Mohon tunggu...
Juli Duru
Juli Duru Mohon Tunggu... -

Mengalir, jangan sampai terbasahi apalagi tenggelam....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Setiap Orang Mempunyai Kebebasan untuk Memilih

2 Juni 2012   06:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13386190011403293576

Sebagai seorang seniman, tukang nulis sudah menjadi kewajaran bila seseorang ingin menyuguhkan sesuatu yang aktual untuk pembaca. Terlepas dari dampak yang akan ditimbulkan olehnya. Kembali ke kebebasan memilih, siapa pun boleh menuliskan sesuai selera mereka apa yang ia tangkap dalam kehidupan sekitarnya, sesuai gaya dan cara mereka bertutur. Dan tentu harus diperhatikan kode etik, atau pun etika dalam menulis. Setiap penulis punya ciri khas, seperti Ahmad Tohari dengan Ronggeng Dukuh Paruk atau Tere-Liye dengan Hafalan Shalat Delisa. Karya Djenar Maesa Ayu tentu berbeda dengan karya Helvy Tiana Rosa. Becik ketitik ala ketara, tak perlu ditulis dan diumumkan ke kalayak pun keburukan akan terlihat sendiri. Sebagai seorang perempuan saya berusaha untuk memahami apa yang perempuan lain rasakan. Saya tidak setuju dan menentang Lesbian, terutama di kalangan BMI HK. Saya mempunyai sahabat TB baik yang Lesbian atau pun yang tidak. Saya mengantongi cerita mereka, saya bahkan sering dijadikan tempat sampah oleh mereka. Menampung segala curhatan tentang mereka sejak dari PJTKI sampai di Hongkong. Tetapi saya tetap menghormati mereka sebagai sesama saudara sebangsa dan setanah air. Dalam hal ini yang menjadi objek utama tulisan adalah BMI terutama kalangan ‘tomboy’, ‘lesbian’, dan cara mereka berhubungan sex. Terutama tulisan Pipiet Senja yang berjudul, Mengintip Pasangan Sejenis di Kalangan BMI Hong Kong, dan Cinta Ala Victoria Park: Pisang Tertinggal di Vagina. Nah, pertanyaannya, apakah si penulis tahu seluk-beluk kehidupan para BMI HK yang sedang menjadi obyek tersebut. Sudahkan penulis mencari titik masalah sehingga mereka masuk ke dalam lumpur dosa baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, melakukan investigasi secara menyeluruh akan kebenaran bukan mengandalkan ‘katanya’. Mungkin dengan cara masuk ke dalam lingkup kehidupan mereka secara mendalam, sehingga penulis mengerti mengapa yang bersangkutan melakukan perbuatan melenceng tersebut. Saya rasa secara pasti tulisan yang dihasilkan akan jauh lebih menarik dan mungkin bisa diambil hikmahnya. Dalam menulis penulis biasanya menempatkan diri sebagai orang yang dekat dengan ‘objek’ tulisan atau justru berperan sebagai si ‘objek’, sehingga dalam endingnya mungkin akan tertemukan semacam solusi yang sekiranya bisa untuk menanting si ‘obyek’ ke jalan yang lurus. Bukan malah memperkeruh keadaan, menggunjingkannya di depan kalayak umum dengan menyuguhkan tulisan bermodal, ‘katanya’. Apalagi kalau tujuan penulis adalah ingin merangkul si ‘obyek’ untuk kembali ke jalan yang benar. Saya sebagai BMI HK yang tidak pernah berpenampilan seperti mereka merasa sakit hati. Mereka adalah saudara saya yang betapa kalau bisa ingin sekali saya mengulurkan tangan untuk mereka agar kembali ke jalan yang diridhai-Nya. Apakah sudah benar menolong orang yang tenggelam dengan menginjak lehernya sehingga tambah terpuruk lebih dalam. Bukankah seharusnya membawakannya pelampung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, juga kerja keras untuk membawanya ke daratan. Begitu banyak kesedihan yang dialami BMI HK. Tentu bagi penikmat berita baik secara online atau pun media cetak tahu. Dari penindasan, gaji underpay, tindak diskriminasi dan lain sebagainya. Alangkah sayangnya apabila penulis yang terbiasa menulis kebaikan-kebaikan untuk mencerahkan umat, akan terhapus kebaikannya dengan menulis berita yang tidak komperhensif dan tak pantas dibaca baik dari segi bahasa maupun kebenarannya. Tentu karena kejadian ini si penulis akan kehilangan kehormatan dan kepercayaan dari para penikmat tulisannya. Yang tadinya dihargai, diidolakan, dikagumi karena semangat yang memotivasi saat bicara waktu work shop menjadi sebaliknya. Kebangggaan pembaca yang sering terharu oleh semangat penulis yang betapa dengan kesehatan yang kurang sudi memberikan motivasi yang membakar semangat untuk terus berjuang pun menjadi luntur, oleh kekecewaan ketika membaca tulisan yang tidak bertanggungjawab sebab berdiri hanya dengan modal ‘katanya’. Menulis yang baik bukan hanya bermodalkan kejujuran apapun yang didengar penulis dari lingkungan sekitar, perlu bukti dan kebenaran saat akan disuguhkan kepada kalayak. Kalau memang hanya ingin mengumbar aib, yang tidak tahu menjadi tahu dan akhirnya timbul fitnah dengan bergunjing. Sudah sepantasnya si penulis akan menuai apa yang ia tulis, yaitu cemoohan dari pembaca yang merasa terdzolimi. Alangkah baiknya sebagai penulis yang baik mengemas tulisan sehingga menarik secara baik/halus sehingga tidak hanya menyenangkan pembaca tapi juga mampu memberikan ilmu yang berguna bagi masyarakat. Yang buruk menjadi tercerahkan, yang baik pun menjadi semakin baik. Itulah yang saya tahu tentang menulis untuk berbagi. Walau berbagi yang baik-baik pun belum tentu diterima masyarakat. Penyampaian yang salah akan menimbulkan fitnah. Yang tertanam dalam benak masyarakat yang tidak tahu akan menjadi salah kaprah, setelah membaca berita yang ditulis secara salah. Akhirnya akan timbul kesalahpahaman yang tentunya merugikan masyarakat. Penulis pun akan rugi karena dijauhi, ketika masyarakat tahu bahwa apa yang ia tulis tidak mengenai fakta yang ada. Apalagi dalam tulisan Pipiet Senja berjudul, Mengintip Pasangan Sejenis di Kalangan BMI Hong Kong, dan Cinta Ala Victoria Park: Pisang Tertinggal di Vagina ini menyangkup BMI yang bukan hanya satu dua orang. Maka banyak yang dirugikan oleh tulisan yang tidak bertanggung jawab ini. Allah maha pemurah lagi pemaaf, apalah daya hati yang terluka oleh tusukan kata-kata lebih sakit/sulit disembuhkan, ketimbang oleh tusukan pedang. Semoga kekacauan ini bisa dijadikan pembelajaran bagi kami semua para BMI HK untuk berhati-hati, dan belajar menjadi lebih baik, berusaha berperilaku baik insya Allah, sehingga bisa menjaga citra bangsa tercinta. Bukan semata untuk diri sendiri, semoga teman-teman juga dengan adanya hal ini jadi tergerak untuk berbenah, berjuang dan belajar demi keharuman nama baik keluarga, bangsa dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun