Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Iblis Membentangkan Sajadah

12 September 2015   01:20 Diperbarui: 12 September 2015   01:23 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bagaimana Kiai?”

“Aduh, gila  Kau, Blis!”

“Mau minum apa?”, Tanya Iblis ketika keduanya sudah duduk.

“E…e….”

“Tidak perlu gugup Kiai. Nanti juga terbiasa!”

          Dua buah botol dipesan. Iblis menatap Kiai. Kiai tampak ragu. Sementara, Iblis sudah menuangkan minuman ke dalam gelas, yang ada di hadapan Kiai.

“Ayolah, Kiai. Setelah minum ini, saya yakin, Kiai bisa lebih khusyuk, dan bisa menangis, ketika nanti Kiai sholat”.

Sedikit demi sedikit, Kiai terkena rayuan Iblis. Tak berapa lama, Kiai sudah mabuk berat. Iblis beri kode  pada salah satu perempuan. Salah satu perempuan,  kemudian membawa Kiai ke satu rumah,  tepat di belakang Kedai.

Langit gelap. Mata Kiai juga menjadi gelap. Sementara, desah napas Kiai dan perempuan itu menjadi satu gerakan erotis yang menegangkan. Keringat bercucuran. Detak jantung keduanya berdegup kencang. Petikan ayat, hadits dan mutiara hikmah, tak lagi mampu membentengi hasrat Kiai. Yang ada hanya napas yang memburu.

Sepertiga malam terakhir, Kiai terbangun.  Di sebelahnya, ada perempuan tergolek tanpa busana. Kia terkejut. Ia jadi blingsatan. Ia coba ucapkan kata Istighfar, tetapi, lidahnya kelu. Beberapa kali,  Kiai mencoba sebut nama Tuhan. Tapi ia gagal.  Ada ketakutan yang tiba-tiba menyusup. Kiai tak sempat lagi, mengingat rentetan kejadian, yang telah membawanya ke tempat itu.

Matanya menjadi gelap. Hatinya juga tersumbat. Sebuah  pisau pemotong buah di atas meja  ia hunjamkan ke perut perempuan itu. Seketika, jeritan dan lengkingan kesakitan perempuan itu membangunkan warga sekitar. Warga sudah berbondong-bondong. Menggedor dan berkerumun mengitari tempat Kiai dan perempuan itu tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun