Ditemui di kampung Kemiri Distrik Sentani Kabupaten Jayapura John yang saat ini menyibukkan diri mengabdi sebagai pelayan Tuhan di salah satu gereja di Sentani Kabupaten Jayapura mengaku saat ini Papua sudah sangat berkembang jauh, dan orang Papua sudah menjadi Tuan di negerinya sendiri. Jumat (30/11/2018).
Meskipun  diakui ada beberapa wilayah yang masih tertinggal, namun hal itu menurutnya akibat kurang optimalnya peran pemerintah daerah dalam membangun daerahnya.
Dengan kondisi perubahan yang jauh lebih baik saat ini. John menyebut esensi kemerdekaan adalah kesejahteraan perubahan yang kini sudah diperoleh. Momentum 1 Desember kata Jhon beberapa tahun silam sengaja dibentuk atas opini untuk perubahan akibat situasi politik saat itu.
Dengan kondisi itu, pria yang selama 28 Tahun perjuangannya dihabiskan melakukan loby negara-negara Pasifik untuk mendapat dukungan atas Papua Merdeka akhirnya memutuskan kembali ke Papua dengan melihat kondisi perkembangan yang cukup pesat.
"Kalau apa yang kita perjuangkan sudah tercapai, lantas apa lagi. Perubahan sudah nampak. Sekarang lihat, orang Papua sendiri yang menjadi pemimpin di sini, orang Papua sudah banyak yang menjadi pejabat, sudah memiliki finansial yang baik.
Lalu kemerdekaan yang mana yang kita cari. Saya putuskan kembali dari PNG. Kenapa saya harus tinggal di sebuah Negara kemudian menahan hati," ucapnya sambil tertawa.
Menyikapi agenda Kamtibmas Papua tanggal 1 Desember di Papua yang disebut-sebut sebagai hari peringatan Papua Merdeka, mantan tokoh pejuang Papua Merdeka era Tahun 80-90an Alberth Norotouw menegaskan esensi perjuangan Papua Merdeka adalah kesejahteraan rakyat Papua,
"Kami memang ciptakan opini itu, kerena kepentingan politik saat itu. Dan kini perjuangan kami sudah ada hasilnya. Papua sudah berubah dalam bingkai NKRI," Kata Jhon.
Ia mengaku saat ini menjalani hidup tenang dan berbaur dengan masyarakat. Menikmati hasil perjuangan yang pernah ia lakukan.
"Hidup dengan damai di Indonesia, berbaur dengan masyarat. Orang saling menyapa dengan baik. Saya hidup di sekitar ini (Kemiri, red), ada lewat menyapa 'tete' kan tenang to...!." ujar Jhon.
Ia menjelaskan selama perjuangan untuk Papua Merdeka, dia bersama panel Pasifik capter perjuangan Papua, di tahun 80-an membangun hubungan dengan Vanuatu, PNG, Solomon dan Negara pasifik lainnya dengan membentuk opini tentang 1 Desember. Dan banyak orang termakan opini masalah merdeka ini.
"Jadi kami yang membuat opini itu, maka kami juga yang harus pergi ke sana untuk menyelesiakan ini, kami sudah membangun hubungan dengan Vanuatu, Solomon, dan PNG," ujarnya.
Dikatakan, pada 1 Desember 1961, masa itu dilahirkan sebuah bendera, lambang negara dan lagu Papua. Namun itu merupakan nilai-nilai esensi sebuah perjuangan.
"Itu merupakan nilai-nilai. itu sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Karena Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat, red) sudah disahkan oleh PBB dan inilah pedoman orang Papua, sebagai bangsa Indonesia," ucapnya.
"Jadi siapa pun yang menentang termasuk saya, oleh karena kekerasan orde baru, setelah melihat adanya perubahan. Kita harusnya menerima Pepera itu. Tapi kalau dilihat dari sisi iman, maka ini sudah menjadi kehendak Tuhan. Untuk kami bersama Indonesia," tegas Jhon Norotouw.
Pihaknya juga menyesalkan adanya seorang oknum mengaku sebagai pendeta. Namun, sering mengajak melakukan perlawanan kepada pemerintah atau menyatakan sikap merdeka.
"Dia bukan seorang pendeta. Pendeta itu kan umatnya semua golongan bukan satu suku," tegas Jhon Norotouw.
John juga meminta kepada pemerintah pusat dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengaudit dana Otsus Papua. Sudah 17 tahun berlangsung, Otsus masih belum menyasar warga hingga pelosok.
"Saya yang maju berteriak untuk audit Otsus. Biar bisa merapat, jangan pusat sudah percayakan dana yang melimpah, namun disalahgunakan oleh pejabat orang Papua sendiri. Maka harus diaudit," ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H