Mohon tunggu...
Rudi Mulia
Rudi Mulia Mohon Tunggu... Konsultan - Konselor

salah satu Co-founder Komunitas Love Borneo yang mendirikan rumah baca di pedalaman Kalimantan Barat. saat ini sudah ada 16 rumah baca dan akan terus bertambah

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Kisah Kasus Anak Dengan HIV: Hentikan Diskriminasi!

26 Agustus 2014   00:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah Doni (nama samaran) merupakan kisah yang unik. Doni adalah anak ketiga. Dia memiliki dua kakak tiri dan satu adik tiri. Doni dan kedua kakak tirinya lahir dari rahim yang sama namun masing-masing berbeda ayah. Sedang dia dan adiknya hanya berbeda ibu.

Mama Doni bercerai setelah memiliki anak pertama. Hak asuh anak pertama kemudian jatuh ke tangan suaminya. Setelah itu Mamanya menikah dan melahirkan anak ke dua. Tak lama setelah memiliki anak ke dua, suaminya meninggal dunia. Lalu mama Doni menikah kembali dan lahirlah Doni. Pada waktu Doni berusia satu tahun mamanya meninggal. Ayah kandung Doni kemudian menikah dan kini memiliki seorang anak. Doni sendiri kini tinggal bersama nenek dan kakak tirinya.

Ada alasan mengapa Doni tinggal bersama nenek daripada bersama dengan ayah kandungnya. Ini dikarenakan sejak kecil Doni sudah berada dalam asuhan nenek. Selain itu, mama tiri Doni juga tidak terlalu senang dengan Doni. Apalagi dengan status HIV yang disandang Doni.

Status HIV Doni diketahui pada waktu dia berumur setahun. Ketika itu, tubuh Doni menciut dan menjadi kurus kerempeng. Setelah ada pemeriksaan darah baru diketahui bahwa ada virus HIV yang hidup dalam dirinya

Doni sendiri sudah mengetahui status HIV nya. Ini berawal ketika nenek meminta izin kepada guru untuk membawa Doni berobat ke rumah sakit. Kebetulan pada waktu itu, Doni bersekolah di sekolah swasta. Ketika ditanya ada sakit apa, nenek memberanikan diri untuk membuka status Doni. Tujuan nenek pada waktu itu adalah supaya guru yang bersangkutan akan mengerti dan bisa memberi ijin dilain waktu bila nenek akan membawa Doni ke rumah sakit.

Selain itu, nenek juga bercerita kepada salah satu orangtua murid yang dia percaya. Tidak ada maksud lain dari nenek selain untuk membagi beban kerahasiaan kepada orang lain. Karena selama ini bila ditanya mengapa harus membawa Doni setiap bulan ke rumah sakit, nenek selalu berkelit dan harus berbohong.

Namun, imbas dari pernyataan nenek ini menjadi bola salju yang bergulir menjadi besar. Singkat cerita, sebagian besar orangtua murid di kelas Doni tidak setuju dengan kehadiran Doni. Mereka meminta Doni untuk dikeluarkan dari sekolah atau mereka yang akan membawa anak mereka keluar dari sekolah. Walau penyuluhan tentang HIV sudah diberikan dan para orangtua murid datang mendengarkan, namun mereka tetap keukeuh supaya Doni dikeluarkan dari sekolah.

Akhirnya Nenek mengalah dan membawa Doni pindah sekolah. Dia dipindahkan ke sekolah agama swasta yang letaknya tidak jauh dari sekolah pertama. Status HIV nya dirahasiakan supaya tidak terjadi masalah yang sama dikemudian hari. Baru satu minggu Doni bersekolah disana, tiba-tiba status HIV nya diketahui oleh guru disana. Ternyata ada orangtua murid dari sekolah pertama yang membuka status Doni kepada guru yang ada disana. Demi tidak munculnya kembali masalah yang sama seperti di sekolah pertama, nenek memilih mengalah dan membawa Doni keluar dari sekolah.

Pada waktu itu, hancur harapan nenek untuk bisa menyekolahkan Doni. Namun dengan dukungan lentera anak pelangi (LAP)dan juga anak nenek yang lain, akhirnya Doni masuk ke sekolah negri yang letaknya agak jauh dari sekolah-sekolah sebelumnya. Awalnya Doni sudah malas sekolah lagi. Dia beranggapan nanti akan sama juga. Orang-orang akan mengusir dia dari sekolah, begitulah pemikirannya.

Setelah dibujuk berulang kali, akhirnya Doni sekolah kembali. Sempat tidak mau sekolah lagi karena berbagai faktor, namun akhirnya dia memberanikan diri untuk tetap bersekolah apapun masalahnya. Konsekuensi dari masalah yang diceritakan di atas adalah Doni harus tinggal kelas pada ajaran tahun ini. Dia ketinggalan banyak sekali pelajaran. Doni bisa menerimanya dan kini dia mengulang kembali kelasnya.

Hal lain yang patut disyukuri adalah Doni sudah bisa minum obat sendiri. Dia ingat waktunya minum obat. Walau dia sudah tahu status HIV nya, namun dia masih belum mengerti secara jelas. Dia hanya tahu secara garis besarnya saja. Ayah Doni walau tidak tinggal serumah dengannya, namun terus memantau dan membantu mencukupi kebutuhan Doni.

Bagi nenek sendiri, walau Doni terkadang suka menuntut dan agak susah di atur, dia berharap Doni bisa menjadi anak yang sehat dan berguna. Doni tidak lagi mengalami masalah diskriminasi seperti yang sudah dialaminya. Begitu juga dengan anak-anak yang mengalami nasib yang sama dengan Doni. Tidak ada lagi pembedaan hanya karena status HIV yang ada dalam dirinya. Dia ingin Doni dan anak-anak lainnya bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya tanpa harus takut mengalami diskriminasi dan stigma.

Semoga harapan ini bisa terwujud!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun