Heu heu heu...
Sambil nyruput Luwak White Koffie, sesekali nyangkruk di area asap menikmati hisapan sahabat sejati...
Kisruh yang (harus) dimaklumi?...
Berkepanjangnya kisruh bal-balan nasional yang seolah tanpa penyelesaian, kalau ditelaah dengan cermat sebenarnya dapat dan bahkan harus dimaklumi. Akar masalah berganti dari yang satu ke yang lainnya seiring perkembangan pertengkaran ini. Akar masalah terkini terkait kisruh ini adalah soal pola pikir para pengurus PSSI yang legal dan diakui oleh Pemerintah, FIFA, AFC, AFF serta seluruh asosiasi bal-balan Negara-negara anggota FIFA di seluruh pelosok jagad raya…
Pola pikir Djohar cs…
Dari hari ke hari Djohar Arifin cs semakin tampak enggan dan bahkan ogah menjalin komunikasi yang garing bahkan mati suri dengan para pelaku industri bal-balan nasional yang menjadi atau dianggap menjadi lawannya. Di sisi lain mereka dengan penuh semangat menjalin komunikasi dengan para koleganya di luar negeri baik itu FIFA, AFC, AFF atau asosiasi bal-balan Negara anggota FIFA lainnya. Keberpihakan perilaku membangun komukinasi ini tentu sangat terkait erat dengan pola pikir mereka, bahwa
- Saat ini organisasi PSSI, kompetisi dan tim nasional dalam keadaan sehat dan normal-normal saja…
- FIFA adalah yang menjadi penentu masa depan organisasi PSSI, kompetisi dan tim nasional Indonesia…
Pola pikir di atas semakin ditunjukkan para pengurus PSSI, salah satu contohnya adalah pernyataan Deputi Sekjen PSSI, Tondo Widodo seperti diberitakan TribunNews: "Kami tegaskan, tidak ada dualisme di kepengurusan sepakbola, PSSI satu-satunya organisasi yang mengurus sepakbola, begitu juga untuk membentuk timnas, jadi tidak ada dualisme. Yang ada hanya PSSI" ungkap Tondo dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (16/10/2012). Pernyataan-pernyataan senada sering disampaikan oleh para pengurus PSSI lainnya di berbagai kesempatan…
Pernyataan itu sangat betul dalam konteks PSSI sebagai sebuah federasi dan tentu saja FIFA, AFC, AFF atau asosiasi bal-balan Negara-negara anggota FIFA lainnya hanya akan mengakui PSSI, lha wong federasi bal-balan nasional yang menjadi anggota FIFA itu PSSI, bukan PBSI, PASI, PBVSI atau KPSI… Tetapi realita situasi setahun terakhir ini ketika organisasi PSSI, kompetisi dan tim nasional lagi carut-marut dan tercerai-berai, pernyataan-pernyataan seperti ini justru menunjukkan kepongahan dan kesombongan mereka sebagai pemegang stempel legalitas untuk menutupi ketidakmampuan mereka mengelola organisasi, kompetisi dan tim nasional selama ini…
Pola pikir sebaliknya...
Di luar lingkaran kelompok Djohar cs – termasuk Pemerintah melalui Kemenpora – memandang bahwa
- Saat ini organisasi PSSI, kompetisi dan tim nasional sedang dalam keadaan sakit bahkan sekarat…
- Para stakeholder bal-balan nasional adalah yang menjadi penentu masa depan organisasi PSSI, kompetisi dan tim nasional Indonesia…
Oleh karena itu jelas, orang-orang yang mempunyai pola pikir seperti ini sangat memandang penting agar Djohar cs segera proaktif membangun komunikasi yang baik dengan para lawan atau yang dianggap sebagai lawan, karena diakui atau tidak, mereka adalah bagian cukup besar dari stakeholder bal-balan nasional. Organisasi perlu disolidkan, kompetisi perlu disatukan pun demikian tim nasional perlu ditahtakan sebagai pemenuh miniatur kepentingan nasional. Maka, keengganan atau bahkan keogahan Djohar cs untuk duduk bersama dan berdiskusi apalagi proaktif membangun komunikasi, sebenarnya adalah perilaku yang membahayakan dalam perjalanan panjang menggapai impian Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, yang seharusnya menjadi tugas para pengurus organisasi besar dan tua milik rakyat yang bernama sama ini…
Persatuan yang memerdekakan …
Pola pikir Djohar cs seperti disebutkan di atas, juga mempengarui penempatan skala prioritas kebijakan dan keputusan-keputusannya. Berikut skala prioritas Djohar cs:
- Prioritas Pertama: Stempel legalitas di atas segalanya…
- Prioritas Kedua: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia…
Sementara pola pikir orang-orang di luar lingkaran Djohar cs, maka skala prioritas mereka:
- Prioritas Pertama: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia di atas segalanya…
- Prioritas Kedua: Stempel legalitas untuk mencapai mewujudkan prioritas pertama...
Tentu untuk menilai mana yang terbaik dari kedua skala prioritas tersebut dalam kondisi terkini, kembali berpulang kepada pola pikir masing-masing. Tetapi sejatinya, persatuan yang ditahtakan di atas segalanya, dapat memerdekakan para stakeholder bal-balan nasional untuk menentukan masa depannya sendiri dalam bingkai pergaulan bal-balan global. Sementara kalau stempel legalitas ditaruh di atas persatuan, berpeluang besar untuk memenjarakan para stakeholder bal-balan nasional, dan hak untuk menentukan masa depan akan diambil oleh pihak lain…
Akhir kata, pertanyaan refleksi...
- Akankah Djohar cs segera mengubah pola pikir lantas tidak menempatkan stempel legalitas di atas segalanya?
- Akankah Djohar cs segera mulai menulis buku harian di hati masyarakat pecinta bal-balan nasional?
- Akankah Djohar cs segera menyadari bahwa Tim Nasional adalah pemenuh miniatur kepentingan nasional?
- Akankah Djohar cs segera proaktif membangun kembali komunikasi yang udah garing bahkan mati suri dengan sebagian besar stakeholder bal-balan nasional?
- Keadilan Sosial Bagi Seluruh Raykat Indonesia…
Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang, pada rumput tetangga, pada isteri tetangga atau pada Ki Joko Bodo…
Heu heu heu…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H