Kompas.com :
Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie Menjadi 12 Tahun,
Kamis, 21 November 2013, 07:42
Demikian judul dari Kompas.com hari ini, maka sangat menarik untuk melihat apakah pertimbangan hukum dari Majelis Hakim yang terdiri dari Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Mohammad Askin ini.
Lebih lanjut mengutip Kompas.com :
- Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin,Rabu (20/11/2013). Angie dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.
- Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
- ”Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau feekepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen. Dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap Artidjo kepada Kompas.
Maka, penulis kemudian menyimpulkan bahwa Majelis Hakim Agung yang mengadili perkara ini berpendapat bahwa perbedaan pasal 11 dan pasal 12a dari UU No 20 Tahun 2001 adalah pada aktif dan tidak aktifnya atau pada pasif dan aktifnya. KATA "AKTIF" DALAM PASAL 12a DAN PASAL 11 PASAL 12: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; Pasal 11: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50 juta dan paling banyak Rp. 250 juta, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. PENJELASAN UU No 20 Tahun 2001 Pasal 12a : Cukup Jelas Pasal 11: Cukup Jelas Dari kedua pasal yang disandingkan di atas, dengan jelas terlihat :
- Pada pasal 12 huruf a tertulis "diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya".
- Pada Pasal 11 tertulis "diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya".
- Tidak ada kata "aktif" atau "lebih aktif" dalam kedua pasal di atas dan juga tidak kata "Aktif" atau "Lebih Aktif" dalam Penjelasan pasal tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa Aktif dan Lebih Aktif adalah merupakan tafsir dari majelis hakim agung yang mengadili perkara ini terhadap pasal 12a dan pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001. GAMBARAN PASAL 12a DAN PASAL 11 UU NO 20 TAHUN 2001 Perbedaan signifikan dalam kedua pasal itu adalah adanya kalimat "yang bertentangan dengan kewajibannya". Pasal 12a menunjukkan adanya motif yang lebih jahat dari pasal 11, karena pemberian itu dilakukan agar sang pejabat dalam menjalankan kewenangannya, diharuskan untuk dilawan karena adanya pemberian atau janji, misalnya seharusnya tidak memberikan ijin malah memberikan ATAU seharusnya memberikan ijin, malah tidak memberikan. Adanya kewajiban yang bertentangan inilah yang membuat Pasal 12a ini menjadi lebih berat dari Pasal 11. Prof Andi Hamzah memberikan contoh yang sangat jelas mengenai perbedaan pasal ini yaitu: seorang pengendara mobil pribadi yang menerobos jalur Bus Way, di ujung jalan seorang polisi lalu lintas menghentikan mobil ini. Pelanggaran ini mengharuskan sang polisi untuk mengeluarkan surat tilang, sesuai kewenangan dan prosedur yang diharuskan oleh aturan yang ada. Namun, pengendara mobil ini memberikan uang dan sang polisi membiarkan pengendara mobil berlalu tanpa ditilang. Dengan keadaan seperti ini, sang polisi akan dikenakan Pasal 12a atau pasal 5 ayat 2, sebagai penerima suap atau suap pasif. Jika sang polisi menerima uang dan tetap menilang sang pengendara, maka sang polisi akan dikenai Pasal 11, karena sang polisi tidak melakukan hal yang bertentangan dengan kewenangan/ kewajibannya. KESIMPULAN: Penerapan Pasal 12a atau Pasal 11, bukan pada aktif atau tidak aktifnya terdakwa dan juga bukan pada aktif atau lebih aktifnya terdakwa, tapi lebih pada kualitas dari penyalahgunaan wewenang dari terdakwa. Menurut pendapat penulis, Aktif atau tidak aktifnya terdakwa berdampak pada berat atau ringannya hukuman, misalnya, ada dua terdakwa, yang aktif diputus 3 tahun dan yang tidak aktif diputus 2,5 tahun. Akan sangat aneh jika, ada dua terdakwa, yang aktif divonis dengan pasal 12a, dan yang tidak aktif divonis dengan Pasal 11 untuk perkara yang sama. (http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5.Tahun.MA.Perberat.Vonis.Angie.Jadi.12.Tahun?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H