[caption caption="Ilustrasi : Google Image"][/caption]Siang, sekitar pukul 11.30 WIB di awal September 2015. Saya baru pulang dari kampus. Saya menuju dapur setelah sebelumya berganti pakaian. Di meja makan ada sambel tomat, potongan ketimun, rebusan daun singkong dan beberapa potong ikan asin. Wuih! Sebuah menu masakan yang sangat saya suka. Biasanya pakai sambel trasi. Tapi tidak kali itu. Mungkin trasi di dapur habis, sehingga isteri saya melakukan penyesuaian dengan apa yang ada siang itu. Rasanya mantap dan mengalahkan menu dari rumah makan siap saji ala KFC
“Siang ini anak kita protes, Yah,” ujar isteri saya saat saya mengakhiri santap
“Kahfi atau Annisa?” saya memastikan. Kahfi baru duduk di kelas I SD Negeri Palembang. Saya pikir kalau protes hanya tentang uang jajan. Sementara Annisa anak sulung saya di kelas V SD yang sama. Apa yang membuat Annisa
“Kahfi yang komplain ke Bunda,” jawab isteri
“Soal uang jajan?” saya mencoba mencari tahu.
BACA : KORUPTOR GURU AGAMA SAYA
Isteri saya menggeleng. Beberapa detik saya menatap matanya. Saya mencoba menarik informasi dari sorot mata isteri saya kali itu. Gerangan apa yang membuat anak kami protes tentang sesuatu. Pasti ada kaitannya dengan buku di sekolah, atau...? saya mencoba menerka-nerka. Tapi agak sulit memastikannya.
“Ibu-ibu wali murid kawan Bunda di sekolah, setiap kali melihat Kahfi, mereka selalu bertanya tentang Pe-Er : Kahfi ada Pe-Er nggak hari ini?” isteri saya menirukan ibu-ibu yang bertanya pada anak kami. Itu terjadi hampir setiap pagi saat anak kami masuk kelas jelang bel sekolah berdentang.
“Kok Aneh? Kenapa mereka tidak tanya pada anaknya sendiri?” tanya saya.
“Itulah, Yah. Bunda juga heran,” ujar isteri saya tak mengetahui alasannya.
“Lalu?” saya ingin mendengar kisah selanjutnya.