Memaafkan itu tindakan mulia namun tidak semua bisa mudah memaafkan
Mengalah itu tidak terkalahkan, namun berapa banyak orang mau mengalah ? Kejadian penghinaan terhadap KH. Musthofa Bisri seorang alim ulama dan budayawan, atau akrab disapa Gus Mus oleh seorang pemuda dengan mengatakan "NDA***" menjadi viral di media sosial. Meskipun pada akhirnya sang pemuda meminta maaf dan sowan langsung ke kediaman Gus Mus.
Kejadian itu hanya karena Gus Mus memberikan kritik rencana Shalat Jumat di jalan pada Aksi 2 Desember 2016 sebagai bid'ah. Namun sikap Gus Mus bukan balik menyerang, namun justeru memaafkan. Betapa tindakan seorang ulama yang bijaksana yang mengamalkan amar ma'ruf nahi munkar bukan hanya di khotbah saja, namun juga diamalkan sehari-hari dan sebagai tauladan umat lainnya.
Sayapun teringat tausiyah beliau yang senantiasa sejuk dan jauh dari kesan politik dan cenderung mengajarkan kesederhanaan.
"Agama itu anugerah, kenali agamamu, sehingga cintamu tidak termehek-mehek" Petikan dari materi tausiyah beliau  ketika berkunjung ke Hong Kong di awal November lalu. Sebuah ungkapan yang pas untuk kondisi umat muslim di tanah air  saat ini. Gus Mus menyarankan, dalam aspek di masyarakat kita harus mencontoh Rasulullah SAW sebagai contoh suri tauladan, yang tahu bahwa setiap manusia itu berbeda, memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda. Namun, banyak pemimpin saat ini melupakan itu. Bahwa Islam itu agama yang rahmatan lil alamin, Islam mengatur tentang jihad, mengatur kemasyarakatan. Islam itu detail dan lengkap, tapi tidak memberatkan. Masing-masing umat diberikan kelonggaran dan sesuai kapasitas.
Tidak perlu berlebih-lebihan, membenci jangan berlebihan, ibadahpun jangan berlebihan. Karena sesuatu itu tak harus banyak tapi harus kontinyu dan terus-menerus, itu jauh lebih baik.
Tidak ada baiknya kebaikan yang tidak terus. Amal yang baik adalah amal yang terus "Demonstrasi mengatasnamakan agama seperti yang terjadi di tanah air apakah termasuk jihad, Gus?" Tanya seorang Jamaah Pengajian melihat fenomena aksi Bela Islam dengan mengadakan demonstrasi damai di jalanan 9 November lalu. Tanpa embel-embel politik, Gus Mus menyampaikan, makna jihad itu pengerahan. Pengerahan itu bukan hanya fisik, namun juga bisa fikiran. Jihad juga ada aturannya, seperti juga amar ma'ruf nahi munkar.
Tidak semua bisa dikatakan jihad, Kita sebagai umat Islam hanya oleh melawan keangkaramurkaan dan kepada orang yang dzalim. Umat Islam diizinkan berperang, melawan namun ada aturannya. berjihad hanya dengan  dua alasan yaitu untuk mempertahankan diri melindungi hak miliknya,  dan menjaga keselamatan.
"Kalau semua dikatakan jihad akan banyak tragedi di Indonesia ini, contohnya pemuda tidak mampu menikah dan menafkahi akhirnya melakukan aksi bom bunuh diri di depan pasar karena ada  janji surga dan bidadari kalo meninggalnya jihad," kelakarnya.
Indonesia bukan negara sekuler juga bukan negara Islam. Kita sebagai umat Islam meskipun mayoritas, tapi tidak bisa mengatur karena ada UUD 1945 dan Pancasila sebagai patokan.
Kita ini sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama Islam bukan orang Islam.
"Lakukan hal-hal kecil tapi kontinyu itu jauh lebih baik daripada kebaikan yang tidak terus. Amal yang baik adalah amal yang terus. Sampean bukan warga DKI, kan jadi tak usah ikut-ikutan, biarkan warga DKI menentukan pilihan wakil mereka " Pesannya kepada para jamaah yang hadir.Â