Mohon tunggu...
Rudi Mulia
Rudi Mulia Mohon Tunggu... Konsultan - Konselor

salah satu Co-founder Komunitas Love Borneo yang mendirikan rumah baca di pedalaman Kalimantan Barat. saat ini sudah ada 16 rumah baca dan akan terus bertambah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Ada Orang Terlahir Sebagai Gay?

29 Juli 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16 9296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apakah ada orang terlahir sebagai gay?

Tentu kita masih ingat kasus Ryan ‘si penjagal’ yang berasal dari Jember, dimana ia memiliki masalah dengan orientasi seksualnya dan pada akhirnya mengalami kasus hukum karena memutilasi semua ‘pasangannya’. Atau yang terbaru tentang pernikahan sejenis dimana pasangan sang pengantin ternyata memiliki jenis kelamin yang sama. Kasus percintaan sesama jenis –khususnya dalam tulisan ini tentang pria- tumbuh di kota-kota besar dunia. Di beberapa negara pernikahan sesama jenis ada yang sudah dilegalkan. Namun tulisan ini tidak akan membahas masalah pernikahan itu, apalagi tentang dosa menurut agama atau bersangkut paut dengan hak asasi manusia. Tulisan ini lebih ke arah pandangan pribadi secara umum mengenai penyebab anak menjadi homoseks (gay). Untuk memahami penyebab seseorang menjadi gay, perlu disingkapkan sejumlah “misteri” di seputar permasalahan ini.

Beragam Pendapat

Menurut buku panduan Diagnostic and Statistic Manual IV (DSM), perilaku homoseks sudah tidak dianggap lagi sebagai salah satu gangguan kepribadian. Homoseks sudah dianggap hal yang normal. Dalam sebuah hasil sebuah riset ilmiah, dikatakan bahwa setiap individu mempunyai potensi menjadi seorang homoseksual. Namun tingkatannya berbeda satu dengan lainnya. Karena kecenderungannya sangat kecil, kita terkadang tidak merasakan potensi ini. Tetapi jika kecenderungan itu berlanjut, seperti mengagumi, tertarik, kemudian terangsang terhadap sesama jenis, maka Anda dapat dikatakan sebagai homoseksual.


Beberapa kalangan menilai, homoseksual merupakan perilaku sesama jenis yang hadir dari gangguan orientasi seksual seseorang. Perilaku seksual ini biasanya dikategorikan antara gay (sesama lelaki) atau lesbi (sesama wanita). Ada juga yang berpendapat perilaku homoseksual merupakan gangguan kejiwaan yang muncul berdasar pada faktor genetik (ini ada dalam buku DSM III).

Saya tuliskan beberapa perbedaan pendapat yang mencolok yang dikemukakan oleh beberapa kalangan tentang apa sesungguhnya penyebab homoseksualitas. Kelompok ilmuwan telah meneliti secara mendalam dari sisi fisiologis, namun tak diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang meyakinkan. Sejumlah penelitian (yang hampir tidak pernah dipublikasikan) menggarisbawahi pentingnya faktor-faktor keluarga dan relasional lain dalam kehidupan seorang anak; sementara penelitian lain (disertai dengan publikasi media utama) menekankan adanya kemungkinan peran faktor-faktor bawaan sejak lahir atau faktor-faktor genetik. Namun ketika peneliti yang lain berupaya untuk mengembangkan temuan-temuan ini untuk diteliti lebih lanjut, acapkali tidak dapat dirumuskan dengan jelas.

Bila kita tanyakan dalam komunitas gay sendiri, mereka juga tidak memiliki jawaban yang memuaskan. Banyak di antara mereka mengklaim bahwa mereka “terlahir gay”, meskipun mereka tidak dapat menunjukkan bukti. Sebagian dari kelompok ini berpendapat bahwa mereka tumbuh ke dalam orientasi ini; tetapi saat ini mereka tidak punya pilihan untuk keluar dari seksualitas tersebut.

Ada juga yang berpendapat bahwa homoseksualitas nampaknya dimulai pada usia yang sangat dini, bahkan ada yang berpikir bahwa homoseksualitas dimulai saat bayi lahir. Pemikiran ini tidak terlalu mengejutkan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa selama usia emas (golden age) dari 0-6 tahun pertama kehidupan, terletak landasan yang mempengaruhi respon kita terhadap hal-hal yang akan terjadi di sepanjang sisa kehidupan kita

Apa itu Homoseksualitas?

Mari kita telaah apakah homoseksualitas itu? Berikut adalah definisi yang baik dari Dr. Lawrence J. Hatterer, penulis buku, Changing Homosexuality in the Male: “Orang yang tergugah hasratnya -dalam konteks kehidupan dewasa- oleh ketertarikan erotis orang-orang sesama jenis dan yang biasanya, namun tidak selalu demikian, terlibat dalam hubungan seksual dengan mereka”. Definisi ini mengacu dengan jelas kepada dua orang yang terlibat dalam hubungan homoseksual secara aktif dan juga bagi mereka yang hanya memikirkannya saja. Definisi Hatterer menunjukkan bahwa homoseksualitas itu jelas bukan sekedar memperhatikan orang-orang sesama jenis dan mengagumi kemampuan atau bentuk tubuh mereka

Faktor Penyebab

Ada beberapa faktor penyebab yang memungkinkan seseorang memiliki orientasi menjadi gay.

1.Faktor Pola Asuh

Pola asuh yang salah, khususnya kepada anak lelaki, menjadi peringkat pertama penyebab anak laki-laki menjadi gay. Contohnya, bila anak lelaki bandel, hubungan dengan orangtua seringkali terpengaruh. Anak akan mendapat label/predikat dari orangtua sehingga ada kerenggangan dalam berkomunikasi. Sebagai respon atas kelakuannya mungkin ia akan menerima penolakan. Kasus yang lain bila anak mengalami rasa sakit hati entah akibat ditelantarkan atau ditinggal oleh sang ayah, kata-kata atau perilaku kasar, atau beberapa bentuk kekecewaan lain di dalam relasi mereka.

Akhirnya, keinginan seorang anak laki-laki untuk meneladani ayahnya akhirnya rusak oleh luka emosi akibat perlakuan kedua orang tuanya, terutama oleh sang ayah. Dan ini bahaya. Jika kasih sayang antara anak laki-laki dan sang ayah tidak terbina dengan baik, maka anak akan mencari bentuk kasih sayang yang lain. Bila bentuk kasih sayang itu didapatkan dari ‘pria’ yang salah, maka pelecehan seksual nampaknya bakal mengisi kebutuhan alami anak akan sentuhan dan kasih sayang. Si pelaku biasanya menghujani perhatian dan “cinta” kepada anak sebelum melakukan pelecehan tersebut. Jika si anak lapar akan keintiman semacam ini, ia cenderung menerima perlakuan tersebut.

2.Trauma Seksual

Pelecehan emosi maupun secara seksual terhadap anak laki-laki akan berdampak sangat buruk bagi mereka. Bila dia mengalami penganiayaan seksual itu bisa menyebabkan dia menutup diri terhadap bentuk relasi apa pun yang berhubungan dengan pria karena ketakutan traumatiknya dan bila seorang anak mengalami kekerasan seksual, mulai muncul faktor-faktor yang mulai mengganggu proses pembentukan kepribadian anak tersebut.

Bagi anak laki-laki, peristiwa memalukan yang menimpanya itu membuat ia tak lagi mempercayai pria. Ia mungkin akan menolak atau meragukan kepriaan dalam dirinya. Mengapa anak laki-laki atau pria lain tertarik dengan saya? Ia bertanya-tanya. Apakah saya ini sebenarnya perempuan? Mungkin tanpa sadar akan muncul reaksi lain: “Barangkali inilah cara untuk mendapatkan perhatian dari pria yang selalu saya dambakan.”

Dalam proses pemulihan diperlukan pengenalan trauma, penyelaman akan perasaan-perasaan dan ketakutan-ketakutan akibat trauma tersebut, dan jalan keluar atas perasaan-perasaaan tersebut. Meskipun penganiayaan yang dialami sangat traumatis, pengungkapan perasaan dan penghiburan selalu diperlukan untuk memperoleh jalan keluar, berapapun usia si anak atau bagaimanapun keadaannya.

Tindakan Preventif

Tentunya anda sebagai orangtua menginginkan anak laki-laki yang tumbuh menjadi dewasa dan hidup normal seperti pria kebanyakan. Sedikit tips buat orangtua.

-Perbanyak kasih sayang antara Ayah dan anak Laki-laki

Ada hal penting lain yang dianjurkan untuk dilakukan oleh seorang ayah yaitu agar tidak segan-segan (lebih sering malahan lebih baik) menunjukkan kasih sayang secara fisik kepada anak laki-lakinya. Misal dengan memeluknya dan berkata “saya bangga buat prestasi kamu” (bila ada suatu keberhasilan yang dibuat). Bermain bersama entah sepakbola, basket, bersepeda, hiking, memancing dan lain sebagainya. . Saat-saat kebersamaan ini dapat menghasilkan ikatan emosi yang kuat antara ayah dan anak laki-laki. Mungkin bagi sang ayah agak sungkan untuk melakukan itu, tapi itu bisa dijalankan secara perlahan-lahan.Tapi harus diingat batasan usia anak. Karena ada beberapa anak yang merasa sungkan untuk melakukannya di kala mereka menginjak usia tertentu dan itu tidak boleh dipaksa.

-Menjadi Figur Ayah yang baik

Harus diperhatikan juga ketika mereka masih anak-anak ada keinginan kuat dalam diri mereka untuk beranjak dewasa dan menjadi seperti ayah. Pikiran itu selalu muncul dalam diri setiap anak laki-laki pada umumnya. Pada usia ini, keinginan dan harapannya masih murni; semua yang terlihat dalam diri ayahnya nampak sebagai teladan yang baik dari jati diri seorang priaJika figur pria tidak ditemukan pada ayah, maka anak laki-laki akan berusaha mendapatkannya pada anak laki-laki lainnya sebagai peneguhan. Jika yang sering diterimanya justru penolakan dan ejekan, maka keadaan ini bakal menutup pintu pemahaman tentang kehidupan pria. Jadi untuk menghindari rasa takut dan tidak aman, si anak lebih memilih untuk dekat dengan ibunya.

-Memperkenalkan seks secara benar

Anak sedari kecil sudah diajarkan tentang gender/identitas seksual. Kalau bisa ayah mengajak anak laki-lakinya (bukan anak perempuan atau anak laki-laki tetangga ya) untuk mandi bersama. Ini juga proses pendidikan langsung tentang alat vital anak. Saat itulah ayah bisa memberi tahu tentang alat kelamin yang anak miliki sehingga mereka memiliki pemahaman yang benar. Jangan sampai mereka mendapatkan pemahaman yang salah dari orang lain atau lebih parah lagi dari teman-teman mereka yang bisa menyesatkan.



Sebenarnya ada harapan untuk orang-orang gay untuk pulih dan kembali menjalani hidup sebagai pria normal. Orang-orang homoseksual hanya melakukan sesuatu untuk mencoba dan menemukan sesuatu yang belum pernah mereka peroleh. Bagi beberapa kelompok lain memiliki pendapat bahwa tidak ada harapan bagi orang-orang homoseksual untuk berubah. Hanya sedikit yang menyadari bahwa mereka sebenarnya sanggup melakukan perubahan besar dalam hidup mereka, namun pemikiran secara menyeluruh tentang hal tersebut nampak sangat sulit dan menakutkan untuk mereka lakukan. Mereka butuh bantuan dan dampingan untuk pulih. Dan kita sebagai sesama manusia bisa melakukannya, asalkan tidak terlebih dahulu memberikan cap orang berdosa kepada mereka atau mendiskriminasikan mereka sebagai sampah masyarakat.

Kiranya bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun