Apa yang terlintas di pikiran anda ketika mendengar kata "Coca-cola" ?.
"Kapan saja dimana saja".
Tidak cuma anda tapi sebagian besar warga dunia mengasosiasikannya dengan kalimat pendek tersebut.
Apa yg melesat di pikiran anda ketika mendengar kata "Corona" ?.
Jelas "Takut dan kawatir".
ketakutan akan Corona sedang melanda sebagian besar penduduk dunia.
Kenapa ?.  Jika Coca-cola, tersedia kapan saja dimana saja dan hanya untuk sesiapa  yang "menginginkannya", Corona hadir kapan saja dimana saja untuk sesiapa yang  "tidak menginginkannya".
Coca-Cola di temukan oleh Dr. Pemberton pada tahun 1886 di Atlanta.
Dibutuhkan waktu seratus tahun lebih untuk membuat brandnya menjadi "top of mind" di benak warga dunia.
Coronavirus ditemukan bulan Desember 2019 di Wuhan, Hubei China.
Hanya dalam beberapa bulan saja, ia telah mampu menempatkan dirinya menjadi "Top of mind" warga dunia.
Hebatnya lagi, untuk mencapai posisi ini, perusahaan Coca-cola mengeluarkan "uangnya" jutaan dollar dalam waktu panjang sementara coronavirus menghabiskan uang "korbannya" jauh lebih besar hanya dalam hitungan bulan.
Tulisan ini bukan untuk membandingkan Coca-cola dengan Corona. Keduanya tidak sepadan dan tidak relevan untuk dibandingkan.
Coca-cola adalah produk yang membawa "KEGEMBIRAAN" sementara Corona adalah penyakit yang menebarkan "KETAKUTAN".
Apa keunggulan makhluk kecil yang tak kasat mata ini sehingga mampu membuat orang hidup dalam ketakutan ?.
Keunggulannya tidak terletak pada kemampuan membunuhnya, tapi pada daya tularnya yang sangat cepat. Buktinya dalam bilangan bulan mereka telah membuat koloni di jutaan tubuh manusia di berbagai belahan dunia. Rumah-rumah sakit membludak dipenuhi korban yang rentan dan tidak sedikit karena keadaan yang over capacity, para awak medis dihadapkan pada pilihan "siapa yang mau diselamatkan".
"Siapa yang mau diselamatkan" ?.
Keadaan inilah yang sangat MENAKUTKAN.
Setiap inang baru akan menjadi kendaraan corona dalam mencari inang-inang  lain.
Hal ini terjadi tanpa disadari karena gejala klinis corona hampir mirip dengan flu biasa sehingga tanpa test laboratorium, sangat sulit menentukan apakah kita carrier atau bukan.
Bahkan dalam banyak kasus, carrier kelihatan baik-baik saja karena tidak menunjukkan gejala apapun.
Bayangkan dalam tubuh kita terdapat coronavirus dan karena merasa baik-baik saja, kita tetap berkegiatan ; ke kantor, ke pasar, ke tempat-tempat lainnya.
Ada berapa banyak orang yang potensial akan kita tulari ?.
Bayangkan pula orang-orang yang kita tulari, karena masih merasa sehat, mereka tetap berkegiatan dan ada berapa banyak lagi yang akan tertular. Sepuluh, seratus, seribu ?. Dan semuanya berasal dari diri kita.
Bayangkan orang yang kita tulari, menulari orang lain dan orang lain itu menulari lagi yang lain. Begitu berkelanjutan.
Bayangkan ada berapa banyak yang rentan masuk rumah sakit, ada berapa banyak fasilitas yang mampu menampung, ada berapa banyak tenaga medis yang tersedia, ada berapa banyak yang tak bisa tertangani dengan baik, ada berapa banyak tenaga medis yang tertekan karena tak bisa menolong semua.
Bayangkan, bayangkan dan bayangkan jika kepanikan ada  dimana-mana.
Tak sesiapapun mau tertular apa lagi menularkan. Karenanya untuk menekan penularan, mempercepat berlalunya pendemi, jalan yang sudah teruji di negera lain yaitu menerapkan "social distancing".
Setiap kita dengan suka rela:
1. Mengasingkan diri di rumah, menjaga jarak antar sesama anggota keluarga / tetangga, menahan keinginan untuk memeluk, bersandar, mengecup, menepuk punggung atau berjabat tangan.
2. Menghindari atau menekan berkegiatan di luar rumah jika tak penting-penting amat.
3. Mematuhi petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan otoritas.
#BersamaLawanCorona