Mohon tunggu...
Juwiati
Juwiati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pengalamanku Menjadi Guru SMP

10 Oktober 2015   17:37 Diperbarui: 10 Oktober 2015   19:02 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di awal tahun ajaran baru saya menghadapi siswa baru yaitu kelas 7 yang asalnya dari beberapa sekolah dasar di wilayah Depok dan sekitarnya.Para siswa tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda,misalnya ada yang suka teriak-teriak,ada yang suka mukul-mukul meja ada yang bermain-main.Saya sebagai guru harus memberi bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar tidak membuat gaduh di dalam kelas.Ada siswa yang tunjuk jari mengutarakan dengan kalimat:”bu,suaranya kurang keras,saya tidak dengar”.Lalu saya mencari perhatian siswa dengan memukul meja.dhok,dhok,dhok.

Saya:”maka dari itu kalau ibu sedang menerangkan anak-anak jangan bicara sendiri,apalagi suara ibu kurang keras,kalah dengan suara anak-anak”.

Beberapa waktu yang lalu tepatnya di awal bulan Agustus 2015 saya dipanggil bapak Heru Sumarsono,S.Pd. sebagai kepala sekolah SMP Negeri 1 Depok,untuk menghadap ke ruang beliau.Saya merasa ada ketidaknyamanan,mungkin ada sesuatu yang terjadi pada diri saya.Padahal seingat saya ,saya tidak merasa melakukan kesalahan kepada siswa,orang tua,sesama guru,kepala sekolah , warga sekolah yang lain bahkan lingkungan.Dengan berbagai pertanyaan pada hati saya ,dan dengan rasa sedikit takut dan ragu saya memberanikan diri akan menghadap beliau.

Sesampainya di depan pintu saya memberi salam:”Assalamu’alaikum”
Pak Heru:”wa’alaikum salam,monggo lenggah bu!”.

Saya :”Ada apa bapak?”

Pak Heru:”Bu Juwiati, beberapa bulan terakhir ini saya sebagai kepala sekolah mengamati jalannya  proses belajar mengajar dari bapak ibu guru di sekolah kita ini.Nah … dalam kegiatan pengamatan ini saya menemukan sesuatu yang ada kaitannya dengan panjenengan.

Saya :”Tentang apa pak?

Pak Heru:”Tentang guru profesional,guru profesional itu harus menguasai materi yang diajarkan,menyampaikan dengan bahasa yang benar dan dapat didengar oleh seluruh siswa di kelas,padahal saya mengetahui bahwa suara panjenengan kurang bisa didengar dengan
jelas”.

Saya :”Iya Pak ,saya memang merasakan suara saya hanya dapat didengar sebagian siswa yang duduk
di depan saja kalau saya di depan kelas, begitu juga sebaliknya,kalau saya berada di belakang
kelas, siswa yang duduk di depan juga tidak dapat mendengar dengan jelas suara saya”.
Hal ini mungkin akan menjadi pertimbangan kepala sekolah,untuk ikut membantu menyelesaikan masalah(suara yang kurang keras).
Pak Heru:”Bagaimana kalau panjenengan setiap mengajar menggunakan alat bantu pengeras suara(wireless)untuk menunjang proses belajar mengajar di kelas?
Saya :”Iya Pak,terimakasih atas perhatian Bapak untuk menyelesaikan masalah saya”.(yaitu akan
dibelikan wireless).
Begitu saya mendengar penjelasan kepala sekolah rasa was-was saya hilang berubah menjadi kebahagiaan,karena permasalahan saya dalam menyampaikan proses belajar mengajar akan segera teratasi.Setelah beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 31 Agustus 2015 bersamaan dengan hari jadi kota Yogyakarta,ada teman saya yang memberitahu bahwa saya dipanggil oleh kepala sekolah.Saya pun tidak tahu ,kenapa saya dipanggil lagi oleh kepala sekolah.Ternyata alat bantu (wireless )yang dijanjikan sudah dibelikan.Lalu di ruang itu saya diberi petunjuk cara mengoperasikan alat bantu tersebut.
Pak Heru:”Dicoba Bu!”
Saya :”Inggih Pak”.
Lalu alat bantu diaktifkan,dan saya coba dengan kata”Assalamu’alaikum”.
Pak Heru:”Ya,sudah memadai bu,suara panjenengan”.
Saya :”Terimakasih Pak,atas bantuan Bapak untuk menyelesaikan masalah saya.Jazakallohukhoiron
katsiro”.
Alhamdulillah,dengan senang hati wireless saya bawa ke ruang guru.Tak lama kemudian tanda bel masuk kelas berbunyi,dan saya ada jam masuk kelas.Saat itu juga alat bantu saya pergunakan sebagaimana mestinya .Anak-anak pun menanggapi dengan sangat positif,terbukti anak lebih bersemangat dan senang dalam mengikuti proses belajar mengajar dengan baik dan situasi menjadi kondusif (nyaman untuk belajar).Selain itu saya pun tidak kecapekan teriak-teriak karena suara saya yang terbatas(kurang keras). Setelah jam pelajaran selesai alat bantu saya bawa ke ruang guru.Banyak tanggapan dari bapak/ibu guru yang menginginkan alat bantu tersebut,karena memang betul-betul sangat efektif dan efisien. Bahkan ada teman guru yang mau pakai alat tersebut,sayapun tidak keberatan untuk mempersilahkan asal jamnya tidak bersamaan dengan jam mengajar saya,karena pesan kepala sekolah untuk menggunakan alat bantu setiap saya mengajar.
Saya berharap anak-anak didik kita dapat belajar dengan senang dan bersemangat untuk meningkatkan prestasi belajar.Apalagi mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diUNASkan.Dan nilai UNAS akan digunakan untuk pertimbangan penerimaan siswake jenjang sekolah yang lebih tinggi.Insya Allah dengan anak-anak didik yang berprestasi bangsa ini akan mengalami kemajuan.
Pembaca yang memiliki kelemahan seperti saya dapat menggunakan alat bantu wireless untuk mengatasinya.
Demikian pengalaman saya sebagai guru matematika di SMP Negeri 1 Depok.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa artikel ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna.Namun demikian penulis berharap kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan.
.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun