Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi kembali menjadi perbincangan media. Seperti biasa, pernyataan-pernyataannya yang bergaya "cakap langsung" ala orang Sumut memang kerap menjadi sasaran empuk media untuk dijadikan bahan berita, karena memang selalu menjadi trending di masyarakat. Baru-baru ini, pernyataan Edy saat menjadi keynote speaker pada kegiatan Sumatranomic ke-3 yang diadakan Bank Indonesia (BI) di Medan, Senin (6/6) terkait invasi Rusia ke Ukraina dikutip menjadi tajuk utama di beberapa pemberitaan, yang juga turut memancing reaksi dari berbagai pihak.
Dalam pemaparannya tersebut, Edy mengandaikan dirinya jika ia menjadi Vladimir Putin, maka dia akan menyerang Ukraina sejak tiga tahun lalu. Gara-gara sepenggal kalimat itu, Edy pun menjadi bulan-bulanan media, padahal pernyataannya tersebut tidaklah utuh semata-mata berbicara tentang invasi melainkan tentang pertumbuhan ekonomi, yang salah satunya disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina.
Mungkin perlu diingatkan lagi, bahwa Edy Rahmayadi ini adalah seorang purnawirawan jenderal bintang tiga yang pastinya sangat memahami persoalan geopolitik yang tentunya berdampak ke beberapa sektor, salah satunya adalah ekonomi. Konteks pernyataannya dalam forum Sumatranomic ke-3 tersebut adalah pandangan pribadinya yang memiliki pengalaman dan jam terbang sebagai seorang mantan perwira tinggi TNI AD. Pernyataannya itu berkaitan erat dengan politik pertahanan yang dilakukan oleh Putin untuk melindungi kepentingan negaranya, dan bagi setiap negara, adalah hal yang sangat wajar bagi seorang pemimpin untuk melindungi negaranya dari berbagai ancaman, itulah yang disebut dengan kedaulatan.
Sebelum masuk ke pembahasan tersebut, Edy awalnya berbicara tentang upaya pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan ekonomi pasca dihantam pandemi COVID-19. Menurutnya, Sumatera Utara memiliki banyak sumber daya yang bisa dikelola secara produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menahan laju inflasi dengan cara meningkatkan efesiensi birokrasi, dukungan regulasi, dan pembangunan infrastruktur. Gubernur dalam seluruh konteks sambutannya hanya bebicara perekonomian, tidak berbicara konteks politik.
Lalu dalam forum yang bersifat akademik tersebut, muncul pertanyaan yang mengaitkan pandangannya tersebut dengan kondisi politik di Rusia dan Ukraina yang dinilai turut berdampak pada situasi ekonomi di Indonesia. Berangkat dari pertanyaan itulah, Edy secara "blak-blakan" lantas menyatakan bahwa adalah sesuatu yang lazim bagi seorang pemimpin untuk melindungi kedaulatan rakyatnya. Walaupun pada prinsipnya, Edy dalam forum tersebut mengatakan bahwa dia pun sangat memahami bahwa perdamaian adalah jalan menuju kebaikan bagi kemanusiaan bukan dengan perang.
Dalam menafsirkan pernyataannya ini sangatlah penting bagi kita untuk memahami latar belakangnya sebagai seorang purnawirawan TNI. Pernyataannya itu sangat berkaitan erat dengan wawasannya terkait pertahanan negara, khususnya sebagai pemimpin negara yang bertanggung jawab penuh dalam melindungi kedaulatan negaranya. Begitupun, pernyataan ini tidak disajikan secara utuh di media, sehingga wajar menimbulkan multitafsir. Sayang disayangkan, seharusnya media-media yang memberitakan ini melakukan konfirmasi langsung ke Edy Rahmayadi terkait konteks pernyataannya tersebut, bukan lantas menafsirkan sendiri apa yang disampaikannya.
Inilah pentingnya bagi media-media untuk mengedepankan objektifitas pemberitaan dengan mengambil dua sisi pandangan (cover both side). Media harus memahami, pihak yang paling memahami konteks pernyataan itu adalah Edy Rahmayadi itu sendiri, bukan politisi Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak, atapun pihak-pihak lain yang hadir pun tidak di forum Sumatranomic ke-3 tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H