[caption id="attachment_175012" align="aligncenter" width="425" caption="Esemka Rajawali/Admin (KOMPAS/Sri Rejeki)"][/caption]
Sedih juga jika mendengar berita tivi : Mobil Esemka tidak lulus uji emisi di Serpong. Kesedihan yang mirip seperti mendengar berita anak pintar "gagal ujian nasional SD atau SMP atau SMU". Apalagi jika berita itu tak memuat penjelasan para penguji. Kita dapat"misleading", memiliki persepsi keliru atas data yang tak lengkap dan akurat.
Tanpa informasi akurat, pertanyaan mengapa emisi "enjin" baru mobil ESEMKA dapat melahirkan kadar NOX, dan CO2 melebihi ambang batas, tak ada jawabannya. Pertanyaan lain yang menggantung dikepala adalah Ambang batas Emisi yang mana, jadi rujukan Lembaga Peneiliti Emisi Gas Buang ini ? Standard Amerika , Eropa Jepang atau Standard National Industri ?. Tanpa mengetahui akar masalah dan sebab utama kriteria tidak lulus ujian emisi , bagaimana mungkin dilakukan langkah perbaikan.
Emisi gas buang diluar ambang batas, dapat muncul dari kriteria dan standard tinggi yang digunakan, mungkin akibat pada kekeliruan kecil ketika mengisi jenis bahan bakar yang digunakan. Mungkin juga lahir dari enjin yang kurang terinstall dengan baik, atau dari pergerakan piston dan proses pembakaran yang tak sempurna. Boleh jadi ada bagian rangkaian elemen knalpot yang tak padu padan sebagai suatu sistem terintegrasi. Bisa pula, ketergesaan proses uji emisi "20 menit", tanpa repitisi melahirkan data tunggal yang mengabaikan pendekatan statistik dalam analisa fakta berkarakter "informasi acak" atau mengandung sifat "randomness". Pelbagai kemungkinan bisa dikembangkan.
Karena itu ada baiknya jika pengumuman tidak lulus uji emisi , disertai penjelasan jenis komponen keliru dari sistim penggerak tenaga, yang menjadi sebab utama proses pembakaran tidak sempurna terjadi ?, Atau mungkin ada sebab sebab lain. Suatu informasi akurat yang alangkah indahnya jika dapat dijelaskan dan diklarifikasi oleh Lembaga yang melakukan uji emisi. Sehingga tiap pemberitaan dan pengumuman tentang setiap ujian yang dilaksanakannya, dapat melahirkan tindakan perbaikan dimasa depan.
Saya mencoba menulis sebuah catatan kecil, sebagai wahana "information sharing" karena kebetulan saya memiliki pengalaman 20 tahun di Industri Pesawat Terbang dan pada tahun 1990 sd 1995 tiap saat bergelut dengan problema standardisasi dan type certificate dari sebuah pesawat terbang yang sama sekali baru direkayasa dan rancang bangun. Melelui catatan ini saya ingin mempresentasikan suatu perspektip dan analogi , yang mungkin bermanfaat dalam menilai dan menjalani Uji Prototype Produk Teknologi Baru,seperti akan ditempuh oleh Mobil Nasional sejenis ESEMKA.
Saya sebut ESEMKA sebagai Mobil Nasional, karena definisi produk nasional atau penempatan label "Made in Indonesia" pada sebuah hasil karya atau produk dapat juga mengikuti tatacara dan pola pemberian paspor warga Negara, melalui penggunaan azas "ius soli" dan/atau "ius sanguinis". Dengan pola ini, sebuah Produk berupa barang dan jasa, yang dilahirkan dari otak, tangan dan kaki putera putri Indonesia (ius sanguinis), dan/atau Produk yang dilahirkan, diadopsi dan tumbuh berkembang di bumi Indonesia (ius soli), dapat dikategorikan sebagai "Produk Nasional" atau disebut sebagai "Made in Indonesia". Sebuah pendekatan yang dilaksanakan dalam perjanjian NAFTA diantara Canada, Amerika Serikat dan Mexico, untuk menyatakan "state of origin" dari suatu produk.
Catatan Kecil ini ditulis untuk menempatkan paradigma Uji Prototype atau Kelaikan Wahana Transportasi dalam perspektip sebagai :" Tindakan sistimatis dan terencana untuk melaksanakan rangkaian aktivitas segregasi dan pemilahan benih benih kegagalan dari potensi keberuntungan untuk menonjolkan keunggulan suatu Produk". "Differentiatiaton or segregation between fortunes and failures in a new Product Development".
Ada tiga catatan kecil ,berkenan dengan "Rule of Engagement" Proses Sertifikasi Produk Teknologi Baru.
Catatan Pertama : Kementerian Perhubungan sebagai Otoritas Transportasi Nasional adalah penanggung jawab dan Pembina Utama Tingkat Keselamatan dan Keamanan Transportasi di suatu Negara . ("Transportation Safety and Security" Rule).Ketika tahun 1985 saya mengikuti "training Airworthiness", kelaikan udara pesawat terbang di Amerika, dijelaskan "Rule and Responsibilities" of "Authority" dalam bidang kelaikan Udara.Ada "Dual Mission" atau Misi ganda utama yang diemban oleh Institusi Otoritas Penerbangan Sipil seperti Federal Aviation Agency (FAA) dan Transportation Security Agency (TSA) di Amerika Serikat. Di Indonesia Direktorat Jendral Perhubungan Udara atau DGCA- Directorate General Civil Aviation.
Misi pertama, Pelindung dan Pembina tingkat Keselamatan dan Keamanan Penerbangan pada setiap mata rantai proses nilai tambah yang dilaksanakan pada segala jenis kegiatan Kedirgantaraan. (Protection of Aviation Safety and Security in every single value chain of Aviation activities).Dengan kata lain proteksi dan perlindungan kepada Konsumen atau Pengguna Produk baik Jasa maupun Barang yang digunakan dan dimanfaatkan dalam Industri Kedirgantaraan .
Misi kedua, Melahirkan, menumbuhkan , merawat dan meningkatkan pertumbuhan kemampuan dan keunggulan Sistem Keselamatan dan Kemananan Penerbangan. Melalui penciptaan struktur, tatacara, mekanisme dan kultur Keselamatan dan Keamanan Penerbangan dalam Sistim Transportasi Nasional. Artinya melindungi kepentigan Produsen.Melalui kedua misi ini pengembangan Tugas Pokok dan Fungsii (TuPokSi) utama, Otoritas Penerbangan Sipil dilaksanakan dan dimplementasikan secara seksama , sistimatis terencana dan berkesinambungan.Antara lain dengan Mengembangkan "Rule and Regulation" dan Sistem berupa tata cara, struktur organisasi dan mekanisme yang dapat memisahkan benih benih Kegagalan dari potensi Keberuntungan dalam setiap matarantai nilai tambah (value chain) Industri Jasa dan Industri Manufaktur Produk Dirgantara.
Suatu tindakan sistimatis , terencana dan teratur untuk dapat membedakan mana potensi Fortune dan mana benih benih Failure". Hal ini perlu jadi pusat perhatian, karena dalam setiap sistem betapapun baiknya, selalu tersembunyi pelbagai potensi "Fortune" atau Keunggulan, dan ada benih benih "Failures".
Melalui metode standard berlaku, yang selaras dengan kemajuan sains dan teknologi, dapat ditemu kenali setiap jenis dan bentuk benih benih kegagalan produk yang tersembunyi dan tertidur dalam sistem yang dianalisa (dormant failures analysis).
Penemuan benih kegagalan ini dapat diruntut menjadi temuan atas kemungkinan skenario terjelek yang mungkin terjadi (probable worst scenario) dari operasi wahana transportasi, ketika menjalankan fungsi sebagai alat dan peralatan utama konsumen untuk beraktivitas.
Melalui temuan benih benih kegagalan yang transparan dan akuntabel , otoritas transportasi telah menjalankan fungsi pokoknya yakni memberikan pilihan dan kesempatan bagi konsumen dan produsen meningkatkan nilai tambah dan mengurangi biaya.
Sebab, setiap Kegagalan betatapun kecilnya akan melahirkan nestapa dan ketidak beruntungan. Moto dunia penerbangan : “Sky is wide, but there is no place for small error”. Langit itu luas tak terbatas, tapi sayang tak ada tempat sekecil biji jarah pun untuk sebuah kekeliruan.
Karena itu potensi kegagalan harus secara dini ditemu kenali, agar tidak terjadi proses yang terlalu banyak melahirkan biaya dan tidak membuahkan Nilai Tambah. Setiap konsumen atau produsen barang dan jasa harus harus dilindungi sistim proteksi agar tidak terperangkap dalam situasi atau mekanisme dan tata cara dimana mata rantai proses nilai tambah yang terjadi mmengandung karakter seperti disebut oleh John C Bogle (Founder Vanguard Mutual Fund Group): "Too much cost not enough value". Boros biaya, tak bernilai tambah atau besar pasak daripada tiang.
Bagi Konsumen, temuan benih kegagalan sejak dini ,amat penting dan strategis bagi upaya perlindungan tingkat keselamatan dan keamanan wahana transportasi. Sebab setiap temuan pasti akan ditindak lanjuti dengan upaya cegah tangkal yang mampu mewujutkan nilai tambah sebuah perjalanan beraktivitas.
Sehingga setiap perjalanan atau 'travelling" menjadi kenangan yang menyenangkan dari awal hingga sampai ke tujuan dengan selamat.
Moto Insan Transportasi: AMAN, NYAMAN, SELAMAT SAMPAI KE TUJUAN, terwujut dalam kehidupan sehari hari.
Jika ada kecelakaan dan gangguan kemananan maka biaya (cost) berupa waktu, tenaga, harta benda dan nyawa ,amat mahal dan mungkin ktak tertanggungkan.
Bagi Produsen temuan benih benih kecelakaan , ketika produk ini masih dalam skala laboratorium dan/atau sedang diproduksi atau sebelum dioperasikan untuk angkut konsumen, jelas akan melahirkan upaya perbaikan, modifikasi dan pergantian suku cadang serta proses “design improvement” untuk peningkatan daya saing dan keunggulan nilai tambah produk yang dihasilkan.
Karena itu produsen wahana transportasi selalu memerlukan proses pembinaan otoritas transportasi dari suatu negara. Pembinaan berupa proses yang transparan dan accountabel dalam "Rule and Regulations", tatacara dan mekanisme pemberian ijin usaha, ijin kelaikan wahana transportasi dan ijin jin lainnya.
Suatu proses yang amat bermanfaat dan strategis bagi langkah sistimatis, terencana dan terukur dalam membantu aktivitas pengembangan Sistem Rekayasa dan Rancang Bangun, Sistem Produksi, Sistem Distribusi dan Sistem Perawatan, Perbaikan dan Modifikasi Wahana Transportasi.
Melalui proses pembinaan yang muncul dari penemuan benih benih kegagalan secara dini, dapat dibangun sistem yang mampu beradaptasi terhadap setiap perubahan peraturan berlaku sesuai kemajuan sains dan teknologi.
Sekaligus suatu sistem manajemen operasi industri yang mampu memitigasi resiko kegagalan untuk meningkat niai tambah produk yang dihasilkan dari waktu kewaktu, dengan biaya yang berkurang dari masa ke masa.
Dengan aturan pertama ini, maka hak dan otoritas pemberian ijin terbang sebuah pesawat terbang dlimpahkan negara kepada Otoritas Penerbangan Sipil melalui Undang Undang.Otoritas Penerbangan Sipil diseluruh dunia pada tahun 1944 melahirkan organisasi ICAO (International Civil Aviation Organization) .
Dengan tujuan menjadi forum internasional ajang proses harmonisasi "Rule and Regulations" terutama dalam hal sistim berupa struktur, mekanisme dan tatacara baku proses pembeiran ijin terbang melintasi Ruang Udara setiap negara.
Ijin terbang merupakan hak Otoritas Penerbangan Sipil masing masing negara yang menjadi lintasan terbang sebuah pesawat terbang, bukan Tiap Negara memiliki "Rule of Engagement" sendiri sendiri dalam undang undang. Di Indonesia dikenal UU Penerbangan No 1/2009. Dalam Undang undang No 1/2009, dua misi utama Otoritas Penerbangan Sipil diamanatkan.
Misalnya, kini negara negara yang tergabung dalam Masarakat Uni Eropa, menerapkan biaya emisi gas buang bagi tiap jenis pesawat terbang yang melintasi udara Eropa, sebagai syarat pemberian ijin terbang. Suatu langkah aktip perlindungan bagi masyarakat atas tingkat kejernihan udara dari gas buang enjin pesawat yang memiliki kadar NOX dan CO2 melebihi ambang batas. Yang diberlakukan adalah tambahan biaya Emisi yang harus ditanggung operator pesawat, tapi bukan larangan terbang bagi yang tak memenuhi standard.
Catatan Kedua: Proses Uji Sertifikasi memiliki Standard dan Batas Waktu Tertentu, dan dapat diulangi kembali jika tak penuhi standard baku.
Prinsip "Dual Mission" atau Misi Ganda Otoritas Pemberi Ijin Kelaikan untuk melindungi konsumen dan menumbuh kembangkan Industri Wahana Transportasi Nasional perlu dijalankan dengan seksama.
Salah satunya melalui penerapan secara konsisten , sistimatis dan berkelanjutan standard baku berupa metode , tatacara dan mekanisme proses uji sertifikasi.
Tiap pemeriksaaan atas kebenaran informasi teknis dari spesifikasi proses dan produk yang disertifikasi memerlukan kriteria teliti tentang indikator keselamatan dan keamanan terbang yang ditetapkan pada objek sertifikasi. Penelitian rinci tentang misi terbang, ruang lingkup operasi dan pelbagai jenis kondisi lingkungan tempat wahana di operasikan perlu dilaksanakan.Karena itu langkah eksperimentasi, proses uji kekuatan struktur, uji terowongan angin, uji terbang dan uji emisi dilaksanakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Proses eksperimentasi ini diperlukan untuk melakukan penelisikan kembali apakah sebuah produk diproduksi melalui tatacara yang benar atau tidak, atau sebuah produk mengandung cacat DNA berupa kegagalan fungsi komponen atau tidak.
Untuk mempercepat proses dan mengurangi biaya Sertifikasi (sebab tiap produk daya saingnya ditentukan oleh "quality, cost and delivery time") dan agar biaya pengembangan produk dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur daya saing serta tidak menyebabkan perusahaan bangkrut karena beban biaya sertifikasi, maka kewajiban otoritas transportasi menetapkan Batas Waktu sebuah Regulasi digunakan.Batas waktu, melahirkan perencanaan. Batas waktu menentukan alokasi sumber daya. Karena itu proses sertifikasi memerlukan "manajemen waktu" serta "network planning", tidak bisa seperti nikmati kopi tubruk. kopi jadi langsung diseruput.
Demikian juga tiap aturan dan standard yang diberlakukan tidak boleh berubah ubah syarat nya. Sebab setiap hari jika ada "accident" yang fatal, pasti ada audit dari KNKT di Indonesia atau NTSB jika di Amerika. Tiap kecelakaan yang diteliti melahirkan rekomendasi perbaikan aturan dan tata cara regulator bertindak atau juga regulasi dimodifikasi. Karenanya pada umumnya, tiap accident yang amat fatal, dapat menelurkan regulasi baru. Demikian juga tiap kemajuan sains dan teknologi melahirkan metode dan tatacara atau peralatan uji yang lebih canggih. Ini dapat melahirkan metodei dan kriteria baru tentang ambang batas dan syarat sertifikasi. Regulasi tumbuh dan berkembang, boleh jadi ketika sebuah produk sedang menjalani proses Sertifikasi. Jika tiap regulasi , diterapkan seketika, dapat dipastikan ada produk yang belum dapat memenuhi persyaratan baru. Semua "effort" menjadi sia sia.
Untuk memberikan kepastian bagi industri yang mengajukan permohonan sertifikasi tipe produk baru, aturan FAA menyatakan jika kita mendaftarkan diri untuk mendapatkan sertifikat tipe,maka industri manufaktur harus menetapkan tenggat waktu kapan dan dimana Produk Baru akan dioperasikan pertama sekali. Industri manufaktur juga harus mendaftarkan kapan dan dimana tiap komponen diproduksi, oleh siapa dan dengan keahlian seperti apa. Melalui pengisian formulir yang sederhana, kemudian FAA akan menetapkan aturan aturan keselamatan dan keamanan tahun berapa dan chapter mana saja yang harus diimplementasikan dan dijadikan faktor utama dalam mendisain dan memproduksi produk baru.
Rule FAA tentang batas waktu dan tatacara pendaftaran Sertfikat Type Pesawat Terbang FAA dan Rules lain yang menyangkut kelaikan terbang dari FAR25 telah diadopsi sepenuhunya dan dijadikan rujukan oleh Otoritas Penerbangan Sipil atau DGAC Indonesia. Dengan demikian Type Certificate yang dikeluarkan DGAC Indonesia menjadi bagian dan fondasi proses harmonisasi jika produk Indonesia akan didaftar mendapatkan Type Certificate FAA, melalui apa yang disebut Bilateral Airorthiness Agreement (BAA).
Pada umumnya jika kita ingin mendapatkan sertifikasi tipe pada tahun tertentu, maka otoritas menentukan aturan yang berlaku adalah segala jenis "kriteria dan indikator" dari rules yang berlaku sejak lima tahun sebelum produk ditentukan tenggat waktu sertifikasi. Jika tenggat waktu tidak dapat dipenuhi maka ada resiko perubahan disain perlu dilaksanakan. Jika terpenuhi maka Type Certifikate dapat dikeluarkan. Jika dalam masa 2 tahun atau lebih ada keinginan untuk meningkatkan kinerja dan daya saing dengan menciptakan variasi produk, maka langkah Sumplemental Type Sertificate (STC) , perolehan sertificate tipe derivatip dapat dilaksanakan.
Melalui pendekatan ini, biaya pengembangan, delivery time dan kualitas rancang bangun suatu produk dapat dikelola dengan pendekatan sains dan teknologi. Tiap jenis teknologi memiliki siklus hidupnya. Tiap produk memiliki "shio" nya atau karakter generik nya kata Orang China. .Pengalaman Program N250, ketika saya jadi Chief Project engineer N250 tahun 1989-1995 , Rule and Regulations , CASR-25 (Rule Indonesia), JAR-25 (Rule Eropa) dan FAR-25 yang digunakan dalam menyusun Design Requirements and Objective adalah Rule hinga versi tahun 1993, karena target sertfikasinya tahun 1998. Karena itu tidak mungkin misalnya aturan emisi gas buang Uni Eropa yang ditetapkan pada tahun 2012 diberlakukan untuk produk bersertifikasi tipe 2013. Dengan kata lain ambang batas emisi tahun 2008 yang berlaku.
Catatan ketiga : Sertifikasi adalah Proses Dialog antar Expert, bukan Sidang Pengadilan.
Untuk menjalankan misi pertama, melindungi Konsumen. Pemeriksaaan yang teliti melalui pelbagai uji terbang, uji terowongan angin, uji kekuatan struktur, uji reliability dan kenadalan enjin serta pelbagai uji lainnya untuk menyatakan bahwa produk baru itu memiliki karakteristik dan DNA atau tingkah laku terbang genetik yang memenuhi semua syarat Laik Udara, baik dalam kondisi normal maupun kondisi emergency atau darurat. Pemberian ijin ini disebut Type Certificate, atau Uji Type. Untuk pesawat terbang yang "existing", disebut "Continuous Airworthiness", Pemberian ijin setelah meliwati proses perawatan berkala untuk mengganti dan memperbaiki komponen yang kadauarsa dan sudah usang agar peremajaan kekuatan struktur dan keandalan fungsi tiap komponen terjaga sepanjang masa ekonomisnya, sampai produk itu "phasing out" atau tidak digunakan lagi.
Untuk menjalankan misi kedua, melindungi kepentingan produsen dan menumbuhkan industri. Tiap otoritas Penerbangan Sipil menganut azas " Ujian bukanlah tata cara untuk pemberian Hukuman, atau Larangan Terbang". Sifat ujian adalah "Pembinaan dan Explorasi kekeliruan yang terjadi baik dalam proses rancang bangun, proses pembuatan atau manufaktur atau proses perakitan komponen menjadi produk jadi". Pendekatan ini disebut "just culture principle".
Suatu tata cara untuk menelisik segala jenis kemungkinan "kegagalan yang mungkin tersembunyi" dalam sistem yang belum ditemu kenali sehingga dapat dilaksanakan langkah perbaikan, modifikasi atau revisi proses rekayasa dan rancang bangun".
Karena itu dalam Uji tipe biasanya tidak dikenal istilah "TIDAK LULUS". Yang biasanya disampaikan adalah daftar temuan utama yang bersifat "major finding: dan mendesak untuk diperbaiki, biasanya jika "finding items" ini ada pada "Minimum Equipment List". Suatu kumpulan kompen atau alat dan peralatan utama sebuah wahana transportasi. Tanpa komponen tersebut wahana tidak laik operasi. Ada lagi daftar temuan utama dari karakter dan kinerja yang memiliki potensi terciptanya kegagalan terbang yang membahayakan nyawa penumpang sehingga perlu dirombak feature dan arsitektur disain komponen nya dengan segera,
Tanpa perbaikan segera, ke 10 temuan itu maka Type Certificate tidak akan dikeluarkan atau di"Cap". Dan Uji Type harus diulangi kembali dari awal mula dengan perbaikan yang fundamental terhadap produk tersebut. Kemudian ada rekomendasi berdasarkan daftar temuan potensi kegagalan agar perubahan rancang bangun dapat melahirkan tingkat keselamatan dan keamanan sesuai "Rules and Regulations" yang berlaku, begitu seterusnya.
Masing masing temuan atau finding items memiliki rekomendasi dan tenggat waktu perbaikan.Diikuti dengan Check List Action Items Perbaikan. Dengan mekanisme uji seperti ini, maka dialog antar expert berlangsung dengan "data dan fakta lapangan". Prouji berlangsung dengan standard baku yang memenhi kriteria pengembangan sains and technology.
Seperti seorang dokter melakukan proses "general Check UP", bukanlah untuk menjatuhkan "vonis MATI", melainkan mendiagnosa penyakit apa saja yang tersembunyi dalam tubuh, dan mengetahui organ apa saja yang memiliki kemungkinan benih kegagalan fungsi . Untuk dibuatkan resep pengobatannya atau tindakan medisnya.
Aturan 4 : Proses Sertifikasi merupakan proses iterasi dan dialog antar expert dalam "Continuous Improvement process to achieve Excellence Technology Product", bukan Proses Sekali Jadi
Melalui serangkaian uji coba terhadap produk baru maka potensi kegagalan akan dapat dikurangi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
Jika kita mengikuti Six Sigma Process, adalah tugas Lembaga pengujian dan Industriawan adalah menurunkan potensi kegagalan fungsi komponen Produk atau Produk secara keseluruhan. Suatu sistem yang dari sejak dini dikenali potensi kegagalannya melalui pelbagai ujian. Agar secara bertingkat dan bertahap dapat diperbaiki untuk mendapatkan Produk yang Unggul dan Bermanfaat. Diantaranya melalui peningkatan level keunggulan Produk. : Dari level terendah satu sigma berupa 600,000 kegagalan per satu juta operasi menjadi level dua sigma dimana terjadi 308,537 kegagalan per sejuta operasi . Untuk meningkat ke level tiga sigma menjadi 66,807 kegagalan per satu juta operasi.
Dengan tahapan itu Tingkat empat sigma kemudian dicapai jika potensi kegagalan menurun menjadi 6210 per satu juta operasi, tingkat lima sigma diperoleh jika masih ada potensi 233 kegagalan persatu juta operasi dan akhirnya semua sistem yang sempurna jika potensi kegagalan hanya 3,4 kali per satu juta operasi, Disebut Enam Sigma.
Dalam pendekatan "continuosu improvement" seperti konsepsi "enam sigma" diatas, keunggulan produk bukanlah suatu upaya sekali jadi. Ia merupakan proses yang tak ada ujung. Ia merupakan interaksi dan dialog diantara "expert" Industri dan Expert Authority, dialog yang memerlukan transpransi dan akuntabilitasi dalam setiap tahap proses uji yang dilaksanakan. Sehingga melalui dialog ini proses uji prototype menjadi aktivitas strategis dan amat penting dalam "continuous improvement process to achieve Excellence technology product". Suatu proses perbaikan yang berulang, teratur, terus menurus untuk mendapatkan produk akhir yang unggul dan bernilai tambah tinggi.
Paradigma berfikir yang yang terejawantah dalam tatacara dan mekanisme uji Type dan Uji Kelaikan wahana transportasi Udara dan analogi pengalaman Industri Pesawat Terbang seperti dijelaskan pada awal tulisan, saat ini dengan telah lahirnya Empat Undang Undang Transportasi pada tahun 2007 sd 2008, berlaku juga pada pengelolaan wahana Pelayaran, Kereta Api dan Angkutan Jalan Raya atau Darat.
Dua Misi utama : Perlindungan Tingkat Keselamatan dan Keamanan Transportasi bagi Konsumen dan Pembinaan untuk menumbuh kembangkan Industri Transportasi Nasional telah menjadi Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Perhubungan sebagai Otoritas Pemberi Ijin Kelaikan Wahana Transportasi, sepanjang masa.
Menurut hemat saya, Undang Undang Perkereta apian No 23/2007, UU Pelayaran No 17/2008 , UU Penerbangan No 1/2009 dan UU Lalulintas Angkutan Jalan No 22/2009 telah mengamanatkan kedua misi utama . Yakni Melindungi Konsumen dengan kewajiban otoritas melakukan pemeriksaaan teliti atasu semua potensi kegagalan fungsi utama tiap komponen wahana transportasi agar Kecelakaan dapat dicegah. Dan kewajiban otoritas Melakukan pembinaan agar Industri Wahana Transportasi Nasional tumbuh dan berkembang.
Dengan demikian adalah bijaksana jika proses uji emisi yang dilaksanakan terhadap Mobil Esemka Solo, tidak langsung menjatuhkan vonis "tidak lulus". Demikian juga uji petik yang akan dilaksanakan berkenan dengan keandalan (reliability), ketahanan (endurance), kekuatan struktur (structural test), kesatbilan dinamis ketika mobil beroperasi (dynamic stability), dan keyakinan bahwa mobil Esemka akan tidak membahayakan keselamatan dan keamanan penumpangnya selama dikenderai menempuh pelbagai jenis jalan, jenis tikungan, jenis tanjakan seseuai spesifikasinya, dapat dilaksanakan untuk melahirkan produk nasional yang unggul dan berdaya guna tinggi. Bukan untuk mematikan invasi dan kreativitas anak Bangsa.
Mirip, seperti kita ikuti ujian TOEFL Bahasa Inggris untuk masuk Perguruan Tinggi ternama. Yang keluar adalah angka 400,500 dan 600. Yang mendapat angka dibawah 400 artinya perlu belajar lagi, karena sukar ada Perguruan Tinggi yang mau menerima sebagai mahasiswa kelak. Meski begitu, tiap hasil ujian TOEFL , tidak pernah langsung melahirkan vonis " tidak mampu berbahasa Inggris" . Yang ada adalah pengumuman skoring, untuk menunjukkan pada level apa kemampuan bahasa dimiliki. Yang lahir dari suatu ujian daftar temuan benih benih kegagalan berupa indikator dan indeks prestasi, yang dapat dan harus diperbaiki jika mau mencapai predikat "Excellence"
Menurut hemat saya Proses "dua puluh menit" uji emisi di Serpong bagi Mobil Esemka, yang melahirkan pelbagai jenis ukuran indeks emisi yang tidak terpenuhi oleh enjine esemka, hendaknya ditempatkan dalam perspektip untuk melahirkan "improvement" bukan "hukuman kegagalan".
"Experiment is an organized approach to learning from experiences, both individually and collectively, and thus of growing new knowledge from the context of practice".
Akhirnya saya berharap Pak Jokowi Walikota Solo dan Pak Wakil Walikota selalu ingat pesan Bung Karno ,Proklamator RI : "Ever Onward, Never Retreat", Maju Terus Pantang Mundur. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H