Mata saya tertuju pada trending topic di jejaring sosial mikroblogging Twitter. “Apa-apaan ini?” saya berkata. Kening saya mengerenyit saat membaca kata-kata yang sempat menjadi trending topic worldwide tersebut.
Go3wEh Ng9A aL4y YaKk
AqOeHh Chuyun9 QmoeHh
Dan berbagai macam kalimat yang tampak menggemaskan sekaligus menyesatkan.
Ya ampun, saya geregetan bukan kepalang. Kenapa bisa kalimat-kalimat yang membacanya saja susah ini bisa jadi tren?
Mungkin bagi sebagian orang kata-kata ini lucu, atau unik, atau kreatif, sehingga mereka merasa harus menyebarkan dengan me-Retweet nya pada follower. Namun ada juga yang menge-tweet kedua kata itu untuk menghinanya, walaupun tindakan mereka sebenarnya sama saja mempopulerkan kedua kalimat alay tersebut.
Parahnya lagi, perilaku ini digemari dan digandrungi para remaja. Hasrat ingin dikatakan eksis dan disebut sebagai anak gaul terlalu menggoda untuk dikalahkan. Tak heran, kebiasaan menggunakan bahasa antah berantah itu ‘memusnahkan’ kebiasaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tak heran, mengapa Bahasa Indonesia yang seharusnya mudah karena bahasa yang digunakan sehari-hari, malah justru jadi momok menakutkan saat Ujian Nasional. Ini karena para remaja beramai-ramai menggunakan bahasa gaul dan bahasa alay untuk keseharian mereka. Remaja sekarang hidup dalam dunia tulisan ‘terbatas’, yakni dalam jejaring sosial. Saat mereka menggunakan bahasa tulisan, maka bahasa tulis yang digunakan adalah kalimat yang disingkat-singkat, tanpa tanda baca yang baik dan benar, dan jangan lupa dengan bahasa gaul yang tak pernah diajarkan namun selalu digunakan sehari-hari.
Saya memang memandang para alayers tersebut dengan sedikit pandangan sinis. Menurut saya penulisan kata itu tidak usah yang terlalu ribet. Tidak usah yang terlalu mencari perhatian. Yang penting sesama pembaca saling mengerti. Kreatif itu boleh, perlu malah. Namun jangan sampai ‘menurunkan’ atau ‘merusak’ tata berbahasa yang sudah ada. Menurut saya, jika ingin terkenal via media sosial, pikirkanlah isi dan bobot tulisannya, bukan penggunaan huruf yang terlalu berliuk atau penggunaan huruf yang tak pada tempatnya. Toh, mereka yang terkenal melalui twitter semisal @poconggg tak menggunakan huruf-huruf yang alay. Justru mereka terkenal via twitter karena isi tulisan yang lucu serta kreatif.
Sudah seharusnya kita sebagai generasi muda ikut melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mungkin kita tak bisa menggunakan bahasa formal untuk keseharian, namun setidaknya di media sosial, kita bisa sedikit ‘mengurangi’ bahasa alay yang tak perlu. Selain agar semua usia nyaman membacanya (followers atau teman kita bukan hanya anak remaja, kan?) tapi juga meningkatkan ‘nilai’ kita sebagai orang yang berbahasa santun dan baik. Tak ada ruginya, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H