Olivia, begitu orang-orang memangilnya di manapun dia berada. Tetapi aku memanggilnya Hobertina, ia adalah tunanganku sekaligus teman masa kecilku.
Hobertina mengidap penyakit jantung bawaan  yang bisa kambuh kapan saja, meskipun begitu ia selalu nampak ceria menghadapi hari-harinya bersamaku. Ia memiliki watak yang keras, sehingga apa yang ia inginkan akan ia usahakan hingga ia dapatkan. Meskipun begitu ia memiliki hati yang lembut dan sangat rendah hati, itulah mengapa aku mencintainya dan bahkan nekat melamarnya di saat kami masih di bangku kuliah.
Sejak remaja ia punya mimpi yang besar agar bisa ke negeri kincir angin, Belanda. Ia selalu tertarik dengan apapun yang berhubungan dengan negara itu dan setiap kali bersamaku ia selalu mengutarakan mimpinya itu.Â
"Aku pengen lihat kincir angin"
"Aku pengen jalan-jalan ke Amsterdam"
"Aku pengen naik perahu di Rotterdam"
Ungkapan-ungkapan itu sudah tak asing di telingaku walaupun kadang aku risih, aku selalu setia mendengar setiap curahan hatinya tentang impian-impiannya itu.
"Kapan?? Halu mulu!!"
Itulah kata-kata yang ku lontarkan untuk mengintimidasinya setiap kali ia membahas tentang impiannya ke Belanda, aku sengaja berkata ketus agar ia melupakan angan-angan dan mimpinya yang ketinggian itu. Namun seberapa banyak aku mengintimidasinya, ia tak pernah goyah pada pendirian akan mimpinya karena aku tahu wataknya yang memang keras.
Hari terus berlalu, hingga tak terasa besok hari ulang tahun Hobertina dan aku akan memberi kejutan kepadanya malam nanti.