Kereta mengantar menuju fajar
pada pagi yang bergeming
kelewat sunyi, bahkan untuk dikatakan mati.
Kota-kota menjalar liar
menuju sawah dan pasar
suwungnya ikut terbang, lalu hinggap pada tepian
menularkan sepi pada kerumunan yang liyan.
Pulang, katamu;
menuju rumah, meski selalu gemetar di mulut pintu,
rumah merasa lapang dalam pelukanmu.
Sialnya, bagiku, tiap-tiap yang beratap
adalah griya,
hunian khusyu' yang menjanji syahdu.
Maka, pada tiap perjumpaan kita adalah jeda
semesta pepat dalam ceruk gaharu
tempat berkumpul doa-doa sunyi
meretasi waktu, mengakali rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H