[caption caption="Harapan dan Kesempatan"][/caption]
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dalam amar putusannya nomor 266/B/2015/PT.TUN/JKT, menguatkan keputusan PTUN nomor 91/G/2015/PTUN.JKT, tanggal 14 Juli 2015 lalu. Di dalam amar tersebut, dituliskan majelis hakim PTTUN menguatkan putusan PTUN Jakarta yang dimohonkan banding oleh Menpora. Dimana putusan PTUN Jakarta tersebut memerintahkan kepada Menpora untuk membatalkan dan mencabut SK Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tentang pembekuan PSSI.
Atas keputusan tersebut, Kemenpora mempertanyakan sikap Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dalam menangani masalah gugatan PSSI terhadap Kemenpora terkait pembekuan PSSI. Pasalnya, sampai Sabtu (14/11), pihak Kemenpora belum menerima tembusan surat keputusan PTTUN. "Saya curiga dan heran, masa ada apa-apa ini, kok kami tunggu tembusan belum dikasih-kasih, yang lain sudah dapat tembusan dari awal-awal putusan," terang Imam.
Kondisi ini membuat Kemenpora curiga, karena sebelumnya dalam proses sidang, dalil-dalil hukum yang diajukan pihak Kemenpora juga diabaikan. "Dalil-dalil kami tidak ditanggapi sama sekali, ada apa ini?," ucap Imam. Melihat hal ini, Imam berharap agar Komisi Yudisial (KY) bisa turun tangan dan melihat proses peradilan ini. Apalagi, secara aturan, sebagai otoritas olahraga Kemenpora telah memberikan penjelasan yang rigid didalam pembelaannya. "Terus terang saya curiga, dan heran dengan prosesnya. KY harus turun tangan untuk ini," tegas menteri asal Bangkalan tersebut. (jpnn).....
------------------------------
Menarik mengikuti sepak terjang Menpora, orang muda dari PKB yang dipercaya oleh Presiden Jokowi untuk memimpin pembangunan pemuda-pemudi negri ini dan olah raga di tanah air paling kaya di dunia ini. Pejabat tinggi representasi negara ini pada awalnya mengangkat persoalan dua klub peserta QNB League, Arema Cronos dan Persebaya yang dinilai tidak memenuhi syarat dan ketentuan untuk ambil bagian di kasta tertinggi liga profesional, lalu secara bertahap mengangkat tema yang lebih besar "Reformasi dan Blue Print Tata Kelola Sepakbola Nasional"
Kalau diperhatikan, Mas Menteri ini mulai menampakkan ciri khasnya.. selain pembawaannya yang kalem, beliau ini ternyata sangat suka menuding pihak lain.. namanya juga menuding, tentu bukan membicarakan daftar kebaikan pihak lain tapi daftar kesalahan, keburukan atau katakanlah dosa-dosa pihak lain tersebut. Mantaaaps...! Pihak pertama yang diurai dosa-dosanya tentu saja PSSI sebagai federasi sepakbola nasional yang satu dan satu-satunya dan memiliki sejarah panjang sejak pendiriannya. Timnas yang tak kunjung berprestasi puncak dan suburnya praktek mafia bola, pengaturan skor, judi bola, ketertutupan pengelolaan finansial, tidak taat pada hukum negara dan dosa-dosa lainnya.. puncaknya, daftar dosa panjang PSSI tersebut telah dicurhatkan kepada delegasi FIFA beberapa waktu lalu saat menghadap Preside Jokowi. Lalu, pihak kedua yang dituding adalah lembaga penegak hukum dalam hal ini PTUN dan PTTUN sebagai pihak yang tidak independen dan "ada apa-apanya" seperti komentar yang dikutip di atas. Lantas, pihak ketiga yang juga gak luput dari tudingan adalah delegasi FIFA yang dianggap telah melecehkan pemerintah Indonesia karena dinilai telah mengingkari kesepakatan dengan Presiden soal "Tim Kecil/TIm Khusus" pemerintah tapi FIFA malah berencana membentuk Tim Ad Hoc yang melibatkan para pelaku utama sepakbola nasional...
Parahnya lagi, kebiasaan menuding pihak lain sbagai pihak yang salah itu gak dibarengi dengan tindakan nyata dan mendasar melaksanakan tema besar reformasi dan blue print tata kelola sepakbola nasional. Nyatanya, sampai saat ini, tindakan-tindakan penting dan mendasar itu sama sekali belum dilakukan.. bahkan apa itu yang dimaksud dengan tema besar tadi juga masih disimpan rapat dan terkunci di lemari besi Kemenpora, itupun kalau ada.. heu heu heu... Yang terjadi adalah, Mas Mentri bersama Tim Transisi hebat bentukannya masih saja sibuk mengurus gelaran turnamen-turnamen sbagai permen/gula-gula untuk menghibur masyarakat sepakbola yang lagi menangis di tengah suasana duka lumpuhnya denyut nadi kehidupan persepakbolaan nasional akibat pembekuan PSSI yang dilakukannya...
Sebenarnya, perilaku yang suka menuding pihak lain sbagai pihak yang salah dan klaim pihaknya sbagai pihak yang benar itu, malah semakin tajam menunjukkan ketidakmampuan Mas Menteri dalam menerjemahkan kebijakan Presiden Jokowi untuk melakukan perbaikan total tata kelola sepakbola nasional menuju puncak prestasi. Pengucilan PSSI sebagai sebuah organisasi yang sah dan dilindungi konstitusi di negeri ini dalam proses perbaikan PSSI itu sendiri, ini jelas langkah yang teramat sangat gak tepat dan gak strategis. Mana mungkin Mas Menteri mau memperbaiki PSSI tanpa melibatkan PSSI itu sendiri... Kemudian, tujuan reformasi tata kelola sepakbola nasional ini alah Timnas yang berprestasi di level internasional.. tapi skarang ini pihak kemenpora lebih menempatkan pososi berlawanan dengan FIFA sbagai pengatur even-even sepakbola internasional termasuk Piala Dunia antar negara. Lalu.. melalui pihak mana dan di even apa Timnas akan berprestasi di level internasional? ... Sejauh ini, Mas Menteri jelas melupakan kata kunci "harmonisasi" di antara para pemangku kepentingan sepakbola nasional dan internasional. Permainan sepakbolanya sendiri berciri khas harmonisasi kok.. tul gak?
Namun... masih ada harapan dan kesempatan bagi Mas Menteri untuk menjadi pejuang sejati bahkan kelak bisa jadi pahlawan reformasi tata kelola sepakbola nasional, jika beliau juga berkenan untuk mengevaluasi diri dan tim hebatnya.. bahwa mereka ini juga tak luput dari daftar panjang kesalahan.. Berebut mengakui sebagai pihak yang salah itu lalu melakukan perbaikan internal it jauuuh lebih baik daripada selalu dan selalu menuding pihak2 lain sbagai pihak yang salah...
Maka, sebait sajak sederhana ini bisa mengantar Mas Menteri dan tim hebatnya untuk mengevaluasi dan merefeksikan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya...