Mohon tunggu...
Juli Duru
Juli Duru Mohon Tunggu... -

Mengalir, jangan sampai terbasahi apalagi tenggelam....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harapan Kosong --Miris Pendidikan BMI di Hong Kong--

13 Januari 2012   23:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:55 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi tentu menjadi dambaan banyak orang. Namun bagi sebagian orang, berbagai kendala yang dihadapi kadang dapat mengalahkan keinginan itu. Sebagaimana yang dialami oleh sebagian BMI. Berbagai kesulitan hidup yang dirasakan telah mengalahkan keinginan untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Namun demikian keinginan itu sejatinya tetap mengendap. Bagi sebagian Buruh Migran Indonesia khususnya di Hong Kong, keinginan itu selalu dijaga dan kelak akan direalisasikan. Bahkan sebagian lainnya menjadi BMI dijadikan alternatif langkah untuk mencapai keinginan melanjutkan studi sekembalinya ke kampung halaman.

Tidak heran, jika tersedia kesempatan untuk mengenyam pendidikan itu seketika disambut antusias oleh BMI. Setidaknya, fenomena inilah yang seringkali terjadi di Hong Kong. Beberapa lembaga yang menyatakan diri sebagai penyedia jasa proses pendidikan, bekerja sama dengan Perguran Tinggi di Indonesia, disambut positif oleh sebagian BMI dengan mendaftarkan dirinya sebagai peserta didik.

Hal ini bisa dimaklumi, karena BMI yang dulunya minim pendidikan, dapat mengikutinya di Hong Kong dengan mudah. Ditunjang dengan gaji dan hari libur yang cukup, semakin mempermudah mereka untuk mendapatkan pendidikan yang mereka kehendaki. Bila dibandingkan dengan keadaan ketika di kampung memang sangat jauh. Setelah bekerja di Hong Kong, segala kesulitan seperti ketika masih di kampung dapat diatasi dengan mudah.

Mayoritas BMI di Hong Kong hanya menggunakan ijasah SMP, SMA, SD atau bahkan tidak tamat SD pada saat mereka melamar sebagai calon tenaga kerja. Karena bagi mereka yang terpenting adalah mencari uang guna meringankan beban keluarga. Meski tak bisa dinafikan bahwa tak sedikit dari mereka yang bekerja sebagai TKW dengan tujuan mencari uang untuk kelanjutan studinya.

Bagi yang tamat SD dan SMP di Hong Kong dapat mengikuti kejar paket. Sedangkan yang telah lulus SMA dapat menempuh pendidikan tinggi melalui lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk para BMI di Hong Kong. Namun masalahnya, bagi BMI yang hendak kuliah lagi, harus hati-hati dengan lembaga yang mengadakan pendidikan tersebut. Sejauh mana legalitas maupun kredibilitasnya? Bagaimana bentuk pendidikan yang diselenggarakan? Apakah lembaga itu mencetak sarjana, diploma, atau hanya sebatas kursus saja?

Memang ketika seseorang berkeinginan untuk pulang dengan ijasah yang dulunya belum dimiliki, itu merupakan sebuah kebanggaan. Namun, apa gunanya sebuah ijasah jika pulang ke Indonesia nanti, ternyata tidak dapat digunakan sebagaimana layaknya.

Sebagaimana dialami oleh beberapa BMI yang merasa tidak mendapatkan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan setelah menempuhnya saat ia bekerja di Hong Kong. Eska Anika, mantan BMI yang pernah mengecap pendidikan di salah satu lembaga yang berdiri di Hong Kong menyatakan kekecewaannya setelah menempuh pendidikan selama satu tahun.

Eska menegaskan bahwa kuliah sebaiknya dilakukan setelah pulang ke Indonesia. "Lebih baik nabung aja dulu, nanti kalau sudah pulang, kan bisa kuliah di Indonesia. Kuliah di luar negeri biayanya sangat mahal." Ungkap mantan angota FLPHK ini.

Selain biaya yang mahal, Eska merasa bahwa materi yang diberikan kurang maksimal dengan durasi yang singkat dalam pembelajaran. "Cuma 2 jam, tapi kalau di Indonesia kalau seminggu bisa empat sampai lima kali pertemuan, jamnya juga lebih panjang. Materi yang dipelajari juga komplit. Belajar itu jadi kurang maksimal wong cuma 2 jam. Cuma diambil inti-intinya. Kayae kie gak sampai lebih detail penjelasannya," jelas Eska.

BMI yang bekerja selama 3 kontrak di majikan yang berbeda ini, kini kuliah lagi di Universitas Terbuka di Indonesia. Dia mulai lagi dari awal dan tidak menggunakan ijasah yang ia peroleh dari Hong Kong. Dia enggan menjelaskan keabsahan ijasah yang dia peroleh itu. namun wanita bersatus menikah ini menyarankan bagi BMI yang ingin kuliah lagi, lebih baik teman-teman BMI untuk menabung, serta kemudian meneruskan kuliah sesudah pulang ke Indonesia.

Lebih jauh dari itu, ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Eni Lestari menyatakan bahwa Perguruan Tinggi yang disediakan untuk BMI di Hong Kong, secara umum seperti kursusan bukan diploma.

Lebih exstrim Eni berpendapat bahwa secara umum pendidikan kalangan BMI di Hong Kong seringkali memberikan harapan kosong terhadap teman-teman BMI. Karena pada kenyataannya ketika ada lembaga yang menawarkan kuliah setara luar negeri dengan mengoptimalkan bahasa Inggris, namun BMI sendiri tidak tahu apakah ijasah tersebut dapat digunakan atau tidak ketika mereka kembali ke Indonesia.

Eni juga merasa prihatin kepada teman-teman yang kadang menjadi korban. Masalah seperti ini belum terealisasi sampai sekarang. Sebenarnya lembaga pendidikan untuk kalangan BMI di Hong Kong tidak banyak. Dan dia merasa bahwa pemerintah tidak akan sulit untuk mengatasinya.

Eni yang juga menjabat ketua PILAR dan International Migrant Aliance (IMA) ini juga menghimbau BMI untuk hati-hati memilih lembaga-lembaga yang menjanjikan pendidikan diploma. "Galilah informasi lebih dalam dan terperinci terlebih dahulu sebelum mendaftar. Carilan informasi lengkap, misalnya, biasanya mereka akan menawarkan dan mempromosikan apabila pulang ke Indonesia nanti bisa melanjutkan ke salah satu Perguruan Tinggi tertentu. Nah, tanyalah ke Indonesia langsung kepada lembaga tersebut. Setelah itu tanyakan ke pihak konsulat. Karena seharusnya pihak konsulat menyediakan sarana informasi untuk para BMI," jelasnya.

Meski Eni mengaku tidak tahu persis tentang hukum pendidikan di Indonesia, Eni berharap agar pemerintah dapat bertindak sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai mana fenomena yang terjadi pada waktu lampau (penutupan salah satu lembaga pendidikan yang diselenggarakan tanpa kejelasan nasib para siswanya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun