Bel di pintu depan berbunyi. Suaranya terdengar merdu dan nyaring sekali di dalam rumah. Siang-siang begini tak ada orang lain di rumah ini. Darma, pemilik rumah, pagi-pagi sekali sudah pergi. Katanya mau rapat ke luar kota. Istri Darma, Marina, berangkat ke kantor dua jam kemudian. Pasangan muda ini memang selalu sibuk, jarang sekali berada di rumah kecuali malam hari. Joko buru-buru menuju pintu depan dan membukanya. Seorang wanita muda memakai seragam warna biru berdiri di depan pintu.
“Permisi…. Saya mau mengantarkan guci milik Pak Darma ini. Sudah selesai diperbaiki,” ia berkata sambil mengangsurkan kotak kardus setinggi hampir setengah meter ke hadapan Joko.
“Oh, ya.. Cepat juga ya.. Boleh saya periksa dulu?”
“Tentu.. silakan, Pak..” wanita tersebut menjawab sopan.
Joko membawa kardus berisi guci ke dalam, kemudian berpaling ke arah si wanita dan berkata,”masuk dulu, Mbak.. Duduk dulu ya..”
Setelah memastikan guci dalam keadaan baik, Joko menandatangani secarik kertas yang disodorkan dan si wanita pun pergi. Joko tak mengerti bagaimana guci ini bisa kembali ke bentuknya semula. Dua hari yang lalu guci yang biasanya diletakkan di kamar majikannya ini pecah menjadi beberapa bagian. Marina kelihatan begitu sedih, meski Darma berusaha membujuk dan menenangkannya, namun Marina tetap saja menangis. Joko tak mengerti bagaimana sebuah guci saat pecah bisa membuat seseorang begitu sedih. Tapi Joko tak berkata sepatahpun. Ia memang sosok yang pendiam dan tertutup. Sejak bekerja di rumah Darma lima tahun lalu ia tak banyak bicara. Tapi Darma dan istrinya tidak keberatan karena Joko rajin dan telaten. Banyak pekerjaan di rumah ini diselesaikannya, mulai dari merawat bunga dan tanaman di halaman, menyapu, mengepel dan bersih-bersih rumah, mencuci mobil, memperbaiki genteng yang bocor, mengganti kaca jendela yang pecah terkena lemparan bola anak-anak tetangga yang bermain di depan rumah, pokoknya apa saja yang perlukan. Kecuali urusan cuci baju dan setrika, karena ada Mbok Min yang datang dua hari sekali mengerjakannya.
Joko tahu guci ini sebaiknya dikembalikan ke kamar majikannya, namun ia lebih suka masuk ke kamarnya sendiri. Dipandanginya baju di atas tempat tidur lekat-lekat. Ia sangat tergoda untuk memakai baju itu. Bukan baju baru memang, tapi Joko sangat menyukainya. Tak apalah, toh tak ada orang di rumah, pikir Joko. Ia pun mengganti baju yang dikenakannya dengan baju yang ada di atas tempat tidur.
Dengan hati-hati Joko meletakkan guci di tempatnya semula, di samping meja rias. Ketika hendak meninggalkan kamar, tiba-tiba Joko melihat sosok Marina berdiri di sisi tempat tidur, menatap lekat-lekat ke arah Joko. Wajahnya merah seperti menahan sesuatu. Joko terkesiap, ia tak menyangka Marina ada di kamar. Sejak kapan dia berada di disitu? Kenapa aku bisa tak tau dia pulang? Ah, bodohnya aku! Joko menyumpah-nyumpah dalam hati.
“Joko, buka baju saya..” tiba-tiba Marina berkata. "Kalung dan sepatu nya juga..!" Suaranya terdengar datar tapi tegas.
Joko salah tingkah, tangannya bergerak kesana kemari seperti mencari sesuatu.
“Hati-hati! Retseletingnya dulu..” suara Marina memberi petunjuk. Joko menurut, ia membuka retseleting baju Marina dan baju pun meluncur ke lantai. Joko menahan nafas, jantungnya berdegup kencang. Ia tak sanggup berkata-kata. Sesungguhnya ia merasa sangat malu dengan situasi ini, tapi Joko tak tau harus berbuat apa.
“BH saya juga!” suara Marina terdengar lagi, kali ini agak tinggi. Wajah Marina terlihat makin merah, matanya membesar, nafasnya turun naik dengan cepat seperti habis jogging keliling kompleks.
Joko menelan ludah. Keringat mulai menitik di dahinya, lututnya bergetar hebat nyaris membuatnya jatuh. Joko ingin sekali berlari meninggalkan kamar itu, tapi entah kenapa itu tak dilakukannya.
“Rok saya juga, Joko.! ” kali ini suara Marina terdengar begitu keras di telinga Joko. Lebih tepat membentak. Terdengar kasar dan menyakitkan. Joko tidak membantah sepatahpun, pasrah, rok pun dibuka. Hanya tersisa celana dalam.
“Semuanyaa..!!” terdengar teriakan Marina. “ Buka semuanyaaa..!! Sekali lagi kau pakai baju dan barang2 ku, tak kan kuampuni, kupecat kau..!! Kurang ajaaarrr…!! Dasar pembantu banci..! Keluar kau!! “
**suatupagidibulanjanuari**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H