Menilai uang  dari besarnya jumlah sebenarnya bukan sebagai acuan, karena sejarah uang justru berasal  dari bentuk imajinasi kita semuanya. Walaupun, sebelum terjadinya pencetakan uang, kita selalu memaknai sistem pertukaran atau barter berkaitan dengan jumlah yang seimbang. Karana pada dasarnya, uang bukan menjadi produk material, tetapi bentuk dari psikologi pemikiran kita sehingga menimbulkan kepercayaan sebagai bahan mentah untuk mencetak uang yang memiliki nilai. Imajinasi yang saya maksud bukan mengenai bentuk keyakinan individual manusia, melainkan banyaknya manusia menggunakan dan menyebarkan jaringan imajinasi tersebut.
Jaringan makna terhadap nilai uang memang mambawa kita mengalami kesulitan mencerna tatanan yang diimajinasikan, karena kita sebagai manusia selalu menganggap bahwa realitas itu hanya meliput realitas subjektif dan realitas objektif. Namun bila memahami lebih dalam nilai uang, Â diperlukan realitas intersubjektif yang bergantung kepada komunikasi, bukan sebagai realitas objektif.
Relatif mudah untuk menerima bahwa uang adalah realitas intersubjektif. Sebagai contohnya, dari beberapa negara  memaknai keberhasilan suatu negara dengan membangun struktur ekonomi mereka menjadi negara yang maju. Pada abad ke-20, GDP per kapita mungkin menjadi tolok ukur tertinggi untuk mengevaluasi keberhasilan bangsa. Ukuran GDP pun dipengaruhi oleh sektor perluasan pasar. Sedangkan, pasar ekonomi memliki kekuasaan yang tak terlihat, lantas bagaimana mencegahnya?
Dinamika Siklus Rotan Di Kredit UMKM
Saya dengan banyak orang mempercayai uang kertas itu memiliki nilai yang berharga. Diperlukan kesungguhan yang bermakna untuk mendapatkan nilai dari selembar kertas tersebut. Awalnya saya menggunakan jaringan imajinasi lalu membentuk sebuah ide yang menjadi nyata. Misalnya, di tahun 2015, saya  dengan bapak saya menggunakan rotan sebagai ide untuk memulai mendapatkan lebih dari selembar kertas.
Untuk menggunakan rotan, saya sama sekali hanya mengimajinasikan dengan keterbatasan dana. Pasalnya saya saat itu belum memiliki nilai banyak dari lembaran kertas, tetapi memiliki kesungguhan imajinasi untuk saya bicarakan terhadap banyak orang yang mempercayai imajinasi saya dengan bapak saya.
Kesungguhan saya akhirnya terputuskan pada abad modern ini berkat kepercayaan banyak orang pada masa depan, yang akhirnya menghasilkan keajaiban kredit. Kredit adalah manifestasi ekonomi kepercayaan (Harari, Yuval Noah 2015:233). Dengan kesungguhan yang hanya berupa imajinasi mengenai rotan, saya mampu menggunakan selembaran uang untuk menghasilkan rotan yang lebih banyak dan lebih berkualitas di awal kesungguhan saya.
Keinginan kami memilih industri rotan, diperkuat karena rotan adalah sumber daya alam yang berasal dari Indonesia sehingga kami tidak perlu ketakutan mencari bahan baku. Keinginan kami ingin membentuk perusahaan baru yang  berhasil, kepercayaan orang pada masa depan pun naik, kredit membesar, tingkat suku bunga turun, para pebisnis dapat mengumpulkan uang dengan mudah, dan ekonomi tumbuh kuat.
Menilik dari data BPS tahun 2015, secara agrerat kinerja ekspor produk berbasi rotan mencapai USD 27,7 juta (turun 29,9%), kecuali kerajinan rotan yang nilai ekspornya semakin menguat. Pada saat itu, kami masih menggunakan bahan mentah sebaga produksi kerajinan kami untuk kami salurkan ke pabrik-pabrik penghasilan rotan di Surabaya.
Lantas bagaimana bila siklus rotan mengalami dinamika yang membawa risiko sistematik pada keuangan negara bila mengetahui data BPS di tahun 2015 lalu, mengalami penurunan yang signifikan? Pertanyaan ini kadang membawa kekhawatiran kepada kami. Pasalnya, pandangan tradisional mengasumsikan bila di dunia ini hanya ada sumber daya: bahan baku dan energi.Â