Mohon tunggu...
Rudi Mulia
Rudi Mulia Mohon Tunggu... Konsultan - Konselor

salah satu Co-founder Komunitas Love Borneo yang mendirikan rumah baca di pedalaman Kalimantan Barat. saat ini sudah ada 16 rumah baca dan akan terus bertambah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apakah Kita Masih Bersaudara?

25 Februari 2012   15:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:23 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang penulis besar asal Rusia yang bernama Leo Tolstoy menceritakan sebuah pengalaman yang menarik ketika ia sedang menyusuri sebuah jalan dan bertemu dengan seorang pengemis. Leo Tolstoy yang melihat keadaan pengemis ini kemudian berniat memberikan sedikit uang kepadanya.

Ia mengambil dompetnya dan ketika ia membukanya, ternyata isi dompetnya kosong. Ia lupa bahwa ia baru saja membelajakan uang terakhirnya di salah satu toko kebutuhan pokok. Tolstoy menoleh kepada pengemis itu dan berkata, "Maaf saudaraku, tetapi saya tidak punya apa-apa lagi untuk bisa kuberi"

Pengemis itu tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa. Anda telah memberi kepada saya lebih daripada yang saya minta. Anda telah memanggil saya Saudara." Tolstoy tertegun dengan ucapan pengemis itu kemudian berlalu dengan perasaan bahagia. Dia senang walau tidak bisa memberikan uang namun bisa memberikan rasa penghargaan diri kepada pengemis tersebut.

Berkaca dari kisah Leo Tolstoy ini, kita bisa belajar bahwa ternyata uang belum tentu bisa membahagiakan orang lain. Uang tidak bisa membeli rasa persaudaraan. Uang bersifat semu bila digunakan untuk menghargai seseorang. Rasa dihargai sebagai manusia seutuhnya itu yang menjadi kepuasan bagi orang-orang yang terlupakan atau mereka yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita masih bersaudara denga orang-orang yang terlupakan tersebut? Mungkin saja saat ini dalam diri kita tumbuh sifat egois dan mulai lupa bahwa kita sesama manusia adalah saling bersaudara. Kita mulai acuh tak acuh dengan saudara kita, bersikap tak peduli, menganggap diri paling benar, dan tidak lagi bertegur sapa dengan mereka.

Belajar dari pengalaman Leo Tolstoy, menyadarkan saya bahwa masih ada banyak saudara yang mungkin merasa diasingkan oleh masyarakat. Bisa saja mereka tidak membutuhkan uang saya. Mereka hanya membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Mereka membutuhkan sebuah pengakuan bahwa kita masih saling bersaudara. Setidaknya itu bisa menjadi tetesan embun bagi jiwa mereka yang kosong.

Salam. Semoga kita bersaudara selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun