapung, atau potongan tangan diantara reruntuhan rumah. Hal ini memang menyulut emosi bagi siapa saja yang melihatnya. Akan tetapi sangat tidak etis jika disebarkan secara luas bagi kepentingan umum. Jurnalisme warga terkadang terlalu mengedepankan pandangan dan emosi pribadi sang jurnalis, sayangnya hal ini justru dimanfaatkan oleh para editor profesional demi meningkatnya rating program mereka meskipun harus mengabaikan kode etik jurnalistik.

Oleh karena itu, setiap elemen media perlu dan harus mengarahkan jurnalisme warga agar menghasilkan produk- produk berita yang objektif, tidak mengandung SARA, dan tidak plagiarisme. Akhirnya, karya jurnalisme warga tidak lagi diragukan kredibilitasnya dan mampu bertahan berkolaborasi bersama jurnalis media untuk mencari berita demi kepentingan umum.

Referensi:

Allan, Stuart. 2006.Online News Journalism and the Internet. New York : Open University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun