1. "Nun. Demi Pena dan apa yang mereka tulis." (Al-Qalam 68:01) "Bacalah..!! Dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah Yang Telah Mengajarkannya Dengan Kalam." (Al‘Alaq 96:03) "..dan janganlah menjadi penulis yang enggan menuliskannya, sebagaimana Allah mengajarkannya.." (Al-Baqarah 2:282) 2. Menulislah..!! karena menulis sangat banyak manfaatnya, seperti yang dicontohkan dalam film Feedom Writers. Alkisah, ada seorang guru yang ditugaskan menjadi wali kelas di sebuah sekolah di Amerika. Penghuni ruang kelas itu ternyata multi etnis, ada yang keturunan Tionghoa, berkulit hitam, keturuan Amerika Latin, India, dll. Keragaman identitas ini menjadikan suasana kelas menjadi kaku, satu sama lain saling menutup diri. Ini diperparah dengan dunia luar mereka yang keras, sehingga membuat mereka saling mencurigai teman-teman sekelasnya. Kenyataan ini tentu mengejutkan sang guru. Anak-anak muda itu tidak acuh pada materi pelajaran. Mereka mendatangi ruangan kelas itu hanya agar mereka tampak seperti manusia normal seperti pemuda-pemudi Amerika biasanya. Hal ini berlangsung hingga beberapa pertemuan. Hingga suatu saat, ketika sedikit demi sedikit sang guru mengupayakan pemecahan masalah itu, dia mendapat ide untuk memberikan tiap-tiap muridnya sebuah buku catatan. Dia perintahkan agar semua murid menuliskan apapun dibenaknya. Apapun, hingga yang paling menjengkelkan sekalipun. Setelah beberapa saat, tiap murid diperlisahkan untuk membaca tulisan temannya. Dari sini, barulah mereka tahu apa yang dihadapi teman-temannya dan bagaimana keseharian mereka. Mereka menjadi mengenal satu sama lain, sehingga amat bodoh untuk membuat jarak dengan mereka, apalagi mencurigai mereka. Inilah gairah yang dihasilkan oleh tulisan. dan murid-murid di kelas itu merasakannya. Bahkan, gairah itu semakin membuncah, hingga mereka berani menerbitkan catatan-catatan mereka menjadi sebuah buku. Dan baru-baru ini, buku itu difilmkan... keren kan..? :) 3. Menulislah..!! karena menulis itu memang amat-sangat bermanfaat..! dalam salah satu catatan buku harian Ahmad Wahib, ia mengeluhkan kegemaran membacanya yang tak terbendung. "Ini keterlaluan", pikirnya. Sebaiknya, ”membaca” juga diimbangi dengan kebiasaan ”merenung” dan ”melihat” realitas secara langsung. dengan ”merenung” dan ”melihat”, kita tidak lagi hanya menyerap gagasan yang ditelorkan orang lain, melainkan mengolah gagasan dan menyimpulkan pendapat sendiri, lalu setelah itu kita bisa membuatnya menjadi karya tulis yang luar biasa.. Melengkapi hasil renungan Ahmad Wahib ini, saya ingin menambahkan satu lagi, yaitu "Menulis", Imbangi kebiasaan kita ”membaca”, ”merenung” dan ”melihat” dengan kebiasaan ”menulis”. Karena dengannya, kita tidak lagi membiarkan gagasan-gagasan itu terbenam di dalam diri kita, melainkan kita lepaskan ke dunia luar. Hal ini, disadari atau tidak, akan berdampak lebih banyak ketimbang kita membiarkan gagasan kita tidak tertulis. 4. Dengan sangat telaten, Umar bin al-Khattab R.A menganjurkan kepada Abu Bakar R.A agar menuliskan Al-Qur’an dalam satu jilid kitab. Awalnya Abu Bakar menolak usulan itu. Namun setelah berkali-kali diberi penjelasan dan beberapa alasan oleh Umar, akhirnya penulisan itu pun berlangsung juga. Penulisan Al-Qur’an menjadi satu Kitab ini diawali dengan niat tulus agar Firman Allah tidak dilupakan umat manusia. dan niat ini memang berhasil. Namun, siapa yang bakal menyangka bahwa manfaatnya bisa melebihi itu. Sebuah kitab Suci yang merekam Firman Allah yang terucap melalui lisan Nabi Muhammad, yang ditulis oleh tangan-tangan tulus, dan di hafal oleh otak-otak cerdas para hafidz telah memancarkan nilai-nilai ilahi ke dalam kehidupan umat Muslim yang agung di seluruh dunia, sejak pertama kali diturunkan ke bumi hingga saat ini, bahkan hingga akhir nanti dan di kehidupan yang akan datang, kehidupan yang abadi.. "Maka, apa pula yang akan menghalangi saya untuk menulis..? Sedang kenyataan telah memberikan satu jawaban yang tegas..!! Maka Menulislah..!!" 5. Menulislah..!! karena memang kita perlu menulis. Menulis dapat membantu kita mengorganisir gagasan yang berserakan dibenak kita dan membuat kita mampu melihat sekeliling kita secara lebih jelas. Entah kekuatan apa yang tersembunyi dalam kata-kata, namun kata-kata yang kita tulis memberi dampak yang dahsyat terhadap otak ketimbang kata-kata yang kita ucapkan. Menulis juga bisa menjadi terapi jiwa. Secara psikologis, menulis merupakan akses dan komukasi dengan sisi subtil dari jiwa kita. Ia juga merupakan media berekspresi, yang secara psikologis punya kemampuan menyembuhkan pula. Lebih dari itu, menulis merupakan tindakan spritual. Kita sudah maklum bahwa manusia tidak cuma terdiri dari tumpukan tulang dan daging, namun terdapat juga ruh. Karena itu, kebutuhan untuk berbagi pengalaman alam spiritual juga merupakan perjalanan ruh. Namun, perlu diingat bahwa perasaan, emosi dan pengalaman dalam dunia spritual tidak mudah dibagikan ke orang lain seperti kita berbagi pengalaman perjalanan atau pengalaman mencicipi masakan. Di saat kita tahu bahwa tulisan kita bisa membantu, menyembuhkan, mencerahkan dan memberi kedamaian kepada sesama manusia, kita baru menyadari pentingnya tindakan kita. Menulis adalah tindakan suci. Pengetahuan tentang cara menulis dikasihkan kepada manusia seakan sebagai anugerah untuk mempercepat petualangan kesadarannya. Inilah kenapa, transmisi pengetahuan disimbolkan dengan perkataan ”Tuhan mengajarkan dengan Kalam (Pena)”. 6. Sebagian dari kita mungkin beranggapan bahwa tindakan menulis mensyaratkan banyak hal, bahwa kita harus tahu ini-itu, bahwa sia-sia belaka menulis tanpa dampak yang jelas, bahwa menulis harus mendatangkan uang, dan lain-lain. Semuanya itu memberi kesan bahwa tindakan menulis adalah suatu beban yang berat. Sekarang baliklah anggapan itu. Tindakan menulis bukannya menambahkan beban dalam hidup kita. Menulis itu justru melepaskan beban. Camkanlah ini baik-baik..!! ”Apabila kita ingin tahu sejauh mana peran kita di dunia ini, maka menulislah.” kata Paulo Coelho. ”Berusahalah untuk membenamkan jiwamu dalam tulisan, meskipun tidak ada yang membacanya, atau bahkan ada seseorang yang marah karena tulisanmu.” Jadi, menulislah karena kita perlu menulis. Menulislah karena menulis itu sendiri baik untuk kita, berguna untuk jiwa kita. Menulislah tanpa beban harus begini atau begitu. Kalaupun suatu saat nanti tulisan kita berdampak sesuatu, positif ataupun negatif, anggaplah itu sebuah bonus dari Tuhan atas tindakan kita.. :) "Semua penulis pasti akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti." (Ali bin Abi Thalib) "disaat aku membaca, aku selalu berusaha untuk mengingatnya dan selalu kutulis ulang agar suatu saat nanti ketika aku lupa, aku bisa membacanya kembali." (Andy Ahmad Fairussalam)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H