Malam itu suasananya tegang. Bayangkan, di taman Getsemani, di bawah cahaya bulan yang malu-malu, ada geng prajurit dan para pemuka agama datang lengkap dengan obor, pedang, dan wajah serius kayak lagi ujian nasional. Target mereka? Yesus.
Petrus, sang murid penuh semangat yang kadang nggak mikir panjang, merasa ini momen heroiknya. Dengan gaya sok jagoan, dia cabut pedangnya dan langsung ayun ke arah salah satu prajurit. Telinga Malkus, si asisten Imam Besar, jadi korban. BRAK! Telinganya copot! Bayangin, copot beneran, jatuh di tanah. Malkus kaget, Petrus kaget, semua orang kaget. Bahkan telinganya mungkin juga kaget.
Tapi Yesus? Santai kayak di pantai. Dengan tatapan penuh kasih, Dia bilang, "Udah, cukup. Nggak usah pakai kekerasan." Terus Dia jongkok, ambil telinga Malkus yang tergeletak kayak earphone jatuh, dan dengan tenang, tempel lagi di tempatnya. Nggak pakai lem, nggak pakai plester, langsung nempel sempurna. Healing level dewa.
Malkus? Dia cuma bisa berdiri bengong, pegang telinganya yang baru ditempel ulang, ngerasain nggak ada rasa sakit sama sekali. Mungkin dia mikir, "Baru aja aku hampir jadi bahan lelucon seumur hidup, eh, sekarang telinga ini kayak baru servis!"
Pelajaran dari cerita ini? Yesus selalu punya solusi, bahkan untuk masalah sepele kayak telinga yang copot mendadak. Dan Petrus? Mungkin setelah itu dia mikir dua kali sebelum sok-sokan jadi pahlawan. Karena kadang, keajaiban itu nggak butuh aksi dramatis, cukup kasih dan ketenangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI