Mohon tunggu...
Kacung Kampret
Kacung Kampret Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Terus menerus mencari kebenaran dan berusaha untuk tetap obyektif. Saya ter-verifikasi. Nama dan identitas ada pada Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Media Massa Koran Saudi Okaz Memotret Pengiriman TKW dari Indonesia (Bagian 1): 1000 Makelar Mendominasi 3 Juta TKW Indonesia

23 November 2011   10:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:18 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PRAKATA:

Sekitar satu minggu yang lalu, pertengahan bulan November 2011 saya bertamu ke rumah salah seorang kawan WNI mukimin di daerah Ummul Hammam, Riyadh, sekedar untuk bersilaturrahim dengan dirinya dan keluarganya yang baru saja menunaikan ibadah haji. Saya menyampaikan ucapan selamat telah menunaikan rukun haji yang ke-5, semoga mabrur dan mendapat limpahan berkah dari Allah SWT.

Obrolan berlangsung dengan santai sambil menonton TV siaran Indonesia yang ditangkap dari satelit, menikmati hidangan kopi dan camilan yang dibuat oleh istrinya. Di ruang tamu tersebut terdapat banyak tumpukan majalah dan koran baik berbahasa arab maupun Indonesia. Saat kami tengah ngobrol seru “ngalor-ngidul” tentang pemberitaan yang gencar di media massa cetak / koran setempat tentang akan dibukanya moratorium oleh Indonesia pada akhir Desember 2011 dan kemungkinan masuknya TKW ke Saudi paling cepat awal 2012 nanti, tiba – tiba teman saya bercerita bahwa dirinya teringat pernah membaca semacam liputan bersambung yang dilakukan oleh sebuah koran berbahasa arab bernama OKAZ tentang seluk beluk TKW di Indonesia dan bagaimana pandangan masyarakat Saudi terhadap mereka. Menarik!

Saya katakan bahwa sampai saat ini setahu saya Pemerintah Indonesia masih belum membuka keran ekspor / pengiriman TKW ke Arab Saudi. Saya sendiri penasaran tentang cerita kawan tersebut tentang bagaimana media massa Arab Saudi mem-frame atau melihat kondisi pengiriman TKW dari Indonesia. Dia menunjukkan semacam kliping tentang liputan berseri OKAZ tersebut yang sebenarnya bisa juga di akses di website resmi koran tersebut. Liputan koran OKAZ tersebut terbit di awal bulan Juli 2011, masih belum terlalu lama, bukan.

Karena saat itu tulisan masih dalam bentuk bahasa arab gundul, dan terus terang saya geragapan kalo harus menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, maka saya meminta tolong dirinya untuk menterjemahkannya. Dia menyanggupi untuk menyusunnya dan saya menyanggupi untuk memuatnya di blog Kompasiana saya. Sebagai bahan informasi (yang mungkin bisa dibenarkan maupun di sanggah oleh para Kompasianer yang bermukim di jazirah arab) OKAZ itu kalau menurut saya semacam JAWA POS kalau di Indonesia. Dia terbit dari Jeddah, memiliki terbitan berbahasa Inggris bernama Saudi Gazette dengan oplah yang cukup besar dan iklan yang menarik.

Saya hanya ingin men-share informasi yang ada di koran setempat itu, ingin memperlihatkan sisi lain pemberitaan tentang TKW dilihat dari kacamata liputan seorang wartawan dan media massa Saudi. Ingin memperlihatkan kepada warga Kompasianer tentang bagaimana Saudi melihat pengiriman TKW dari Indonesia (dan kasus – kasus yang marak sebagai ekses-nya) sebagai bahan perbandingan dengan pemberitaan dari media massa Indonesia tentang kondisi TKW di Arab Saudi. Tidak ada maksud saya untuk menyebarluaskan kebencian, toh tulisan ini pernah dimuat di harian lokal setempat yang dibaca ratusan ribu warga Saudi. Meskipun kebebasan pers-nya berbeda kadar keterbukaanya dengan di Indonesia, artinya tulisan tersebut sudah “lulus sensor” pemerintah Saudi.

Hal ini justru saya lakukan untuk meng-cover both side story baik dari Indonesia maupun Arab Saudi. Kalau memang apa yang ditulis oleh koran Saudi ini ada benarnya, dan kita anggap sebagai kritik yang membangun, ya mari kita perbaiki bersama – sama mekanisme pengiriman TKW ke Saudi.

Kalau yang ditulis ini ada banyak kesalahannya karena perbedaan persepsi beragama, berbudaya dan sudut pandang masyarakat suatu bangsa melihat suatu permasalahan (seperti misalnya masalah sihir) ya mari kita berikan penyadaran guna mendapatkan pengertian bersama. Mari kita dudukkan permasalahan pada tempatnya.

Jika memang banyak yang tidak benarnya, dan jurang perbedaan itu sudah sedemikian tajamnya menganga, dan mungkin sudah tidak mampu untuk diperbaiki lagi, mungkin sudah saatnya kita mengambil opsi / sikap untuk menghentikan sama sekali pengiriman TKW itu untuk selamanya, biarkan obyektifitas kita dan para Kompasianer lah yang menilainya. Toh kita sudah sama – sama dewasa untuk dapat mencerna setiap informasi yang ada.

Kalaupun pernah ada Kompasianer yang sudah pernah menerjemahkannya dan mem-postingnya di Kompasiana bulan Juli 2011 yang lalu, saya meminta maaf. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk meng-copy paste / atau mem-plagiat / me-repost tulisan yang pernah ada sebelumnya. Terjemahan ini akan saya posting secara bersambung sebanyak 4 kali sesuai dengan postingan aslinya. Selamat menikmati !!!

SERI (1)

“OKAZ” MEMBUKA BERKAS KABURNYA TENAGA KERJA RUMAH TANGGA INDONESIA

DARI JAKARTA KE ARAB SAUDI

1000 MAKELAR MENDOMINASI 3 JUTA TKW INDONESIA

Hasil investigasi Hamdan Al Harbi :

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TENAGA KERJA RUMAH TANGGA INDONESIA … KABUR DAN TRANSFER BESAR


  • JUMLAH TENAGA KERJA INDONESIA SELURUHNYA 3 JUTA
  • RATA-RATA GAJI TENAGA KERJA RUMAH TANGGA DI INDONESIA US$ 75.-
  • RATA-RATA GAJI TENAGA KERJA/ TENAGA KERJA RUMAH TANGGA DI KSA US$ 293
  • RATA-RATA TRANSFER UANG PER BULAN SAR 3,3 MILYAR (US$ 880 JUTA)
  • JUMLAH TRANSFER UANG PER TAHUN SAR 39,6 MILYAR (US$ 10,48 MILYAR)
  • RATA-RATA PENDAPATAN PERORANGAN US$ 3 RIBU/ TAHUN
  • TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA 12%
  • JUMLAH PENDUDUK SEKITAR 240 JUTA

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TENAGA KERJA RUMAH TANGGA BERDASARKAN STATISTIK SEMI-RESMI MERUPAKAN 15 PERSEN DARI TOTAL TENAGA KERJA ASING YANG BEKERJA DI ARAB SAUDI YANG DIPERKIRAKAN BERJUMLAH 9 JUTA ORANG, NAMUN STATISTIK TIDAK RESMI MEMPERKIRAKAN JAUH LEBIH BANYAK DARI JUMLAH TERSEBUT, DAN TENAGA KERJA INI MERUPAKAN TENAGA KERJA YANG PALING BANYAK MELEKAT PADA WARGA DAN PALING BANYAK PENGARUHNYA DI DALAM RUMAH TANGGA ARAB SAUDI. HANYA SEDIKIT DAERAH DI ARAB SAUDI YANG TIDAK TERDAPAT TENAGA KERJA RUMAH TANGGA, BAIK PEMBANTU RUMAH TANGGA ATAU SOPIR DARI BERBAGAI NEGARA. MESKIPUN TENAGA KERJA INI PROSENTASINYA KECIL, NAMUN PERSOALAN DAN PERMASALAHAN TENAGA KERJA INI PALING BANYAK MUNCUL DI PERMUKAAN, TERUTAMA YANG TERBESAR ADALAH MASALAH KABURNYA TENAGA KERJA.

