Mohon tunggu...
Chantiq Jelita
Chantiq Jelita Mohon Tunggu... Relawan - PNS biasa di Sumatera Utara.

PNS biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sumatera Utara, Pelopor Pers di Indonesia

5 Maret 2022   17:05 Diperbarui: 5 Maret 2022   17:22 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak sekitar tahun 1800an sampai tahun 1942 ditemukan 147 penerbitan pers di Sumatera Utara. Jumlah ini merupakan jumlah penerbitan koran terbanyak di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Hal ini menjadikan Sumatera Utara sebagai pelopor pers di Indonesia. Banyak hal yang membanggakan dari penerbitan pers masa lalu di Sumatera Utara.

Berdasarkan bukti otentik, Sumatera Utara memiliki 3 pelopor koran perempuan pertama di Indonesia. Di antaranya Perempuan Bergerak (Medan, 1919), Soeara Iboe (Sibolga, 1932), Boroe Tapanoeli (Kotanopan, 1940). Selain itu, di Sumatera Utara juga memiliki koran pertama di Indonesia yang menggunakan kata 'Merdeka' sebagai namanya.

Beberapa puluh tahun lalu, koran menjadikan dirinya sebagai alat perjuangan, ini bisa menginspirasi kita kalau dulu koran berfungsi untuk perjuangan, tapi kini koran bisa mengisi pembangunan pasca perjuangan kemerdekaan.

Sumatera Utara memiliki tokoh pers yang mendapat gelar 'Raja Delik Pers' di Indonesia yang bernama Parada Harahap yang lahir di Pargarutan, Padang Sidempuan pada tahun 1899. Julukan tersebut didapatnya lantaran ia sering mengkritisi Belanda dalam pemberitaan, sehingga Parada pernah 12 kali terkena delik yang mengakibatkan dirinya harus keluar masuk penjara.  

Parada Harahap tertarik ke dalam dunia pers karena di masa kecilnya sering menerima kiriman surat kabar dan majalah yang dikirimkan oleh saudara laki-lakinya (abang), Panagian Harahap yang kala itu masih belajar di Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi.

Tak hanya punya tokoh pers, Sumatera Utara juga memiliki 3 koran dan majalah perjuangan pada masa pendudukan Sekutu atau Belanda (1945-1949). Soeloeh Merdeka, Mimbar Oemoem, Waspada. Dua diantaranya yakni Mimbar Umum dan Waspada bahkan masih terbit hingga kini.

Para insan pers Sumatera Utara telah ikut memperjuangan kemerdekaan pada masa lalu, kita berharap ke depan perusahaan media yang masih aktif saat ini bisa ikut memberitakan apa yang kita lakukan, karena tanpa media tidak mungkin sampai apa yang kita lakukan. Pada masa lalu, berita mengenai kemerdekaan bisa tersebar karena peran media meski waktu itu media berada dalam tekanan Pemerintah Belanda, tapi media tetap berani memberitakan kemerdekaan. Semangat dan keberanian media pada masa lalu merupakan edukasi bagi generasi muda masa kini.

Aspirasi perjuangan wartawan dan pers memperoleh wadah dan wahana yang berskala nasional pada tanggal 9 Februari 1946 dengan terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Dengan kehadiran PWI, wartawan Indonesia menjadi semakin teguh dalam menampilkan dirinya sebagai ujung tombak perjuangan nasional menentang kembalinya kolonialisme. Sama seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia, PWI juga hadir di Sumatera Utara. Sejarah mencatat betapa wartawan asal Sumatera Utara ikut mewarnai sejarah bangsa. Daerah ini menghasilkan tokoh-tokoh pers yang berkontribusi di level nasional. Koran dari Sumut juga ada yang terkenal hingga ke Ibu Kota, meski terbitnya di daerah. Pada tahun 2020 PWI Sumatera Utara masuk dalam jajaran top five PWI provinsi terbaik di Indonesia, dalam hal fasilitas gedung dan aktivitas (https://kaldera.id/news/medan/38154/pwi-sumut-masuk-lima-besar-terbaik-di-indonesia/ )

 

Industri pers di masa lalu khususnya di Sumatera Utara memang berkembang cukup baik, dengan banyaknya tokoh-tokoh pers yang berperan besar serta media massa (koran) yang terbit dan memiliki pembaca setia. Akan tetapi seiring dengan waktu, masa kejayaan itu mulai memudar. 

Perkembangan pers terus berubah seiring berkembangnya zaman. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan ini, salah satunya adalah politik. Pada saat masa orde baru, pers di Indonesia menganut sistem pers otorarian dimana pers Indonesia condong mendukung pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun