Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ekosistem, Ekologi dan Ekonomi Sepakbola Nasional

8 Desember 2015   06:15 Diperbarui: 8 Desember 2015   11:57 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Supporter Indonesia bagian dari Ekosistem Sepak Bola Indonesia|Ilustrasi: Roderick Adrien Mozes/Kompas"][/caption]Ekosistem bisalah diartikan sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh yang terbentuk oleh hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara sesama makhluk hidup maupun antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekologi bisa dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara sesama makhuk hidup maupun antara makhluk hidup dan lingkungannya. Sedangkan Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi barang maupun jasa. 

Saban hari menghiasi media, episode kisruh sepakbola nasional yang seakan tiada mau berhenti. Persepakbolaan nasional dua dasawarsa terakhir ini seolah telah menakdirkan diri menjadi satu-satunya cabang olahraga yang "anti harmonisasi". PSSI sebagai federasi sepakbola nasional yang satu dan satunya serta dibentuk lewat torehan sejarah perjalanan bangsa ini, seakan tiada henti menjumpai atau bahkan menciptakan"musuh" yang datang silih berganti, entah itu berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar organisasi. Entah dari pihak yang berhubungan langsung dengan sepakbola maupun dari pihak yang jauh hubungannya dengan sepakbola itu sendiri. Setiap konflik yang muncul pada akhirnya seperti dapat diatasi, lalu muncul konflik lagi, lantas seperti dapat ditangani, kemudian lahir perseturan lagi, setelah itu sepertinya persoalan mampu diatasi. Jadinya, konflik sepakbola nasional yang selalu dan selalu melibatkan PSSI baik sebagai organisasi maupun melibatkan pengurusnya, ibaratnya seperti sebuah siklus yang memang harus berputar dan berputar, terjadi dan terjadi lagi...

Bila dicermati, bisa jadi kita akan menemukan bahwa selalu terjadinya kisruh, konflik, perseteruan dan permusuhan karena yang selalu dilihat adalah akibatnya dan sangat minim para pemangku kepentingan mencoba mencari tahu apa penyebab mendasarnya sehingga sinetron serial konflik persepakbolaan nasional ini memiliki rating lebih tinggi daripada permainan sepakbola itu sendiri.

Persepakbolaan nasional melibatkan interaksi banyak pihak: manusia-manusianya seperti para pemain, pemilik klub, pengurus klub, perangkat pertandingan, panitia pertandingan, pengurus PSSI daerah, pengurus PSSI pusat, supporter, penjual karcis, penjual pernik-pernik, penjual makanan, tukang pijat, dokter, pejabat pemerintahan, dukun (heu heu heu) dan masih banyak lagi. Ikut terlibat juga obyek-obyek yang tidak hidup seperti lapangan, bangunan stadion, jalan di sekitar stadion, jalan raya yang menghubungkan stadion dengan tempat-tempat tinggal manusia-manusia yang terlibat itu, gerobak makanan, angkringan gorengan, bus, motor, kendaraan pribadi dan masih banyak lagi.

Masih ada lagi, persepakbolaan nasional juga melibatkan hal-hal yang tidak berwujud seperti organisasi, hukum, regulasi dan pranata lainnya. Bukankah baik antar manusianya maupun manusianya dengan obyek-obyek lain mutlak harus diciptakan harmonisasi? Maka, adanya perilaku apalagi sebuah design yang menciptakan disharmonisasi dengan mengesampingkan salah satu pihak saja yang terlibat, bisa dipastikan persepakbolaan nasional tidak akan berjalan dengan semestinya karena akan ada mata rantai yang terputus yang menyebabkan kesatuan gerakan timbal balik dan saling mempengaruhi itu menjadi terganggu.

Nah, bagaimana dengan langkah Imam Nachrowi yang membekukan PSSI dan mengesampingan FIFA ketika berangan-angan untuk melakukan reformasi tata kelola sepakbola nasional? Apakah langkah itu termasuk kategori "memperkuat keseimbangan ekosistem sepakbola nasional" ataukah malah "memutus mata rantai ekosistem sepakbola nasional"? heu heu heu...

Seperti halnya manusia dan makhluk hidup lainnya, ilmu pengetahuan juga berevolusi. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia punya andil besar dalam proses evolusi manusia itu sendiri. Keinginan manusia dalam hal ini orang-orang yang terlibat dalam urusan persepakbolaan nasional untuk berubah menjadi lebih baik, atas dasar rasa cinta kepada permainan sepakbola itu sendiri dan dikukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, pastilah akan meningkatkan kualitas baik pribadi-pribadi maupun ketika mereka berkomunitas. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga pasti menciptakan proses perubahan tatanan persepakbolaan nasional menjadi lebih baik seiring dengan meningkatnya kualitas manusia-manusia yang terlibat langsung maupun tidak langsung di urusan persepakbolaan nasional.

Nah, bagaimana dengang langkah Imam Nachrowi, apakah yang sekarang ini dilakukan adalah cerminan dari rasa cinta yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas para pemangku kepentingan dan pranata sepakbola nasional sebagai sebuah satu kesatuan utuh? heu heu heu...

Berjalan baiknya kedua tema besar di atas, peningkatan kualitas keseimbangan ekosistem sepakbola nasional dan evolusi para pemangku kepentingan menjadi lebih berkualitas serta diiringi dengan perbaikan sarana dan prasarana baik fisik maupun yang tidak berwujud; otomatis akan meningkatkan mata rantai ekonomi menjadi siklus yang berputar dan berputar terus menuju peningkatan kualitasnya. Nah, bagaimana dengan langkah Imam Nachrowi, apakah beliau brperan besar memperkuat dan meningkatkan kualitas mata rantai ekonomi ini atau malah memutus bahkan merusaknya? heu heu heu...

Itu baru di dalam negeri paling kaya raya di dunia ini, belum bicara keseimbangan ekosistem, ekologi dan ekonomi di urusan persepakbolaan di seluruh jagad raya ini.

Design untuk memusnahkan salah satu komponen penting dalam ekosistem persepakbolaan nasional, pastilah akan memutus mata rantainya. Pun demikian, design untuk menciptakan dan memaksakan kehadiran satu atau lebih komponen baru, bisa diibaratkan memaksa menghadirkan bangsanya dinosaurus dalam kehidupan zaman terkini. Pengkreasian gelaran turnamen sepakbola berbasis sektarian, itu juga sangat kontradiksi dengan konsep pengelolaan kemajemukan sebagai kekuatan kesatuan. Jadi, biarlah ekosistem, ekologi dan ekonomi dalam lingkup persepakbolaan nasional itu berevolusi menuju perubahan yang lebih baik. Komite Ad Hoc bentukan FIFA adalah salah satu wadah bagi proses evolusi tersebut. Mosooook.. pemerintah gak mau menghadirkan wakilnya di komite tersebut dengan alasan cemen takut kalah voting? jadinya muncul nih pertanyaan besar: tema "Reformasi Tata Kelola Sepakbola Nasional" ini.. apakah Mas Imam membawa segepok tata nilai untuk meningkatkan kualitas? 

Hallooooo, Mas Imam?

Heu heu heu... 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun