Mohon tunggu...
Chantiq Jelita
Chantiq Jelita Mohon Tunggu... Relawan - PNS biasa di Sumatera Utara.

PNS biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Harus Ikhlas..!"

26 Maret 2012   05:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:28 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hendri keluar dari ruang Bendahara dengan wajah lesu. Langkah kakinya perlahan tak bersemangat. Ia tadi menjumpai Tika, bendahara di kantornya, dengan maksud menanyakan kapan tunjangan operasional akan dibayarkan. Sebagai PNS Hendri mendapat tunjangan operasional yang dibayarkan setiap tiga bulan. Untuk triwulan pertama tahun ini, Hendri berharap tunjangan itu dapat segera diterimanya di minggu ini. Banyak yang harus dibayar, padahal uang sudah tak ada lagi. "Belum cair, Bang.." begitu jawab Tika ketika Hendri bertanya kapan tunjangan operasional bisa diterima. "Kira2 kapan ya..?" "Belum tau lah, Bang.. Petugas yg di DPPKA lagi ke Jakarta katanya"  ujar Tika lengkap dengan seulas senyum yang meski terlihat cukup manis namun terasa pahit bagi Hendri. Terbayang daftar yang harus dibayarkannya dalam minggu ini : 1. kontrakan rumah 2. pajak sepeda motor 3. uang buku sekolah anak2 4. cicilan kredit di bank 5. hutang di warung Hendri bahkan tidak tahu apakah uang yang akan diterimanya akan cukup untuk membayar itu semua. Pikirannya masih dipenuhi kalkulasi semua itu ketika didengarnya Tika berkata, "Bang, nanti uang operasional kita dipotong 200 ribu ya.." "Untuk apa.? Banyak amat..!" "Untuk beli tas Dharma Wanita.." "Tas apa? Aku gak butuh tas..!" "Tas yang dijual Dharma Wanita, Bang.. Gak masalah abang butuh ato gak, semua kita wajib beli.." Tika menjelaskan tanpa ekspresi. "Ah, aku gak mau..!" Hendri mencoba menolak. "Gak bisa, Bang.. Ini perintah dari IBU.." Hendri terdiam. Mulutnya terkunci rapat meski dalam hatinya sejuta caci maki berkeliaran tak tentu. Hendri sadar betul tak ada yang bisa dilakukannya. Apapun yang akan dikatakannya, meski ia keberatan dengan kebijakan yang tidak bijak ini, meski ia sangat tidak iklas membeli tas seharga 200 ribu yang entah bagaimana wujudnya, namun toh tunjangan itu kan tetap dipotong. Ah, nasib..!!! Hendri menghela nafas panjang. Apa boleh buat... Dari pada mengutuk dan memaki kesana kemari sembari kehilangan uang 200 ribu rupiah, mending mencoba mengiklaskannya. Meski sungguh terasa berat.. Yah, anggap ajalah berinfak. Anggap saja sang IBU pemimpin Dharma Wanita itu adalah orang tak mampu yang sedang membutuhkan bantuan. Masak sih membantu orang yang tak mampu gak iklas.?? Iklas dong.! Bukankah bersedekah itu justru akan menambah rezeki? Mudah2 an Tuhan berkenan menambah rezeki ku, gumam Hendri lirih.. Harus iklas..!!

1332740754217744125
1332740754217744125

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun