Masih teringat dengan jelas dalam ingatan bagaimana euforia penonton sepakbola yang begitu luarbiasa memberikan dukungan baik secara langsung dengan menonton di Stadion maupun secara tidak langsung yang hanya melihat dari layar kaca. Belum pernah saya melihat wajah-wajah antusias warga dalam menonton sepakbola tim nasional seperti kemarin ini.
Kita semua (baca:penikmat bola) begitu terhibur dan merasakan kekuatan yang besar ada dalam diri garuda muda. Walau mereka kalah dari negara serumpun Malaysia di final sepakbola secara dramatis, namun mereka telah menunjukan permainan yang ciamik dan menjanjikan. Jujur saya ingin mengatakan bahwa saya melihat ada harapan besar dari skuad Garuda muda ini.
Namun sayang seribu sayang. Sekarang ada berita yang bisa membuat kita tidak melihat lagi aksi-aksi mereka. Berita itu terkait adanya ketentuan baru bahwa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melarang para pemain yang mengikuti Liga Super Indonesia (ISL) masuk ke timnas. "Harus dari IPL, sudah aturannya begitu. Karena pemain timnas itu harus dari kompetisi resmi yang disetujui PSSI, bukan dari ISL," kata penanggung jawab timnas Bernhard Limbong yang saya baca disini. PSSI hanya mengakui Indonesian Premier League sebagai kompetisi yang resmi dan tidak mengakui Indonesia Super League. Hal ini terkait tidak satunya suara soal statuta dan hasil kongres di Bali
Kalau memang ini jadi dilaksanakan maka kita tidak akan melihat lagi aksi Patrich Wanggai, Titus Bonai, Diego Michiels, Hasyim Kipuw, Egi Melgiansyah serta Ramdhani Lestahulu. Nama-nama ini bermain bersama klub dibawah Liga Super Indonesia. Liga yang diharamkan oleh PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia.
Mereka yang telah bersinar dan memberikan respon positif bagi pecinta bola Indonesia ini, terancam tidak masuk tim nasional berikutnya. Limbong pun mengatakan tak masalah jika timnas nanti akan kehilangan para pemain hebat seperti Patrich Wanggai dan Titus Bonai karena ada ketentuan yang harus dipatuhi. Para pemain tersebut, kata Limbong, hanya menjadi korban dari keegoisan para pengurus klub. "Mereka hanya korban," katanya.
Ahh….. lagi-lagi kalau ini terjadi maka lupakanlah goyangan Tibo setelah mencetak gol. Tidak ada lagi jala gawang yang digoyang Tibo sebelum tendangan sudut atau tendangan bebas. Tidak ada lagi pengatur permainan yang handal seperti Egi. Tidak ada lagi tandem Papua. Tidak ada lagi pemain belakang yang garang seperti Diego Mischel dan tidak ada lagi yang lainnya.
Pelatih Kepala timnas U-23 Rahmad Darmawan, mengatakan jika PSSI membatasi pelatih timnas hanya boleh memanggil para pemain yang berlaga di liga tertentu, maka itu sama saja mengintervensi kewenangan pelatih.Jika timnas harus diisi dari liga tertentu, Rahmad melanjutkan, akan merugikan timnas sendiri. PSSI seharusnya memberi kesempatan seluasnya kepada masyarakat untuk masuk ke timnas. "Kalau (pembatasan) itu terjadi, akan sangat menyedihkan buat pelatih dan pemain. Mudah-mudahan bisa didengar para petinggi yang mengurus sepak bola," katanya.
Miris memang melihat dunia persepakbolaan Indonesia. Ditengah gairah dukungan besar masyarakat terhadap cabang paling popular di dunia ini, intrik dan kepentingan pribadi dan politik terus bermain dan menyebabkan adanya korban dari pihak pemain bola.
Terlihat jelas ada banyak faktor kepentingan berada dibelakang ini semua. PSSI dan pengurus klub yang berseberangan adalah dua institusi yang sama-sama tidak bisa menyelesaikan peraturan secara bijak. Lagi-lagi pemain menjadi korban sebuah kebijakan yang harusnya dapat mengakomodasi kepentingan negara daripada mempertahankan egoisitas semata. Ayolah PSSI!!! Jangalah unjuk keegoisanmu. Wujudkanlah perdamaian bagi klub-klub. Jangan masukan intrik-intrik dan pesan golongan priabdi. Kami merindukan Garuda Muda terbang tinggi di masa yang akan datang. Jangan pecah belah mereka.
Maju terus sepakbola Indonesia.
Sumber: tempo interaktif
Artikel lainnya dari saya: