Mohon tunggu...
jimmy waworuntu
jimmy waworuntu Mohon Tunggu... -

bikers never die,,pecinta alam dan sepeda gunung

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Prof. Dr Bahrullah Akbar: BUMN Sebagai Agen Pembangunan

16 April 2015   18:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_410528" align="aligncenter" width="300" caption="Anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A., C.M.P.M. "][/caption]

Jakarta, 16 April 2015,---Salah satu peran nyata pemerintah dalam ikut mengembangkan ekonomi Indonesia adalah dengan mendirikan BUMN yang ditujukan menjadi agen of development (agen pembangunan). Sebagai agen pembangunan BUMN harus mengambil posisi motif mencari keuantungan, tentu dengan tak melupakan perannya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tidak dapat diberikan oleh lembaga-lembaga pemerintah lain.

Demikian dikatakan Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A., C.M.P.M. “Sebagai BUMN pembentukkannya ditetapkan dengan UU, termasuk penyertaan modalnya juga ditetapkan dengan UU juga. Mekanisme tersebut dilakukan karena penyertaan modal tersebut menggunakan uang rakyat,” katanya, Kamis (16/4).

Bahrullah juga secara detil menceritakan pada dasarnya BUMN didirikan dengan tiga alasan utama. Yaitu sebagai wadah bisnis ataupun asset asing yang dinasionalisasikan, untuk membangun industry yang diperlukan oleh masyarakat yang dimasuki sektor swasta dan membangun membangun industry strategis yang berkenaan dengan keamanan negara.

Sebagai organisasi berbentuk quasi profit, BUMN mempunyai tujuan utama mendapatkan keuntungan namun juga mempunyai tujuan lain yang sifatnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu BUMN juga termasuk organisasi hybrid karena mengelola dua jenis dana yang terdiri dari dana public keuangan negara dan dana swasta.

Dengan ciri dan bentuk tersebut, BUMN bisa dikatakan sebagai organisasi yang tergolong unik karena harus memijakkan kakinya pada dua sisi yang boleh dikatakan kontradiktif. Di satu sisi BUMN harus menjalankan bisnis dengan mengikuti tata kelola yang baik (governance), namun di sisi lain BUMN juga harus dapat berperan sebagai organisasi publik yang memberikan pelayanan kepada publik. Kedua kepentingan dan tujuan tersebut harus dijalankan melalui pengelolaan yang governance pula.

Isu penguatan BUMN pada dasarnya telah mengemuka ketika Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada 1998. Sebelum memasuki krisis, Indonesia dianggap sebagai the nation with the economic miracle (negara dengan keajaiban ekonomi).

Pada 1996 Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata tujuh persen, sementara pendapatan per kapita 1.300 Dollar AS dan purchasing power parity mencapai 5.000 Dollar AS. Namun kekuatan ekonomi Indonesia tersebut mengalami kemerosotan yang tajam pada 1998, perekonomian yang dimotori oleh pengusaha raksasa alias kongkomerat yang menguasai sebagian asset produktif Indonesia tidak mampu lagi membendung volatilitas nilai tukar dan dampak resesi ekonomi regional terutama yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.

Kerontokan konglomerat tersebut secara sistemik juga berdampak pada rontoknya bangunan perekonomian nasional yang memang fondasinya rapuh. Pasca krisis ada harapan yang kuat untuk segera memulihkan kondisi ekonomi Indonesia.

Setelah rontoknya para konglomerat tersebut maka harapan yang besar untuk bisa mengembalikan perekonomian Indonesia dibebankan kepada BUMN dan juga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Pertanyaannya; seberapa besarkan BUMN yang dimiliki oleh Indonesia. Berdasarkan world biggest public company yang dikeluarkan oleh Majalah Forbes tahun 2014, dua BUMN Indonesia yaitu Bank Mandiri dan Bank BRI masuk ke dalam daftar 500 perusahaan terbesar di dunia. Bank Mandiri ada di peringkat ke 478 dan Bank BRI berada pada peringkat ke 484.

Peringkat pertama sampai ketiga didominasi oleh Cina yang terdiri dari peringkat pertama Industrial and Commercial Bank of China Ltd (ICBC), kedua China Construction Bank, ketiga Agriculture Bank of China. Sedangkan perusahaan Amerika JP Morgan dan Berkshire Hatahaway berada pada peringkat empat dan lima.

Jika diamati, tiga peringkat teratas dari Cina merupakan perbankan yang menangani industry khusus yang kesemuanya telah tidak ada akibat di merger Bank Mandiri. Besarnya ukuran BUMN dapat dilihat dari berapa besar asset yang dikelolanya. Sekitar 140 BYMN yang ada di Indonesia mengelola asset senilai Rp2.513,1 triliun pada 2010, dan meningkat menjadi Rp2.969,1 triliun pada 2011 dan posisi per Desember 2012 bernilai Rp3.550,5 triliun.

Dengan nilai yang sedemikian besar pada 2012, total asset BUMN tersebut lebih dari dua kali APBN Indonesia tahun 2012 yang belanjanya mencapai Rp1.627 triliun. Asset yang dikelola oleh BUMN pada 2013 mencapai Rp4.285 triliun. “Selain asset yang telah diungkapkan dalam neraca, BUMN masih mengelola asset yang belum direfleksikan dalam laporan keuangan berupa Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya,” pungkasnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun