Abstrak
Stress adalah salah satu masalah kesehatan mental yang paling umum dihadapi oleh mahasiswa, untuk menghadapi stress terkadang mahasiswa menutup diri dari lingkungan. Sayangnya hal ini berdampak pada emosional mahasiswa menjadi mudah marah dan temperamental. Tak jarang bahkan sulit berbicara di hadapan kelompok dan merasa terintimidasi apabila dihadapkan pada situasi yang menekan secara interpersonal. Dengan begitu coping stress dapat dilakukan dengan cara menulis apa yang mereka rasakan dalam bentuk cerita, atau apapun. Cara ini dianggap cukup efektif terutama jika menghadapi pribadi yang tertutup dan memendam stress. Sehingga dengan begitu akan merasa lebih baik dan lebih positif dalam menyalurkan emosi yang selama ini terpendam.
Kata kunci : stress, coping stress, emosi
Pendahuluan
Mahasiswa adalah kelompok yang sering kali menghadapi tekanan dan tuntutan yang signifikan selama masa studi mereka. Pada masa ini, yang seharusnya menjadi masa pembelajaran dan pengembangan pribadi, sering kali disertai dengan berbagai tantangan yang sering terjadi terutama adalah stress, tugas-tugas yang menumpuk, ujian yang mendekat, serta harapan untuk mendapatkan nilai yang tinggi dapat menimbulkan tekanan yang mungkin berdampak pada diri sendiri maupun lingkungan yang merasakan.
Stres yang dialami oleh mahasiswa dapat berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan mental mereka. Oleh karena itu dibutuhkan strategi coping yang bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya (resources) yang dimiliki. Sumberdaya coping yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi strategi coping yang akan dilakukan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan (Maryam, 2017). Dengan dilakukannya coping stress diharapkan mahasiswa dapat menjalani masa studi mereka dengan lebih baik, mencapai potensi akademik mereka, dan menjaga kesejahteraan mental serta fisik mereka.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis (Maryam, 2017). Dampak psikologis yang terjadi pada individu dengan amarah tinggi tidak hanya menanggapi situasi stres dengan reaktivitas yang lebih besar, tetapi mereka juga menciptakan situasi yang lebih membuat stres untuk diri sendiri (Nadya Yasmine & Kurniawan, 2021). Dengan demikian penting untuk memiliki cara yang efektif untuk menghadapi stress dan menutup diri agar hidup dapat lebih positif dan bermakna.
Jenis Alat Tes yang Digunakan
Metode asesmen menggunakan IST dan 16 PF. Intelligenz Struktur Test (IST) adalah alat tes inteligensi yang dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman pada  tahun  1953  dan  telah  diadaptasi  di Indonesia. Sedangkan 16 PF menurut Raymond Cattel merupakan alat tes kepribadian yang disusun berdasarkan struktur kepribadian manusia.  Pengaplikasian tes 16 pf dapat digunakan dalam psikologi industry organisasi, psikologi klinis, psikologi konseling. Alat tes ini dikembangkan oleh Raymond Cattel terbit pertama kali pada tahun 1949.
Pada tes 16 PF terdiri atas 16 faktor kepribadian diantaranya Warmth (A), Reasoning (B), Emotional Stability (C), Dominance (E), Liveliness (F), Rule-Consciouness (G), Social Boldness (H), Sensitivity (I), Vigilance (L), Abstractedness (M), Privateness (N), Apprehension (O), Openness to Change (Q1), Self-Reliance (Q2), Perfectionism (Q3), dan Tension (Q4) (Ajeng Eka & Nur Eva, 2022)
Pada artikel ini, penulis akan menceritakan tentang subjek yang merupakan mahasiswa semester enam di salah satu Universitas swasta di Bekasi, subjek merasa dirinya tertutup dan kurang percaya diri, subjek seringkali memendam stress yang dialaminya sehingga menyebabkan subjek mudah tersinggung. Hal ini menjadi beban yang cukup berat, terutama jika tidak ditangani dengan baik. Pada kasus ini, subjek merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri dan tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan baik.