Menurut pihak yang berwenang, jumlah laporan kaburnya tenaga kerja Indonesia dalam tahun 1430H. (29 Des.2008 - 17 Des. 2009) lebih dari 56 ribu kasus, yang menimbulkan kerugian bagi rumah tangga-rumah tangga Arab Saudi sebesar SAR 420 Juta. Tahun 1431H. (18 Des. 2009 – 06 Des. 2010) jumlah itu menurun menjadi 10 ribu kasus, mengingat menurunnya jumlah perekrutan tenaga kerja dari Indonesia. Tenaga kerja Philippina menduduki peringkat kedua dari jumlah mereka yang kabur, sedang tenaga kerja Afrika dalam berbagai kewarganegaraan mereka menduduki peringkat ketiga, dan yang terbanyak dari Ethiopia. Adapun yang paling sedikit kabur adalah mereka yang datang dari Asia Selatan; Nepal, India, Vietnam karena jumlah tenaga kerja wanitanya sedikit, dan sebagian besar tenaga kerja mereka adalah lelaki.

“Okaz” membuka berkas kaburnya tenaga kerja wanita dengan segala persoalannya, apa yang menyebabkannya kabur? bagaimana kabur direncanakan? bagaimana ia bekerja setelah kabur dan dimana bekerja? dimana ia tinggal dan bagaimana menjalani masa liburan?

Dalam mengemukakan masalah ini, kami berupaya untuk mengumpulkan sesuatu meskipun sedikit, dengan memasuki dunia kabur dan mengamati pengaruhnya dari berbagai aspek ekonomi, keamanan, sosial dan kejiwaan, mulai dari negara pengirim sampai tiba di Arab Saudi, dan cerita bersambung mengenai kabur dan dampaknya. Oleh karena jumlah tenaga kerja Indonesia merupakan yang terbesar, termasuk kasus kabur mereka, maka kami memulai dari tenaga kerja ini.

TENAGA KERJA BURUK

Bermula dari Jakarta, dimana Farid Syihabudin, pemilik PJTKIS, perusahaan yang mengirim tenaga kerja ke Arab Saudi menyatakan : “kami bekerja dalam profesi ini  sejak awal 80-an, dengan demikian kami bekerja dalam profesi ini sejak lebih dari 30 tahun dan kami tidak mengalami persoalan apapun sampai pertengahan 90-an, saat beberapa negara memasuki pasaran tenaga kerja rumah tangga Indonesia seperti Jepang, Singapura, Korea dan Hongkong. Negara-negara ini memberi iming-iming kepada tenaga kerja berkualitas bagus untuk bekerja di negara-negara tersebut, terutama tenaga kerja yang berpendidikan baik. Pada periode tersebut tenaga kerja banyak tersedia dan mengharapkan untuk dapat bekerja di Arab Saudi karena pertimbangan agama dan materi, disamping jumlah PJTKIS saat itu terbatas dan terorganisir di bawah satu asosiasi dan kami tidak membutuhkan perantara untuk mencari tenaga kerja di pedesaan, karena tenaga kerja datang sendiri ke kantor-kantor PJTKIS bersama wali mereka karena sebagian besar mereka berada di kota-kota. Kondisi seperti ini berlangsung sampai pertengahan 90-an, saat persediaan tenaga kerja berkurang dan mulai banyaknya asosiasi pengirim tenaga kerja, sehingga tidak adanya ketentuan lagi bagi kantor PJTKIS yang berada di bawah suatu asosiasi, karena bisa berpindah ke asosiasi lain, hal mana menyebabkan mereka yang tidak disiplin dapat mengirim tenaga kerja buruk ke Arab Saudi yang merusak nama baik tenaga kerja Indonesia.

TAHUN 2000 AWAL KERAKUSAN

Di pihak lain, Zainuddin Bafaqih, pemilik perusahaan PJTKIS mengatakan bahwa transaksi buruk dari pihak Indonesia mulai nampak dengan jelas sejak tahun 2000, dimana para perantara perekrutan di Indonesia melakukan praktek pemerasan uang terhadap kantor-kantor PJTKAS di Arab Saudi dengan meminta komisi yang tinggi sebagai imbalan mereka mencari tenaga kerja rumah tangga dari pedesaan dan daerah terpencil ke PT-PT dan mereka berperan sebagai perantara antara keluarga tenaga kerja dan PT, hal mana dapat mereka gunakan untuk menaikkan harga dalam jumlah besar dan bahkan berlebihan.

Menurut Bafaqih, para perantara tersebut telah menjadi orang-orang yang mendominasi pasaran tenaga kerja tanpa mengindahkan kwalitas tenaga kerja yang dikirim dan kecocokannya bagi para keluarga Arab Saudi, karena tidak adanya ketentuan atau persyaratan bahwa tenaga kerja terbebas dari penyakit jiwa.

Kondisi yang ada adalah: perantara membawa tenaga kerja dari desanya dan langsung memperoleh komisi tanpa membahas mengenai latar belakangnya, apakah ia pernah dihukum dalam kasus kriminal atu tidak, apakah ia memiliki persoalan, hal mana tidak dapat diperoleh konfirmasi apapun mengenai informasi tersebut.

Bafaqih menyalahkan para pemilik kantor-kantor PJTKAS di Arab Saudi yang mau menerima kondisi tersebut, sehingga yang penting adalah tersedianya tenaga kerja tanpa mengetahui latar belakangnya, atau memikul tanggungjawab terhadapnya, karena peran kantor pengirim tenaga kerja berakhir dengan selesainya masa percobaan  yang telah ditetapkan selama tiga bulan, dan telah mempersyaratkan kepada perantara bahwa tenaga kerja tidak melakukan pelanggaran apapun atau berusaha kabur, dan selalu saja korbannya adalah pengguna jasa.

1000 PERANTARA

Di pihak lain, Didin Syihabudin Buchori, pemilik kantor pengekspor tenaga kerja ke Arab Saudi menegaskan bahwa praktek negatif yang dilakukan para perantara dari waktu ke waktu yang banyak merugikan pihak Indonesia,  mengakibatkan kerugian ekonomi besar bagi pihak Indonesia dengan dihentikannya perekrutan oleh pihak Arab Saudi dalam waktu yang lama.

Didin menganggap bahwa peran besar saat ini perlu dilakukan Kementerian Tenaga Kerja RI untuk menghentikan banyaknya pelanggaran, dan mengatur pasar pengiriman tenaga kerja sehingga dapat kembali ke pasar Arab Saudi, dan melarang para perantara yang jumlahnya sekitar 1000 orang yang melakukan transaksi dengan sekitar 300 kantor pengirim tenaga kerja di Indonesia untuk terus melakukan kegiatan mereka yang merusak nama baik pasar tenaga kerja Indonesia.

Dikatakan bahwa Arab Saudi menyerap lebih dari dari 50% tenaga kerja rumah tangga Indonesia, terutama karena tenaga kerja ini tidak memerlukan penyiapan dan pelatihan tingkat tinggi, karena masa pelatihan yang diperlukannya tidak lebih dari 15 hari, kemudian proses penerbitan paspor dalam satu atau dua hari, yang didahului dengan pemeriksaan dokter dan masuk kamp  sebelum berangkat ke Arab Saudi. Nilai transfer mata uang asing tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi menurut Didin diperkirakan lebih dari US$ 10 Milyar per tahun memberikan andil dalam menghidupi lebih dari 5 juta keluarga di berbagai kepulauan Indonesia.

Mengenai mekanisme yang berlaku dalam merekrut tenaga kerja dari pedesaan, dikatakan oleh Didin bahwa tidak ada mekanisme apapun. Para perantara yang tinggal di pedesaan ini mencari wanita yang ingin bekerja kemudian meyakinkannya melalui keluarga bahwa ia dapat bekerja di Arab Saudi dan dapat menunaikan ibadah haji dan umrah serta memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya, sehingga akan mengubah dari kondisi kemiskinan menjadi kaya, dan dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya bila telah memiliki anak, atau menyediakan rumah untuk berkeluarga.

Cara-cara inilah yang dilakukan oleh para perantara untuk mendapatkan tenaga kerja dan memperoleh komisi yang mulai naik dan belakangan ini mencapai lebih dari US$ 800.- untuk setiap tenaga kerja.  Peningkatan komisi ini dan kemudahan membayar yang dilakukan oleh pihak Arab Saudi itulah yang menggiurkan kebanyakan perantara untuk terus berupaya mendapatkan sebanyak mungkin tenaga kerja tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatan jasmani maupun rohani tenaga kerja serta moralnya, dan itu yang muncul setelah melewati masa percobaan, dimana dalam masa itu para perantara harus membayar biaya kepada kantor pengiriman tenaga kerja di Indonesia untuk dibayarkan kepada kantor perekrutan tenaga kerja di Arab Saudi bila tenaga kerja tersebut ternyata kabur.

SK berbahasa Arab “Okaz” edisi no. 16380

Hari Sabtu, tanggal 02 Juli 2011 halaman 35

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun