Â
Pada beberapa puluh tahun mendatang, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yang cukup menguntungkan dari segi ekonomi dan sosial. Sebagai Upaya kunci untuk menciptakan Generasi Indonesia Emas 2045 mendatang, pemerintah melakukan berbagai bentuk investasi di bidang pendidikan dan sumber daya manusia (SDM). Dengan bermodalkan hal itu, diharapkan tercipta pertumbuhan ekonomi yang signifikan di Indonesia. SDM yang berkualitas dapat terwujud jika generasi mudanya memiliki minat literasi yang tinggi agar mampu bersaing di tingkat global.
Di era digital saat ini, literasi baca tulis menurun signifikan dan justru melahirkan kebiasaan baru yaitu kebiasaan lisan, mutakhirkan status, banyak bertutur dengan jari tanpa berpikir terlebih dulu, hingga akhirnya menurunkan minat membaca buku bahkan tidak mengenal apa itu buku. Â Platform-platform media sosial yang menawarkan konten actual dan cepat membuat generasi muda cenderung lebih mengutamakan konsumsi konten instan, sehingga kualitas bacaan mereka dapat terpengaruh. Fenomena ini menandai tantangan besar bagi literasi dan kebiasaan membaca di masyarakat modern. Untuk itu, perlu adanya pendekatan baru pada generasi z yang memang berjiwa digital dan instan yakni bookstagram.
Bookstagram adalah singkatan dari "book" dan "Instagram". Ini adalah komunitas online yang terbentuk di platform Instagram, di mana para pecinta buku berbagi ketertarikan dan kecintaan mereka terhadap membaca melalui foto-foto buku, ulasan, rekomendasi, dan berbagai konten menarik lainnya yang berkaitan dengan dunia literasi. Fenomena bookstagram ini muncul seiring publik yang berbondong-bondong menggunakan Instagram sebagai platform berbagi foto yang mudah dan menarik membuat orang-orang mencari cara untuk mengekspresikan diri dan minat mereka. Adanya bookstagram memberikan wadah bagi para pecinta buku untuk terhubung, berinteraksi, dan menemukan rekomendasi buku baru. Â Dengan visualnya yang menarik berupa foto-foto buku yang estetik dan kreatif menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna Instagram.
Dewasa ini, kebiasaan membaca buku fisik sepertinya mulai terkikis oleh kehadiran gadget dan berbagai platform media sosial. Salah satu keunggulan utama media sosial adalah kemampuannya menjangkau audiens yang sangat luas dan beragam. Melalui platform seperti Instagram dan TikTok, informasi tentang buku, penulis, dan kegiatan literasi lainnya dapat menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Tidak seperti metode konvensional seperti pameran buku atau klub buku yang memiliki jangkauan terbatas, media sosial memungkinkan siapa saja dengan koneksi internet untuk menemukan dan berbagi informasi tentang buku.
Kemudian fitur-fitur interaktif yang dimiliki media sosial, seperti komentar, pesan langsung (DM), dan tagar, membuka peluang bagi para pecinta buku untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman membaca. Hal ini memungkinkan para pengguna media sosial untuk dapat berdiskusi, saling memberikan rekomendasi, menemukan komunitas, mendapat inspirasi, serta tidak menutup kemungkinan menggaet banyak orang awam dalam membaca untuk tergugah mindsetnya sehingga perlahan budaya literasi akan kembali eksis dimasyarakat.
Bookstagram telah menjadi trend yang cukup sukses dalam dunia literasi. Banyak pengguna yang awalnya tidak ada secuilpun minat untuk membaca, kini menjadi avid readers berkat inspirasi yang mereka temukan di platform ini. Contoh nyata dari kesuksesan ini adalah akun-akun Bookstagram yang mampu membangun komunitas besar dan aktif di sekitar tema membaca. Beberapa akun content creator bookstagram yang popular dan sukses diantaranya @bacaanalya dan @vioreadsbooks. Keduanya telah berhasil menggaet pengikut puluhan ribu diakun nya. Masing-masing akun ini memiliki gaya dan pendekatan yang unik, pastinya sama-sama memberikan pengaruh besar terhadap komunitas pembaca. Dengan konten yang menarik dan autentik, mereka telah menginspirasi banyak orang untuk menjelajahi dunia literasi lebih dalam.
Jenis konten yang paling efektif dalam menarik minat pembaca di Bookstagram meliputi ulasan buku yang jujur, rekomendasi berdasarkan genre, dan tantangan membaca. Konten yang mengajak audiens untuk berpartisipasi, seperti "Baca Bersama" atau "Tantangan 30 Hari Membaca," juga sangat diminati. Hal ini tidak hanya menciptakan keterlibatan tetapi juga membangun rasa komunitas di antara para pengikut.
Meskipun media sosial memiliki potensi besar dalam mempromosikan literasi, namun terdapat beberapa tantangan dan hambatan yang perlu diatasi. Algoritma media sosial yang terus berkembang sering memprioritaskan konten yang paling menarik perhatian pengguna, seperti gambar yang menarik, video pendek, atau konten viral. Akibatnya, konten literasi yang lebih panjang dan membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi seringkali kalah bersaing dan sulit untuk menjangkau audiens yang luas. Selain itu, algoritma ini memiliki kemampuan untuk membuat filter bubble, di mana pengguna hanya akan terpapar pada konten yang sesuai dengan minat dan preferensi mereka. Ini membuat sulit bagi mereka untuk menemukan konten yang baru dan berbeda.
Bookstagram telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam membudayakan membaca melalui jangkauan luas, interaktivitas, dan daya tarik visual. Dengan fitur-fitur yang memungkinkan diskusi dan pertukaran ide, serta konten menarik yang mendorong keterlibatan, Bookstagram berhasil menciptakan komunitas pembaca yang aktif. Beberapa akun populer menunjukkan bagaimana platform ini dapat menginspirasi banyak orang untuk membaca dan mengeksplorasi dunia literasi.
Dimasa mendatang diharapkan bookstagram dan media sosial lainnya dapat menciptakan potensi yang semakin besar untuk mempromosikan budaya membaca. Dengan kemajuan teknologi dan semakin banyaknya pengguna yang tertarik, komunitas ini akan terus berkembang, menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan minat terhadap literasi. Inovasi dalam konten, seperti video pendek dan livestream, juga dapat dijadikan pendekatan  baru untuk menarik perhatian generasi muda.