Mohon tunggu...
Miftah Rahman
Miftah Rahman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://www.pakishijau.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rokok Itu

17 Maret 2010   16:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Selamat siang, Pak." "Ya, selamat siang." "Langsung ke pokok pembicaraan. Bisa dijelaskan lebih lanjut tentang fatwa pengharaman rokok oleh Bapak." "Ya. Sebelumnya saya akan mengklarifikasi lebih dahulu, fatwa itu bukan keputusan saya semata-mata tetapi hasil musyawarah bersama para pimpinan pusat." "Ya betul. Terus?" "Terus, ya begitu. Akhirnya kami menyepakati bahwa rokok itu haram." "Mengapa tidak dari dulu saja Pak rokok diharamkan?" "Begini. Jadi proses memutuskan suatu fatwa itu mesti melalui proses..." "Menunggu dampaknya meluas?" "Dengarkan dulu De. Karena di dalam hadist ataupun Alqur'an tidak dijelaskan secara gamblang, seperti halnya minuman keras, anjing, babi dsb. Maka perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut." "Bagaimana dengan dampak ekonomi yang ditimbulkannya Pak?" "Itu juga yang menjadi pokok pemikiran kami selama ini mengapa fatwa ini baru muncul sekarang." "Kenapa mesti dipikirkan Pak? kalau memang haram, kenapa mesti ragu?" "Lho, fatwa bukanlah sembarang keputusan. Ini menyangkut ketuhanan. Menyangkut surga dan neraka." "Justru itu Pak, kalau sudah menyangkut ketuhanan, pasti ada gantinya dong Pak, seperti sekarang PP Muhammadiyah secara tegas mengharamkan rokok, kalau memang itu benar pasti Tuhan akan membalas dengan surga atau pahala bagi yang melaksanakannya." "Nggak segampang itu dong De. Masalah yang sebenarnya adalah, dulu kami masih ragu apakah rokok termasuk haram atau bukan." "O, berarti sekarang Bapak sudah tidak ragu lagi bahwa rokok memang haram?" "Ya!" "Bisa dijelaskan alasannya lebih lanjut?" "Karena merokok merusak kesehatan tentu saja." "O, berarti baru sekarang rokok merusak kesehatan sedangkan dulu tidak?" * * * "Dan bagaimana tanggapan anda mengenai sebagian golongan yang tidak menganggap bahwa rokok haram?" "Ya, itu terserah mereka." "Kok terserah Pak. Memangnya tidak ada semacam pembicaraan bersama membahas itu?" "Pembicaraan bersama siapa?" "Ya itu, dengan pihak NU misalnya." "Kamu tahu sendiri lah kalau.." "Saya tidak tahu, Pak." "Masak kamu tidak tahu. Sejak kapan kamu hidup di Indonesia?" "Sejak saya lahir, Pak." "Sejak lahir sampai segede ini ngapain aja kamu, bisa sampai enggak tahu kalau pihak kami dengan NU seperti air dengan minyak." "Jadi saya mesti ikut yang mana, Pak?" "Terserah!" "Kok terserah lagi sih, Pak." "Ya terserah kamu mau menganggap rokok itu haram atau mubah." "O, berarti merokok hukumnya terserah. Terus mengapa Bapak berfatwa bahwa merokok itu haram?" "Terseraaaah!" * * * "Monggo Mas, kopinya diombe." Suara ibu muda penjual kopi itu menyadarkan lamunanku. Aku segera menyesap kopi di dalam gelas yang sedari tadi didiamkan begitu saja. Wah nikmat betul hujan hujan begini minum kopi panas. Tapi kopi tanpa rokok seperti hidup tanpa pacar. Begitu pikiranku. "Bu, rokoknya sebungkus." kataku setengah berteriak. "Tapi Muhammadiyah mengharamkan rokok lho Mas." kata ibu muda dengan sedikit ketakutan di wajahnya. "Saya bukan orang Muhammadiyah!" http://miftahrahman.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun